Senin, 10 Mei 2021

Mudik


MUDIK

MUDIK ONLINE

 

 

Berita mudik sudah tersiar dimana-mana. Dari televisi, surat kabar, whastApp, line, twitter dan lain sebagainya, hampir di semua media sosial memberitakan topik mudik. Beragam berita yang tersiar, mulai dari pemudik yang dipulangkan, bagaimanan warga mensiasati mudik, dan berbagai anjuran pemerintah untuk menunda mudik.

 

Aku bertanya pada Ayah yang masih melihat berita di televisi.

“Yah, kita mudik ke Bandung nggak?” Tanyaku pada  Ayah yang masih nonton televisi.

 

“Ya mudiklah masa nggak, kasiahan Kakek dan Nenek disana.” Jawab Ayah enteng.

 

“Memang Ayah sudah divaksin?” Tanyaku ingin tahu.

 

“Sudah dua minggu ke belakang vaksin pertama dan yang kedua nanti sesudah lebaran.

 

“Kalau Bunda sudah divaksin juga?” Tanyaku lagi.

“Sudah, kemarin waktu daftar dikantor, Ayah usulkan supaya keluarga juga bisa daftar dan bersamaan divaksin.” Ayah menjelaskan dengan rinci.

 

Aku hanya mengangguk-ngangguk tanda mengerti.

“Tapi Aku dan Adik belum?” Tanyaku lagi.

 

“Ya, kalau anak sekolah nanti kalau Sekolah sudah berlaku tatap muka divaksinnya, petugas Puskesmasnya nanti berkunjung ke Sekolah.” Jelas Ayah lagi.

 

“Ayah kapan liburnya, Jadi kita kapan berangkat mudiknya.” Tanyaku lagi.

 

“Ayah terakhir masuk kantor hari Selasa, jadi mulai libur hari Rabu. Kita mudik pas Hari Raya Idul Fitrinya ” Jelas Ayah lagi.

 

“Terus apa yang harus Kita persiapkan?” Tanyaku lagi.

“Emm... Baju lebaran dan kue kering sudah dipaket satu minggu yang lalu. Tunjangan Hari Raya sudah ditransfer dua Minggu yang lalu. Opor, rendang dan ketupat Ayah sudah pesan pada Paman dan Bibi uangnya juga sudah ditransfer. Perasaan persiapan sudah selesai.” Ayah menjelaskan dengan rinci.

 

“Nah sekarang Kakak bacaannya sudah selesainya belum?” Tanya Ayah.

 

“Kalau berdasarkan target harian sih sudah tercapai, kalau target secara umum belum kan masih ada dua hari lagi.” Jawabku lagi.

“Kalau hapalannya bagaimana?” Tanya Ayah lagi.

“Alhamdulillah sudah selesai, tinggal melancarkan secara keseluruhan terutama yang ayat ke dua puluh.” jelasku.

 

“Ya sudah, Semangat terus manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, mudah-mudahan targetnya bisa tercapai sesuai rencana. Yu Kita sahur, Ayah mau membangunkan Adik dahulu.” Kata Ayah sambil beranjak pergi ke kamarAdik.

 

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#BajuBaru 

 


Minggu, 09 Mei 2021

Baju Baru

 


#RWCODOP2021 #DAY27

BAJU BARU

BAJU BARU ALHAMDULILLAH

 

Baju baru Alhamdulillah, tuk dipakai di hari raya, tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama. Sepatu baru Alhamdulillah , tuk dipakai di hari raya, tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama.

Lagu dari Dea Ananda mengalun merdu mengiringi kegiatanku di pagi hari Minggu terakhir di bulan Ramadan ini. Setelah salat duha tadi Kami mengawali kegiatan bersih-bersih hari ini. Ya Bunda selalu mmembiasakan Kami untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di rumah.

Seperti hari ini, Ayah dan Adik sudah memulai kegiatannya mengecat rumah bagian luar. Bunda sudah membuka gordeng rumah untuk dicuci. Sedangkan Aku kebagian menyapu dalam rumah dan membersihkan kaca sekeliling rumah.

