Kamis, 12 Desember 2024

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

 




”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

(Part 2 tamat)

Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka membawa alat dan bahan yang diperlukan untuk praktek membuat masker. Dewi ternyata membawa kain perca dengan banyak. Warnanya pun bermacam-macam. Semuanya berbahan kaos yang lembut dan tipis, sehingga memudahkan untuk dijait manual memakai tangan.

 

“Dewi mana guntingnya? Hani bertanya sambil mendekati meja Dewi. Dewi mengeluarkan gunting dari tasnya. Hani mengambil gunting dari tangan Dewi. Lalu mencetak pola masker yang telah dibuatnya semalam pada kain perca yang dibawa Dewi.

“Nah ini dicetak dulu seperti ini, lalu sisi-sisinya ditandai pakai pencil. Kemudian sisinya nanti digunting tapi dilebihkan dari garis penanda ini.” Hani memberi contoh yang diperhatikan Dewi dengan antusias.

 

Setelah selesai menandai Hani memberi contoh menggunting jangan sampai salah. Lalu membawa pola dan kain perca yang lain ke meja Ana.  Melakukan hal yang sama seperti pada Dewi hingga semuanya mendapatkan giliran.

 

”Bu cara jaitnya bagaimana?” Dewi bertanya setelah selesai menggunting kain percanya.

”Masukkan dulu benang pada lubang jarumnya, baru nanti dijaitnya yang sebelah sini sampai ke sini, dan yang ini sampai ke sini.” Hani memberi petunjuk pada Dewi sambil menunjukkan yang mana yang harus dijait.

 

”Setelah selesai kedua sisi yang panjang dijahit. Lalu masukkan ujung kain yang satu masuk dan keluarkan diujung berlawanan. Sehingga jaitan yang kasar ada di dalam, dan jaitan yang rapih ada diluar.” Hani kembali mengacungkan masker yang telah dibalikkan supaya semuanya dapat melihat hasilnya.

 

”Sudah semuanya?” Tanya Hani sambil berkeliling melihat hasil pekerjaan peserta didiknya.

”Kalau sudah dibalikkan, rapihkan sisi-sisinya supaya seimbang dan merata.” dengan sabar Hani menunggu kerja anak-anaknya.

”Kalau sudah, langkah berikutnya lipat ujung kain yang satu ini, lalu masukkan karetnya, setelah itu baru jait lagi jangan sampai lepas. Lanjutkan dengan ujung yang satu lagi. Selesai deh.” Hani  menyelesaikan jaitannya kemudian merapikan kembali masker jaitannya.

 

Sambil menunggu anak-anak menyelesaikan pekerjaannya dan memberi contoh tahap demi tahap yang harus dilakukan. Hani mengguting kain perca sesuai pola dengan agak banyak. Demikian juga dengan karetnya. Setelah semuanya menyelesaikan pekerjaannya dan dengan bangga memperlihatkan hasil karyanya. Walaupun jahitannya kurang rapih tapi mereka sudah mengerti dasar-dasar membuat masker dari kain perca.

 

”Nah anak-anak yang hebat. Kalian sudah paham kan langkah-langkah membuat masker dari kain perca? Untuk selanjutnya, ini Ibu akan bagikan bahan-bahannya, nanti di rumah kalian jait seperti tadi. Usahakan menjahitnya jangan terburu-buru supaya hasilnya rapih, dan jahitannya kuat. Sehingga nanti kalian bisa memakainya untuk keperluan sendiri, kalian pasti bangga kan bisa membuat masker sendiri dan memakainya. Dan tentu saja pasti tahan lama karena jaitannya rapih dan kuat.” Hani memberi tugas yang harus dilakukan di rumah, agar anak-anak lebih terampil lagi membuat masker yang dapat dipakai oleh anak itu sendiri.

