Selasa, 10 September 2019

Keseharianku


1. Keseharianku 

Matahari masih tinggi sinarnya sangat menyengat terasa pening di kepala membuat pandangan ku semakin tidak karuan. Debu pinggir jalan yang beterbangan menambah malasnya keluar ruangan walau hanya sekedar untuk membeli makanan. Tapi aku harus pergi meninggalkan sekolah ini karena jam sekolah sudah bubar. Rasa lelah, lapar dan haus menemani kepulangan ku. Dengan tas rangsel di punggung ku jajaki jalanan berdebu dan sengatan matahari yang sekan ada di ubun-ubun.

“Baru pulang Bu! Nggak mampir dulu?” tanya tukang sayur langganan ku.
“Iya nih, nanti saja belanjanya panas nih mau cepat istirahat” jawab ku sambil terus melanjutkan perjalanan.

“Assalamualaikum” ucapku ketika membuka pintu.
“Waalaikum salam” jawab ibuku di dalam kamar sambil berbaring.
Aku masuk kamar ibu setelah membuka sepatu dan kaus kaki serta menyimpan ditempatnya. Ku temui ibu yang sedang berbariing salam dan mencium dahinya.
“Sudah makan, Bu?”tanya ku
“Sudah tadi” jawab ibu masih dalam keadaan berbaring.
“Bu ganti baju dulu ya” pamit ku. Tanpa menunggu jawaban aku meninggalkan kembali ibu menuju kamar ku.

“Teh kalau mau pulang silahkan, terima kasih ya.” Ucapku pada Teh Janah yang menemani ibuku ketika aku kerja. Mengingat hari sudah sore kasian anaknya di rumah bersama neneknya menunggu.
“Oh iya Teteh pulang dulu.” Sambil salaman lalu meninggalkan rumah dan menutup kembali pintunya.

Ku ganti blazer sekolah ku dengan kaos longgar tangan pendek dan training. Ku biarkan rambut ku terbuka tanpa kerudung lalu cuci tangan ke dapur. Ku ambil air minum putih dingin dari galon meminumnya kerongkongan ku yang kering kerontang terasa segar kembali. Badan ku sedikit adem ku ambil jeruk dan memakannya sambil selonjoran melihat televisi sambil istirahat sejenak. Jeruk yang ku makan belum juga habis sudah terdengar suara azan asar berkumandang, ku habiskan jeruk yang ditangan, meminum kembali air yang tersisa, lalu mematikan televisi sambil membawa kulit jeruk ke tempat sampah.

Ku tengok ibu di kamarnya sudah duduk ditempat tidurnya, selesai mendengarkan kumandang azan mengangkat kedua tangannya membaca doa setelah azan lalu bersiap mengambil air wudu.
“Asar atau magrib?” tanya ibuku.
“Asar Bu...” jawabku sambil membimbingnya berdiri untuk ke kamar mandi.

Ibu memang sudah lama tidak melihat, selain karena usia yang sudah udur diperparah dengan penyakit gula yang diidapnya. Sebulan sekali harus kontrol ke dokter dan meminum obat setiap hari agar kandungan gula darahnya terkendali dan tensi darahnya normal.  Ada perasaan iba, trenyuh melihat keadaan ibu.  Walau badannya sudah mulai ringkih tapi dalam menjalankan ibadahnya tak pernah lelah, ibu selalu salat lima waktu begitu waktu salat tiba tak pernah menunda-nunda.

Sambil menunggu mengambil air wudu kubersihkan tempat tidurnya dari sisa-sisa makanan yang tadi siang ibu makan. Kurapikan seprainya dan kutepuk-tepuk bantalnya dan lipat selimutnya. Tak lama ibu selesai wudu kutuntun kembali ke tempat tidur, merapikan pakainya dan kupakaikan mukenanya. Ibu salat dalam posisi duduk menghadap kiblat, ibu sudah tidak kuat salat berdiri. Kutinggalkan ibu yang salat dan aku pun mengambil air wudu dan salat asar.

***
Sedang asik merajang sayuran yang akan dimasak sambil mendengarkan salawat dari gawai yang disimpan di meja makan, sengaja suaranya agak keras supaya terdengar juga oleh ibu, sambil memegang tasbih ibu suka mengikuti salawat yang didengarnya.  Samar-samar  ada yang mengucap salam.

“Assalamualaikum.” Suara laki-laki mengucap salam.
“Waalaikum salam.” Jawabku sambil berjalan ke kamar mengambil kerudung. Sambil memakai kerudung ku dekati pintu dan membukanya.
“Oh Pak RT, mingguan aja atau dengan bulanan?” tanyaku ketika melihat yang mengucapkan salam itu Pak RT. Memang setiap minggu Pak RT suka berkeliling memungut iuran mingguan dan bulanan.
“Mingguan saja” jawab Pak RT
“Tunggu sebentar ya Pak! Silahkan duduk” kataku mempersilahkan Pak RT supaya duduk dikursi yang ada di luar. Aku kembali masuk ke kamar mengambil uang untuk iuran.
“Ini Pak untuk dua minggu” aku menyodorkan uang sepuluh ribu ke Pak RT.
“Oh iya terima kasih” jawab Pak RT menerima dan mencatatnya.

Terdengar suara motor mendekat ternyata bapak baru sampai. Dengan badan lelah membuka helm dan masker serta sarung tangan lalu bersalaman dan mengajaknya masuk Pak RT yang sedang menunggu.

“Baru pulang Pak?” tanya Pak RT setelah bersalaman.
“Iya macet ada mobil pasir mogok di tengah, jadi harus bergantian jalannya” kata bapak bercerita.
“Oh... saya permisi harus keliling lagi belum selesai” pamit Pak RT tidak melanjutkan obrolannya.
“Oh iya.. iya...silahkan” jawab bapak sambil membuka sepatu dan menyimpannya di rak sepatu.
"Assalamualaikum" bapak mengucap salam dan masuk rumah.
Ku cium tangannya dan bapak mencium keningku. Masuk kamar ibu mencium tangan dan keningnya, lalu keluar lagi menyimpan tas di meja belajar dan membuka jaket kulitnya lalu digantung di gantungan baju.
"Minum dulu" tawarku sambil menyodorkan segelas air putih. Bapak mengambilnya sambil duduk di kursi. 
"Bismilahirrahmanirrahiim" lalu meneguknya sampai habis.
"Alhamdulillah, terima kasih" ucapnya sambil menyodorkan gelas yang sudah kosong, baru ke kamar ganti baju dan salat asar.

(Bersambung)

5 komentar:

  1. Boleh saran kan ya 😲, permisi Kak, mgkn di PUEBI-nya saja. Jadi penggunaan tanda baca, huruf kapital & kecil, serta istilah nonbahasa Indo yg harus dimiringkan 🙏😅 smoga berkenan

    BalasHapus
  2. sama dengan komentar di atas, PUEBI juga dialog tag, maaf saya juga masih belajar 😊

    BalasHapus
  3. Isi cerita oke
    Spy lbh bagus tanda baca, pemenggalan kalimat dan penulisan "ku" lbh diperhatikan lagi..
    Maafkeun keusilanku

    BalasHapus

BIG WHY BLOGGER

    Bercerita tentang ngeblog banyak alasan yang masing-masing pribadi menulis blog. Berbagai latar belakang dan tujuan yang menggerakkan ...