Potong ayam Alhamdullah, tuk dimakan di hari raya, tak ada pun tak apa-apa, masih ada telur ayamnya. Bikin kue  Alhamdulillah, tuk dimakan di hari raya, tak ada pun tak apa-apa, masih ada singkong gorengnya. Lagu Dea Ananda masih mengalun mengiringi kegiatan Kami.

“Bun, sabun untuk membersihkan kacanya sudah beli lagi belum.” Tanyaku pada Bunda. Aku masih ingat sebab pada hari Jumat kemarin dipakai membersihkan kaca Masjid dan isi ulangnya sudah habis.

“Yah Bunda lupa, ke depan saja dulu beli dulu sebentar.” Perintah Bunda.

“Uangnya dimana?” Tanyaku menanyakan uang untuk membeli sabun pembersih kaca.

“Ambil di dompet ada di meja rias di kamar Bunda.” Kata Bunda lagi.

Aku meninggalkan Bunda yang masih berkutat dengan cuciannya, mengambil dompet Bunda dan memberikannya pada Bunda. Setelah mengambil uang di dompet, Bunda memberikannya padaku. Aku menyimpannya kembali di meja rias di kamar Bunda.

Yah Bunda dan Ayah mendidik Kami untuk tidak mengambil uang langsung di dompetnya, tetapi mengambilkan dompetnya dan yang punya dompet itu yang mengambilnya.

Ini Aku tahu ketika Ayah meminta tolong mengambilkan uang pada Bunda, tapi Bunda mengambilkan dompetnya dan Ayah mengelurkan uangnya sendiri dan kembali dompetnya diserahkan lagi pada Bunda.

 “Bun, mengapa kalau Bunda menyuruh mengambilkan uang didompet Ayah, tapi Bunda malah mengambil dompetnya dan menyerahkan pada Ayah. Mengapa tidak langsung saja mengambil uangnya saja?” Tanyaku suatu hari.

“Dompet itu barang pribadi, Bunda tidak tahu ada uang apa saja di dompet Ayah. Mungkin ada uang kantor, uang titipan orang lain, atau uang bersedekah pada anak yatim kan Bunda tidak tahu. Kalau Bunda mengambilnya langsung, uang yang mana yang diambil nanti Ayah kebingungan mencari-cari. Kan jadi repot.” Jelas Bunda panjang lebar.


Hari raya idulfitri, bukan untuk berpesta-pesta, yang penting manfaatnya lahir batinnya. Buat apa berpesta-pesta, kalau kalah puasanya, malu kita pada allah yang Esa. Kupat sayur Alhamdulillah, tuk dimakan dihari raya, tak ada pun tak apa-apa, masih ada nasi kuningnya. Syair lagu baju baru masih mengalun di rumah Kami.

 

Aku keluar membawa uang hendak membeli sabun pencuci kaca. Aku kelimpungan mencari sandal, karena ternyata sendal yang di luar basah.

“Dik ! pinjam dulu sendalnya, yang di sana basah nggak enak dipakainya.” Pintaku pada Adik Ahmad.

“Mau kemana memangnya Kak?”Ayah bertanya padaku.

“Mau ke warung depan membeli sabun pencuci kaca.” Jawabku pada Ayah.

“Dibagasi motor Ayah masih ada, cukup untuk membersihkan kaca rumah pakai itu saja dulu. Kunci motornya di tempat biasa di kamar.” Perintah Ayah padaku.

Aku mengangguk dan berbalik lagi masuk ke dalam rumah.

“Bun nggak jadi uangnya disimpan lagi di atas meja rias ya.” Kataku pada Bunda. Aku melangkah menuju kamar Bunda menyimpan uang di atas meja lalu mengambil kunci motor di tempat biasa. Aku pun melanjutkan pekerjaanku dan ternyata lagu “Baju Baru” dari Dea Ananda sudah diganti dengan lagu “Lebaran Sebentar Lagi” dari Tasya.

 

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#BajuBaru

 

 

#RamadanWritingChallenge2021

#ODOP

#RWCODOP2021

#RWCODOP2021Day27

#BajuBaru


Sabtu, 08 Mei 2021

Tunjangan Hari Raya

 


THR

TIDAK HARUS REBUTAN

 

Aku sekeluarga sedang berkumpul nonton televisi sambil menunggu waktu salat Isya. Ayah masuk ke kamarnya tapi tak lama keluar lagi. Ditangannya memegang amplop putih sepertinya berisi uang.