Diwaktu senggangnya ketika libur di rumah. Hani membuat masker dari kain perca sisa latihan peserta didiknya. Awalnya hanya mengisi waktu senggang,  membuat masker cadangan untuk di rumah dan disekolah. Kadang-kadang ada saja anak yang tidak membawa masker saat datang ke sekolah. Walaupun sudah diperingatkan.

 

Karena warna yang bervariasi terkadang juga dipadukan dua warna yang serasi. Ditambah jaitannya yang rapi karena memakai mesin jait peninggalan ibunya. Banyak guru lain yang memesan terutama untuk anak-anaknya dengan warna dan motifnya lucu-lucu. Apalagi setelah Ibu Ersa rekan kerjanya sesama guru memposting hasil karyanya di facebook. Hani mulai kebanjiran pesanan masker sesuai warna dan motif yang mereka pesan.

 

Sebenarnya bukan sengaja memposting maskernya. Tapi dalam rangka memperingati HUT RI 17 Agustus 1945. Hana berinisiatif membuat masker merah putih, lalu dibagikan pada peserta didiknya. Terus peserta didiknya diminta untuk memakainya.  Dan mengirimkan foto dengan memakai masker tersebut serta posisi hormat bendera dan tangan terkepal tanda merdeka. Dari kumpulan foto-foto tersebut dibuatkanlah video. Foto yang posisi hormat bendera diiringi lagu “Indonesia Raya”, sedangkan foto-foto dengan tangan terkepal diiringi lagu “Hari Merdeka”.

 

Awalnya dibagikan di grup sekolah, lalu di grup kelas. Kemudian Bu Ersa mempostingnya di facebook sekolah. Akhirnya banyak anak-anak yang membagikan ulang video tersebut.  

 

Berawal dari niat membantu anak-anak yang kurang mampu. Allah membukakan jalan untuk rezeki keluarga Hani. Alhamdulillah hasil penjualan masker dari kain percanya sudah bisa memperbaiki gawai Dini. Dan membantu uang makan sehari-hari juga uang kuliah Danang.

 

Pada awal suaminya di rumahkan dari tempat kerjanya dulu tiga bulan yang lalu. Hani merasa pesimis tidak mampu meneruskan membiayai kuliah anaknya. Tapi Allah memberikan jalan rizki yang lain bagi keluarganya. Dengan berkarya membuat masker kain perca disisa waktu mengajarnya.

 

Ya mungkin benar Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan memberi apa yang kita inginkan. Hani hanya merasa semakin yakin, Allah tidak memberikan kesulitan pada orang yang tidak mampu menyelesaikannya. Dan Allah selalu memberikan solusi dari setiap kesulitan  yang dihadapi. Dan Hani hanya dapat menyarankan selalu melibatkan Allah dari setiap keputusan yang diambil. Dan selalu bersyukur atas segala apa yang kita dapatkan.

 

Tamat.


Rabu, 11 Desember 2024

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

                                      


                                


                                            ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

                                                                          (Part 1)

Hani Herawati sejak pukul 04 pagi sudah berkutat di dapur menyiapkan sarapan untuk dirinya dan ketiga anaknya. Kondisi Pandemi Covid 19,  Pemerintah Indonesia memberlakukan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh. Danang Hermawan si Sulung yang sedang kuliah di Bandung sambil mondok di Pesantren pun kini berada di rumah.  Dini Hernayanti penengah yang masih duduk di SMP pun pulang dari Pesantrennya, sedangkan Doni Herlambang si bungsu baru SD kelas dua. Jadi untuk menghemat belanja harian, Hani memasak sayur dan ikan sekalian untuk makan siang ketiga anaknya.  Terasa lebih irit dan terjamin dibandingkan jajan di luar. 

“Teteh, ini tugas salat duha si Doni nanti kirim ke grup whatsapp kelas Doni ya, soalnya kalau pagi belum dibuka grupnya. Terus nanti hasil belajar Doni foto dan kirimkan juga di grupnya. Dan itu untuk makan siang sayur masih banyak di lemari, kalau ikannya nanti telur tinggal goreng masih ada di kulkas.” Hani memberi tugas pada anak gadisnya.

 “Iya, Mah, siap !” jawab Dini sambil mengangkat tangan ke dekat pelipisnya seperti menghormat bendera.

 Ketiga anaknya sudah siap dengan tugasnya masing-masing. Doni belajar di meja tengah menulis apa yang sudah difoto guru di grup whatsappnya. Disebelahnya Dini zoom di notebook Hani karena gawainya rusak. Sedangkan Danang berada di kamarnya pokus dengan kuliahnya tidak mau direcoki adik-adiknya.

 Setelah memberikan intruksi pada anak gadis satu-satunya yang bernama Dini, agar membimbing Doni anak bungsunya dalam belajar di rumah. Hani pun baru bisa berangkat ke Sekolah. Walaupun sudah memberikan tugas di grup whatsApp yang paling murah dan aplikasi yang paling banyak dipunyai anak-anak. Karena setelah didata ternyata ada anak yang tidak mempunyai gawai, sedangkan gawai orang tuanya dibawa ke tempat kerja sampai sore.

 Dengan segala keterbatasan yang ada, Hani berusaha melayani kegiatan belajar peserta didiknya. Toh bukan keinginan mereka tidak punya pasilitas lengkap untuk belajar. Bukan juga kesalahan orang tua yang tidak mau melengkapi pasilitas belajar anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan melengkapi pasilitas belajar anak-anaknya dengan yang terbaik. Namun apa daya kemampuan ekonomi mereka mengharuskan memprioritaskan yang lebih mendesak tentunya.

 Seperti halnya Hani yang hanya seorang guru honorer di sebuah Madrasah Stanawiyah Swasta di daerah Parungkuda Sukabumi. Mayoritas menduduk disekitarnya berpenghasilan rendah sebagai buruh tani atau buruh pabrik. Orang tua peserta didiknya paling tinggi berpendidikan SMA bahkan tak sedikit yang hanya keluaran SMP/MTs. Orang tua yang berpendidikan sarjana bisa dihitung oleh jari. Dari sini pun bisa dibayangkan bagaimana keadaan masyarakat disekitar keadaan ekonominya.

 Tapi tentu saja keadaan demikian tidak boleh menyurutkan semangat peserta didik untuk belajar. Hani berusaha memotivasi peserta didiknya untuk terus belajar. Kesadaran yang demikian itulah yang memaksa Hani untuk mengupayakan berbagai cara agar anak didiknya mendapatkan pelayanan yang pantas dengan segala keterbatasannya.

 Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, Hani sampai di sekolah. Karena gawai dan netbooknya dipakai anak-anaknya di rumah. Hani meminta bantuan Ersa rekan kerjanya untuk mencetak tugas kelasnya.

”Bu Ersa,  yang tadi aku kirim sudah dicetak belum?” tanya Hani sambil mendekati meja Ersa yang berada di belakang mejanya. Tadi sebelum berangkat Hani mengirimkan file yang akan diajarkan pada anak didiknya.

“Belum Bu, aku juga baru sampai tadi ban motorku kempes jadi ke tambal ban dulu deh,” jawabnya sambil mengambil gawai dari dalam tasnya.

”Oh, kalau begitu tolong ya sekarang dicetak, aku mau mengkondisikan anak-anaknya dulu di kelas,” pinta Hani, lalu berjalan menuju kelasnya.

Ada sekitar 6 orang yang tidak punya gawai dan tidak bisa bergabung dengan temannya karena rumahnya berjauhan. Jadi mereka datang ke sekolah dan mengambil tugasnya. Hani berusaha menfasilitasi peserta didiknya untuk belajar dengan berbagai cara.

 Selama peserta didiknya mau belajar, dan dukungan orang tua juga mempengaruhi terhadap minat belajar anak. Hani berusaha memaksimalkan kemampuannya untuk melayani peserta didiknya. Baik melalui grup whatsApp maupun secara pribadi, Hani berusaha memantau kegiatan belajar peserta didiknya.