“Bun, ini ada titipan dari Kantor Ayah” Katanya sambil menyerahkan amplop yang dibawanya.

 

“Apa Yah, THR bukan?” Tanya Bunda menatap Ayah menunggu jawaban.

 

“Yah, buat keluarga katanya.” Jawab Ayah.

 

“Alhamdulillah, semoga berkah.” Ucap Kami serempak tak tertinggal juga Adik.

 

“Kenapa mau beli baju?” Kata Ayah mengalihkan pandangannya padaku dan mengusap puncak kepalaku.  

 

“Ngak ah Yah baju yang kemarin hadiah ulang tahun dari Nenek juga belum di pakai. Habis kompakan sih, Tante beliin baju, Nenek beliin baju, eehhh Mama juga beli baju lagi. Coba kalau uangnya yang dikasih kan bisa Kakak tabung.” Jawabku sedikit menggerutu.

 

“Tapi Aku senang sih dapat hadiah, bersyukur dapat rezeki walau rezekinya belum bisa bermanfaat. “ Sambungku lagi.

 

“Memangnya kenapa nggak dipakai?  kurang suka modelnya atau kekecilan, jadi nggak bisa dipakai.” Tanya Ayah lagi.

 

“Bukan begitu, modelnya bagus Aku suka malah, ukurannya pas lagi, terus mau dipakai kemana? Kan selama ini Kita nggak kemana-mana. Masa dipakai tidur atau dipakai sehari-hari di rumah? Kan sayang.” Kataku lagi.

 

“He he he iya yah selama Pandemi Covid 19 ini kita tak kemana-mana. Kalian cuma di rumah saja. Hanya Ayah saja yang selalu pergi. Tapi Ayah malah rindu mau diam saja di rumah. Bersih-bersih sekiran rumah.” Ayah terkekeh menyadari kekeliruannya.

 

“Kalau Adik mau beli baju baru?” Tanya Ayah kepada Adik.

 

“Adik mah terserah Bunda saja, mau beli atau nggak terserah Bunda.” Jawab Adik cuek.

 

Ayah melirik Bunda mencari jawaban pada Bunda.

“He he he Bunda tersenyum, anak laki-laki Ayah, memang laki-laki banget. Mau pake baju baru mau nggak kayaknya nggak mau tahu urusan.” Kata Bunda sambil tersenyum melihat kelakuan anak laki-lakinya yang bergeming nonton stand up komedi.

 

“Untung Bundanya telaten, selalu tahu apa kepentingan keluarga dan mana yang harus jadi perioritas.” Puji Ayah pada Bunda sambil mengusap kepala Bunda. Bunda pun tersipu mendengar pujian Ayah yang menatapnya lembut.

 

Aku berjalan pindah ke kursi yang ditempati Ayah dan Bunda lalu duduk diantara keduanya. Memutus keromantisan keduanya dan menyandarkan kepalaku dibahu Ayah. Ayah bergeser dan mengenakkan duduknya, mengelus-elus kepalaku yang bersandar dibahunya.

 

“Bunda mending uang THR nya ditabung saja, buat sekolah Kakak dan Adik, siapa tahu nanti Kakak kuliah ke luar negeri, biayanya pasti mahal.” Usulku pada Bunda.

 

“Amiin.” Serempak Ayah dan Bunda mengaminkan keinginanku.

“Kuliah kan masih lama beberapa tahun kedepan lagi.” Jawab Ayah.

 

“THR kan singkatanya Tunjangan Hari Raya, berarti kita memanfaatkannya untuk Hari Raya.” Kata Bunda sambil tersenyum.

 

“Ya nggak juga sih, Kalau pada hari raya kita poya-poya, makan banyak tapi tak bermanfaat, akhirnya berujung di rumah sakit kan kita juga yang repot. Atau dengan alasan untuk hari raya kita memakai uang yang menjadi tanggung jawab kita membeli pakaian dan lain sebagainya. Selesai hari raya kita kebingungan menggantinya dari mana, kan kita juga yang pusing.” Kata Ayah menjelaskan. 

 

“Belikanlah pakaian anak-anakmu yang biasa saja, begitu pun dengan makannanya, yang penting memenuhi gizi sesuai kebutuhannya. Pakaian yang mewah tidak akan menaikkan derajat anakmu menjadi apa-apa. Dan pakaian yang sederhana pun tidak akan menjadikan anakmu terhina.” Tambahku.

 

“Biasakan anak-anakmu hidup sederhana, agar dia punya pengalaman bagaimana hidup susah. Sehingga dia bisa bersyukur terhadap setiap rezeki yang diterimanya. Dan ajarkan pada mereka untuk berbagi, sehingga jika kelak mereka punya rezeki berlebih, mereka pun terbiasa untuk memperhatikan orang yang belum beruntung.” Kataku menirukan gaya bicara nenek.

 

“Heh Kakak kok suka nguping pembicaraan orang tua ya?” Sambil mengarahkan mukaku kehadapannya.

 

“Heh Ayah lupa ya, bagaimana aku nggak nguping coba, wong Nenek bilangnya dihadapan semua orang.” Aku memonyongkan mulutku tidak suka dicap anak penguping pembicaraan orang tua.

 

“Iya yah, tapi kenapa Kakak hapal betul apa yang dikatakan Nenek?” Tanya Ayah lagi.

“Yah Ayah sih sudah tua pikirannya kemana-mana. Jadi Nenek ngomong gitu sekarang, besok lupa lagi. Pantesan saja hampir setiap ketemu Nenek ngomongnya itu lagi, itu lagi, coba bagaimana Kakak nggak hapal.” Jawabku sambil cemberut.

 

“Heh iya yah Ayah sudah tua kayanya, jadi sering lupa apa yang dikatakan Nenek. Untung ada cucu nenek yang bisa ngingetin Ayah pada nasehatnya. Maafkan Ayah yang telah menuduh Kakak suka menguping.” Jawab Ayah sambil menciumi kepalaku yang masih berada di dadanya.

 

“Terus apalagi yang dikatakan Nenek?” Tanya Ayah lagi seakan menguji ingatanku pada pembicaraan Nenek.

 

“Jika kamu punya rezeki tabunglah sebanyak-banyaknya. Jangan hanya dipakai untuk membeli barang-barang yang kurang bermanfaat. Kita tidak tahu ada cobaan apa didepan, tapi pendidikan anakmu tidak boleh berhenti.” Lanjutku

 

“Kamu akan merasa sakit hati, ketika anakmu mendapatkan prestasi yang bagus, terus pendidikannya harus berhenti hanya gara-gara kamu tidak punya tabungan untuk membiayainya. Itu sama saja dengan tidak menghargai jerih payah anakmu yang sudah susah payah belajar. Cucu Nenek harus berpendidikan tinggi, berpengalaman luas, baik laki-laki maupun perempuan.” Kataku meniru gaya nenek kalau sedang menasehati.

 

“He he he pantesan putri Ayah pinter bicaranya, ternyata gaulnya sama nenek-nenek.” Kata Ayah sambil menahan tawa dan menjauh dari jangkauanku.

 

“Eh apa maksudnya, memang Aku kaya nenek-nenek cerewet gitu?” Kataku memelototkan mataku menahan marah pada Ayah.

 

“Tuh sadar”Kata Ayah sambil tertawa dan menjauh dariku.

 

“Ayaaaahhhh” Aku berlari mengejar Ayah dan mencubit tangannya.

 

“Ampun, ampun, ampun” Kata Ayah sambil terus tertawa.

 

Sedangkan Bunda hanya tersenyum menyaksikan interaksi putri dan Ayahnya yang sangat jarang bercanda.

 

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#THR


Jumat, 07 Mei 2021

OPOR


OPOR

SAYA SUKA... SAYA SUKA....

 

 

“Assalamualaikum” Terdengar yang mengucap salam di luar.

 

Kami sedang membaca Al Quran, menyicil tadarus dengan harapan dapat khatam dalam sebulan Ramadan ini. Kalau Bunda sih mau yang kedua kali dalam bulan Ramadan ini khatam Al Quran nya.