 Keenam peserta didik yang tidak punya gawai datang ke sekolah semuanya. Mereka duduk di bangku dengan posisi berjauhan. Tentu saja sebelum masuk mereka pun cuci tangan di depan kelas. Alhamdulillah selain di WC, didepan kelas pun ada beberapa keran air PDAM. Biasanya dipakai untuk wudu agar tidak terlalu antri di WC. Sebelum pandemi Covid 19 siswa-siswi diwajibkan untuk membawa peralatan salat dan melakukan salat duhur berjamaah. Pihak sekolah tidak lagi membuat tempat cuci tangan, karena sudah mencukupi, tinggal menambahkan penyediaan sabun saja.

 Hani tersenyum senang melihat keenam anak didiknya yang ada di kelas. Tak sia-sia Hani mempersiapkan pembelajaran semalaman untuk kegiatan hari ini. Melihat semangat anak didiknya walau dengan berbagai keterbatasan masih mau menempuh perjalanan untuk memenuhi kehauasan akan pengetahuan.

 ”Andi mengapa tidak memakai masker?” tanya Hani pada siswa yang duduk agak lebih jauh dari teman-teman yang lainnya.

”Ini Bu ada di saku, maskernya kotor tadi jatuh dan terinjak waktu jongkok mau mengikatkan tali sepatu.”

”Memang kamu tidak punya cadangan masker lagi di tas mu?” Tanya Hani lagi.

“Nggak Bu, Cuma bawa satu. Yang lainnya ada yang lagi dicuci.” Andi menjawab.

“Anak-anak yang lain ada yang punya cadangan masker yang masih bersih? Mungkin bisa dipinjamkan pada Andi? Tanya Hani pada teman-teman Andi.

”Nggak Bu, cuma bawa satu yang dipakai saja.” Jawab anak-anak serempak seperti dikomando.

”Ahh, baiklah, kalau begitu tunggu dulu di kelas, Ibu mau ke Kantor dulu mudah-mudahan masih ada cadangan masker.” Pinta Hani pada anak-anak. Lalu meninggalkan kelas menuju ke kantor mau mencari cadangan masker.

 Beberapa saat kemudian Hani kembali ke kelas sambil memegang masker dan kertas materi yang akan disampaikan.

”Nih pakai dulu maskernya,” pinta Hani yang berjalan ke arah Andi sambil memberikan masker di tangannya.

”Terima kasih Bu,” Andi mengucapkan terima kasih sambil mengambil masker yang ada ditangan Hani, lalu memakainya secepatnya.

 ”Anak-anak pelajaran Minggu ini adalah membahas teks prosedure. Mengenai teorinya ini ibu sudah mencetaknya. Jadi kalian tinggal membaca dan menulis ulang dibuku catatan masing-masing. Jangan lupa pertanyaan yang ada dibawahnya untuk dijawab.” Terang Hani memberikan penjelasan pada peserta didiknya.

 “Silahkan dibaca dulu dalam hati, kalau ada istilah yang tidak dimengerti silahkan tanyakan. Kalau ada pertanyaan yang tidak dipahami silahkan ditanyakan sekarang, supaya nanti begitu mengerjakan sudah bisa mengerti semuanya.” Jelas Hani sambil dengan sabar menunggu peserta didiknya membaca.

 “Bu, kalau prosedur itu apa ya?” Anisa peserta didik yang duduk paling depan mengacungkan tangan dan bertanya. Dengan sabar dan rinci Hani menjelaskan semua yang ditanyakan peserta didiknya. Sampai tidak ada lagi yang bertanya.

”Baiklah kalau tidak ada lagi yang bertanya ibu akan lanjutkan dengan informasi untuk persiapan pembelajaran minggu depan. Untuk minggu depan kalian diharapkan untuk membawa bahan-bahan yang tertera dalam catatan yang telah dibagikan. Kira-kira diantara kalian ada yang keberatan?” Hani bertanya pada peserta didiknya.

 ”Oh jadi minggu depan kita akan praktek membuat masker Bu?” tanya Jamal peserta didik laki-laki yang duduk di depan Andi. ”Emang bisa ya Bu membuat masker dari kain perca? Tapi saya tidak punya kain percanya Bu. Kalau peralatan lainnya mungkin saya bisa pinjam sama Umi.” Kata Jamal terlihat bingung. Tangannya menggaruk kepala yang tak gatal.

 ”Kalau baju bekas yang sudah kekecilan dan tidak terpakai ada?” Tanya Hani sambil menatap Jamal yang masih kebingungan.

 “Ada juga baju bekas adik saya yang tidak kepakai Bu, kalau baju saya yang sudah kecil biasanya Umi suka dipakaikan sama adik saya Bu.” Jawab jamal sambil ketawa malu-malu.

 “Oh ya tidak apa-apa baju bekas adik kamu saja yang tidak terpakai, tapi harus yang bersih ya, cuci dulu sebelum nanti dibawa ke Sekolah. Apakah masih ada yang lain?” Hani Kembali bertanya sambil menatap peserta didiknya penuh perhatian.

 ”Ya Dewi silahkan ada yang ditanyakan?” Hani mempersihkan Dewi untuk berbicara setelah dengan ragu-ragu mengangkat tangan.

 ”Eng anu Bu, di tetangga Dewi ada tukang limbah bekas membuat kaos yang kecil-kecil, biasanya hanya dipakai untuk lap saja. Kemarin Dewi juga pernah minta, oleh pemiliknya dibolehkan dan diberi banyak dan masih ada di rumah. Mungkin nanti Dewi bisa membawanya, kalau perlu Dewi bisa meminta kembali pada tetangga Dewi.” Dewi mengemukakan  pendapatnya.

 ”Kira-kira sebesar apa lebarnya?” Tanya Hani ingin tahu kemungkinannya.

”Ehmm mungkin, selebar buku ini ada kayanya Bu,” terang Dewi sambil mengangkat buku tulis di depannya.

”Kalau selebar buku masih bisa dimanfaatkan untuk membuat masker. Begini saja anak-anak untuk minggu depan diusahakan semuanya membawa jarum jait masing-masing satu buah. Untuk benangnya silahkan bawa saja pinjam yang ada di rumah masing-masing, minimal satu warna apa saja yang ada. Sedangkan untuk gunting siapa yang punya silahkan bawa, kalau yang tidak punya nanti bisa pinjam saja memakainya bisa bergantian. Untuk kainnya yang punya kain perca silahkan bawa, kalau yang bisa bawa banyak seperti Dewi silahkan bawa sebisanya, kalau yang tidak punya, bawa saja baju bekas yang tidak terpakai tapi bersih. Untuk antisipasi kalau nanti yang bawa kain perca tidak mencukupi.” Hani panjang lebar menjelaskan apa saja yang harus dipersiapkan untuk minggu depan.

 ”Itu saja untuk hari ini, terus jaga kesehatan. Terus patuhi protokol kesehatan, jangan lupa masker, cuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak aman dalam bersosialisasi. Setelah selesai kegiatan sekolah jangan main kemana-mana langsung pulang. Hindari bepergian yang tidak penting. Untuk selanjutnya nanti Pak Jaelani akan memberikan rumus matematika berikut tugas yang harus dikerjakan di rumah. Terima kasih, wassalamualaikum wr.wb.” Hani mengakhiri kegiatan mengajarnya di kelas delapan.

Hani berjalan menuju kantor lalu menyimpan peralatan yang dibawa dari kelas di atas mejanya. Menuju dapur mau minum untuk sekedar menghilangkan dahaga dikerongkongannya. Tak berapa lama kembali duduk dan mempersiapkan diri untuk masuk ke kelas sembilan.



Lanjut part 2

***



”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...