 

“Bu seperti ada yang mengucap salam” Kataku pada Bunda yang masih mengaji.

 

“Coba lihat mungkin ada tamu.” Jawab Bunda.

 

“Assalamualaikum” Kembali terdengar yang mengucap salam.

 

“Benar Bun ada tamu” Jawabku sambil menyimpan Al Quran. Lantas membuka mukena dan melipatnya kembali, lalu disimpan di atas meja yang khusus disiapkan untuk menyimpan alat salat. Sambil memakai kerudung instan Aku bergegas mendekati pintu dan membukanya.

 

“Waalaikum salam. Eh ada Bu Maryam, silahkan masuk” Kataku menyambut Bu Maryam yang duduk di teras depan. Aku membukakan pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Bu Maryam duduk.

 

“Sebentar ya Bu, Saya panggilkan dulu Bunda.” Pamit ku pada Bu Maryam mau memanggil Bunda. Setelah Bu Maryam duduk.

 

“Iya, terima kasih Sayang.” Jawab Bu Maryam sambil menyimpan rantang susun di meja tamu.

 

Aku berjalan menuju musola rumah. Ternyata Bunda sudah selesai membaca Al Qurannya dan sedang melipat mukenanya.

 

“Bun ada Bu Maryam di depan.” Beritahuku pada Bunda.

 

“Ya tunggu sebentar” Jawab Bunda masih melipat mukenanya.

 

Tak lama Bunda ke depan dan Aku mengikuti dibelakangnya.

 

“Eh ada Bu Maryan, bagaimana sehat?” Tanya Bunda sambil bersalaman.

 

“Alhamdulillah sehat, Bu Aisyah sekeluarga juga sehat?” Bu Maryam balik bertanya.

 

“Alhamdulillah Kami juga sehat.” Jawab Bunda lagi.

 

“Langsung saja ya takut keburu sore. Oh iya ini saya mau ada keperluan, pertama saya mengucapkan terima kasih, masakannya yang kemarin sore yang diantar oleh Alisyia enak sekali, dagingnya empuk, walau saya dan bapak giginya sudah tinggal beberapa masih bisa menikmati dan tidak pedas jadi aman diperut saya dan Bapak.” Jelas Bu Maryam panjang lebar.  

 

“Oh Alhamdulillah kalau begitu, saya senang masakan saya bisa dinikmati oleh Bapak dan Ibu.” Jawab Bunda.

“Dan ini masakan Ibu, semoga dapat diterima dan rasanya juga tidak mengecewakan.” Lanjut Bu Maryam sambil menyerahkan rantang susun berwarna putih.

 

“Oh terima kasih jadi merepotkan” Jawab Bunda sambil menerima rantang dengan gambar buah apel.

 

“Kak ini pindahin tempatnya langsung cuci dengan bersih ya.” Bunda menyerahkan rantang padaku.

 

Aku pun menerima rantang yang diserahkan Bunda dan berjalan ke ruang makan.

 

“Wah ada opor” hampir saja Aku berteriak kegirangan melihat opor ayam dengan goreng bawang di atasnya. Wanginya semerbak langsung paralel pada perut yang terasa melilit.

 

“Astagfirullah, ingat, ingat waktu berbuka masih jauh, tahan, tahan itu godaan syetan,” Aku membujuk diri sendiri dalam hati.

 

Rantang pertama opor ayam aku pindahkan pada mangkuk besar. Rantang kedua ada bihun dengan wortel, jamur kuping, dan brokoli. Rantang ketiga tempe dengan kacang panjang . Dan yang terakhir kerupuk warna-warni yang Aku pindahkan pada toples bersih.

 

Setelah selesai Aku mencuci rantangnya, lalu dilap dengan serbet bersih. Kemudian Aku menyusun kembali seperti asalnya. Ku bawa lagi ke depan menghampiri Bunda dan Bu Maryam yang masih mengobrol.

 

“Sudah selesai Kak?” Tanya Bunda padaku yang menghampirinya.  Aku mengangguk dan menyimpan rantang tadi di meja.

 

“Kak, Bu Maryam minta tolong agar Kakak mau mengantar makanan yang Bu Maryam masak pada tetangga. Kaya kemarin Bunda.” Pinta Bunda sambil memegang tanganku.

 

“Iya Nak, tolong ya. Kalau Ibu yang mengantar, Ibu suka pegal-pegal kalau berjalan terlalu jauh. Nyuruh bapak nggak mau katanya masa bapak-bapak mengantar makanan, malu katanya. Terus mau menyuruh Ibu-ibu tetangga kasian mereka harus menyiapkan untuk berbuka keluarganya. Jadi tolong ya Nak.” Bu Maryam memohon padaku sambil  menangkubkan kedua tangannya di depan dada.

 

“Kalau Bunda mengizinkan Kakak sih dengan senang hati mau membantu.” Jawabku santai.

 

“Boleh Kak, malah Ibu juga senang kalau Kakak mau membantu dan berbuat baik pada orang lain.” Jawab Bunda lagi.

 

“Kalau begitu sekarang Nak Alisyia ikut dengan Ibu ke rumah, ya. Bu permisi terima kasih, maaf telah merepotkan. Dan Nak Ais nya Ibu pinjam dulu.” Pamit Bu Maryam.

 

“Iya Bu, terima kasih kembali, jangan sungkan kalau perlu apa-apa datang saja ke sini. mudah-mudahan Kami bisa membantu.” Jawab Bunda.

 

Aku pun berangkat mengikuti Bu Maryam menuju rumahnya. Setelah salam pada Bunda.

  

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#Opor

 


 

Kamis, 06 Mei 2021

Rendang


RENDANG

DARK BROWN CARAMELIZEO MEAT

 

Azan Asar berkumandang di Masjid Kampung memanggil umat Islam untuk menghadap pada Sang Penciptanya.

“Alhamdulillah sudah Asar lagi, yu kita salat dulu. Kakak langsung mandi saja, nanti mengantar makanan sama Adik. Tuh Adiknya suruh mandi juga.” Intruksi Bunda.

“Oke” Aku pun berlari menjauh dari dapur bersiap mau mandi dan salat.

“Dik mandi dulu kata Bunda, nanti anterin makanan sama Kakak.” Ajakku pada Adik.

“Ayo pintar yu!” Ajak Ayah juga.

 

Kami berkumpul di Musola rumah dan melaksanakan salat Asar berjamaah. Setelah salat, Aku bersiap merapikan kerudung dan pakaianku.

“Kak sudah selesai belum, Ini bawaannya sudah siap.” Kata Bunda dari ruang makan.

Aku mendekati meja makan sudah tercium baru harum masakan Bunda. Terlihat ada rendang, capcay, kentang goreng, dan semur jengkol ciri khas masakan Bunda.

“Ini ke rumah Bu Aminah, dan ini Adik ke rumah Bu Idah ya” Bunda memberi petunjuk.

Aku dan Adik berangkat membawa masakan untuk tetangga yang paling dekat dulu.

Aku membawa dalam nampan, sedangkan Adik membawanya di rantang susun. Karena Bunda hanya punya satu rantang susun.

 

Ya mungkin ini tradisi kampung Kami. Seminggu sebelum lebaran sudah mulai ada yang berbagi. Kadang seperti di jadwal, padahal tidak ada yang memberi jadwal. Tujuh hari mines hari Raya Idul Fitri di kampung silih bergantian berbagi masakan.

 

Kata Bunda kalau dulu suka bareng semuanya berbagi pada hari mines satu hari raya. Jadi banyak masakan yang tidak termakan, akhirnya mubadir berakhir jadi makanan binatang. Tidak langsung dibuang sih tapi manfaatnya berkurang dari niat awalberbagi.

Maka Bunda berinisiatif untuk berbagi masakan di hari minus tujuh dari hari raya. Ide ini kemudian ditiru oleh tetangga lainnya, ada yang minus enam, minus lima, ninus empat, minus tiga dan minus dua. Sehingga pada minus satu dan hari raya tidak berbagi masakan lagi karena masing-masing sudah masak sendiri-sendiri.

Kalau pun ada biasanya berbagi buah atau kue kering, tapi ada juga penganan yang masih mentah seperti: ranginang, enye, opak atau dapros. Itulah tradisi berbagi di kampung kami.


#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#Rendang


 

Rabu, 05 Mei 2021

Nastar

 


NASTAR

RASANYA YANG UNIK MEMBUATKU...


 

“Assalamualaikum, Bunda.... Bunda...” Adik masuk rumah setelah bermain bersama temannya dengan heboh memanggil Bunda. 

“Waalaikum salam, ya Nak, Bunda di ruang jahit.” Bunda merespon kehebohan Adik.

“Bunda Adik mau kue nastar” Adik langsung mengadu.

“Lah ...lah kan lagi saum, kenapa tiba-tiba minta kue nastar?” Tanya Bunda keheranan.

“Itu Mamanya Atang lagi buat kue nastar, baunya wangi kayanya enak deh, Adik jadi mau.” rengek Adik pada Bunda.

“Oooh begitu, tapi kan Adik lagi saum?” Tanya Bunda lagi sedikit menggoda.

“Maksud Adik,  kita buat kue nastar yu sekarang.” Ajak Adik pada Bunda.

“Oh Ayo, ajak Kakak gih bantu membuat kue nastar. Bunda membereskan dulu tempat jaitannya.” Suruh Bunda

“Oke” sahut Adik mengacungkan jempolnya. Lalu berlari ke Kamarku sambil berjingkrak kegirangan.

 

“Kakak, kakak, ...” Panggil Adik heboh.

“Heh ya ada apa” jawabku menghentikan tulisanku di buku diari.

“Kata Bunda bantu membuat kue nastar” balas Adik.

“Heh membuat kue nastar, asyiiik kita buat nastar” Teriakku kegirangan. Aku menutup buku yang sedang Aku tulis dan merapihkan mejaku kembali.

 

Kami bergerak jalan ke dapur mendekati Bunda yang sudah ada disana.

“Kak coba cek bahannya sudah lengkap belum?” Pinta Bunda sambil menunjukkan kearah meja.

“Oke” Kataku sambil mengacungkan jempol, mendekati meja makan. Disana sudah ada bahan-bahan untuk membuat kue yang sudah Bunda siapkan.

 

“Terigunya 300 gram, margarin dan batter masing-masing 100 gram, maizena 60 gram, susu bubuk 30 gram, gula halus 50 gram, 2 butir kuning telur, 1 kuning telur untuk olesan,  minyak sayur 1 sendok  makan, 1 sendok makan madu.” Bunda menyebutkan bahan-bahan untuk membuat nastar.

“Oke Bun, bahan-bahan sudah oke semuanya” balasku menyakinkan Bunda.

 

“Adik tolong ambilkan selai nanasnya di lemari pendingin.” Pinta Bunda pada Adik.

‘Oke” balas Adik sambil berjalan mengambil selai nanas, dan kembali sambil membawa toples selai nanas , lalu menyimpannya di meja.

 

“Ini tempatnya.” Bunda memberikan wadah untuk mengaduk bahan nastar. Aku mengambilnya dan menyimpannya di atas meja makan.

 

“Masukkan 2 butir kuning telur, batter, gula bubuk, dan margarian.” Pinta Bunda lagi.

“Sudah Bun” balasku.

 

“Biar Bunda saja yang ngocok, Kakak geser sedikit.”Pinta Bunda yang sudah siap dengan mixer. Kurang lebih satu menit Bunda mengocok kemudian mematikan mixernya. Mencabut kabel strum lalu membersihkannya. Dan menyimpan mesin mixer agak jauh dari meja makan.

 

“Kak masukkan tepung maizena dan susu bubuknya.” Pinta Bunda padaku sambil terus mengaduk adonan. Aku pun mengikuti instruksi Bunda.

 

“Kak tepung terigunya di ayak dulu, tempatnya dialasi pakai kertas yang bersih” Suruh Bunda.

“Dik, ambil kertas HVS yang bersih 2 lembar di meja kerja Ayah.” pinta ku pada Adik sambil berjalan mengambil ayakan tepung.

 

“Ini” Adik memberikan 2 lembar kertas HVS padaku. Aku pun menerimanya lalu menyimpannya di atas nampan, tempat untuk mengayak tepung terigu yang Bunda minta. Aku pun mengayaknya dengan perlahan dan hati-hati.

 

“Kak,masukan tepungnya sedikit-sedikit pada adonan yang sedang Bunda uleni.” Perintah Bunda padaku. Aku pun mengikuti instruksi yang Bunda berikan. Memasukkan terigu yang sudah diayak sedikit demi sedikit hingga habis.

“Nah sekarang tinggal dibentuk, Adik kalau mau ikut membuat kuenya cuci lagi tangannya.” Perintah Bunda pada Adik. Adik pun menurut lalu mencuci tangannya di wastapel.

 

“Aku mau membentuk yang seperti bunga.” Spontan Aku mengemukakan ide.

“Kalau begitu ambil dulu cetakannya di lemari lalu cuci dengan bersih.” Pinta Bunda padaku.

 

Aku berjalan mendekati lemari mengambil cetakan lalu mencucinya hingga bersih. Kemudian mengelapnya supaya cepat kering.

 

“Kak olesi dulu cetakannya dengan margarin, kuasnya ada di tempat sendok.” Pinta Bunda lagi. Sesudah selesai mengelap cetakan. Aku mengambil kuas di tempat sendok, lalu mengolesi cetakan dengan margarin seperti yang Bunda pinta.

 

Bunda sudah selesai meratakan adonan menjadi lembaran kurang lebih setengah ins. Lalu memberikannya padaku.

 

“Nih Kak tinggal dicetak pakai cetakan yang ini, lalu masukkan pada cetakan yang ini. kemudian nanti Adik yang memasukkan selai nanasnya satu sendok kecil saja ya, simpan ditengah-tengah.” Bunda menjelaskan cara mencetak adonan nastar yang akan dibuat.

 

Kami membuat kue nastar dengan senang. Bunda yang mengeleng hingga adonan berbentuk lembaran, lalu Aku mencetaknya seperti bunga dan menyimpannya dalam cetakan kecil, sedangkan Adik memasukkan selai nanasnya, kemudian kembali pada Bunda untuk memanggangnya dalam oven. Setelah dipanggang kurang lebih sekitar 20 menit, kue dikeluarhan dari oven dan didinginkan diganti dengan kue yang baru. Setelah kue yang tadi dingin lalu diolesi kuning telur dan ditaburi parutan keju lalu dipanggang lagi kurang lebih 8 menit.

 

“Emmm Bun baunya sudah wangi” Kata Adik sudah mencium wangi kue nastar yang sedang dipanggang.

“Sebentar lagi belum matang betul” terang Bunda menanggapi perkataan Adik.

“Kalau Adik mau mencoba nanti kalau sudah selesai semua dan kuenya sudah dingin. dan makannya jangan di depan Kakak juga. Kasian nanti Kakak tergoda dan mau membatalkan saumnya.” Goda Bunda sambil melirik ke Arahku.

 

“Enggaklah, mana mungkin hanya dengan wangi nastar sampai membatalkan saumku, nggaklah sayang sekali. kalau hanya godaan nastar kecil.” Kataku menanggapi candaan Bunda sambil mengerakkan ibu jari di jari kelingking menegaskan kata kecil dengan gestur tubuh.

“Bercanda, Bunda yakin kok Kakak pasti kuat, tahan terhadap godaan.” Tambah Bunda sambil tersenyum.

 

Karena dilakukan sambil bercanda dan hati senang tanpa terasa sudah terdengar kumandang Azan salat Duhur dari Masjid.

 

“Alhamdulillah sudah Duhur lagi. Ayo tunda dulu, sambil menunggu kue yang sedang dioven matang, kita rapihkan dulu yang ini. Kita lanjutkan nanti setelah salat Duhur.” Perintah Bunda.

 

Aku dan Adik bergegas menuju wastapel untuk mencuci tangan.  Kemudian berwudu di kamar mandi secara bergantian.  Tak lama Kami sudah siap melaksanakan salat Duhur bersama Bunda yang menjadi Imam.

 

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#Nastar


BIG WHY BLOGGER

    Bercerita tentang ngeblog banyak alasan yang masing-masing pribadi menulis blog. Berbagai latar belakang dan tujuan yang menggerakkan ...