1. Keseharianku
Matahari masih tinggi
sinarnya sangat menyengat terasa pening di kepala membuat pandangan ku semakin
tidak karuan. Debu pinggir jalan yang beterbangan menambah malasnya keluar
ruangan walau hanya sekedar untuk membeli makanan. Tapi aku harus pergi
meninggalkan sekolah ini karena jam sekolah sudah bubar. Rasa lelah, lapar dan
haus menemani kepulangan ku. Dengan tas rangsel di punggung ku jajaki jalanan
berdebu dan sengatan matahari yang sekan ada di ubun-ubun.
“Baru pulang Bu! Nggak
mampir dulu?” tanya tukang sayur langganan ku.
“Iya nih, nanti saja
belanjanya panas nih mau cepat istirahat” jawab ku sambil terus melanjutkan
perjalanan.
“Assalamualaikum”
ucapku ketika membuka pintu.
“Waalaikum salam” jawab
ibuku di dalam kamar sambil berbaring.
Aku masuk kamar ibu
setelah membuka sepatu dan kaus kaki serta menyimpan ditempatnya. Ku temui ibu yang
sedang berbariing salam dan mencium dahinya.
“Sudah makan, Bu?”tanya
ku
“Sudah tadi” jawab ibu
masih dalam keadaan berbaring.
“Bu ganti baju dulu ya”
pamit ku. Tanpa menunggu jawaban aku meninggalkan kembali ibu menuju kamar ku.
“Teh kalau mau pulang
silahkan, terima kasih ya.” Ucapku pada Teh Janah yang menemani ibuku ketika
aku kerja. Mengingat hari sudah sore kasian anaknya di rumah bersama neneknya
menunggu.
“Oh iya Teteh pulang
dulu.” Sambil salaman lalu meninggalkan rumah dan menutup kembali pintunya.
Ku ganti blazer sekolah
ku dengan kaos longgar tangan pendek dan training. Ku biarkan rambut ku terbuka
tanpa kerudung lalu cuci tangan ke dapur. Ku ambil air minum putih dingin dari
galon meminumnya kerongkongan ku yang kering kerontang terasa segar kembali. Badan
ku sedikit adem ku ambil jeruk dan memakannya sambil selonjoran melihat
televisi sambil istirahat sejenak. Jeruk yang ku makan belum juga habis sudah terdengar suara azan asar berkumandang, ku habiskan jeruk yang ditangan,
meminum kembali air yang tersisa, lalu mematikan televisi sambil membawa kulit
jeruk ke tempat sampah.
Ku tengok ibu di
kamarnya sudah duduk ditempat tidurnya, selesai mendengarkan kumandang azan
mengangkat kedua tangannya membaca doa setelah azan lalu bersiap mengambil air
wudu.
“Asar atau magrib?”
tanya ibuku.
“Asar Bu...” jawabku
sambil membimbingnya berdiri untuk ke kamar mandi.
Ibu memang sudah lama
tidak melihat, selain karena usia yang sudah udur diperparah dengan penyakit
gula yang diidapnya. Sebulan sekali harus kontrol ke dokter dan meminum obat
setiap hari agar kandungan gula darahnya terkendali dan tensi darahnya normal. Ada perasaan iba, trenyuh melihat keadaan ibu.
Walau badannya sudah mulai ringkih tapi
dalam menjalankan ibadahnya tak pernah lelah, ibu selalu salat lima waktu begitu
waktu salat tiba tak pernah menunda-nunda.
Sambil menunggu
mengambil air wudu kubersihkan tempat tidurnya dari sisa-sisa makanan yang tadi
siang ibu makan. Kurapikan seprainya dan kutepuk-tepuk bantalnya dan lipat
selimutnya. Tak lama ibu selesai wudu
kutuntun kembali ke tempat tidur, merapikan pakainya dan kupakaikan mukenanya. Ibu
salat dalam posisi duduk menghadap kiblat, ibu sudah tidak kuat salat berdiri. Kutinggalkan ibu yang salat dan aku pun
mengambil air wudu dan salat asar.
***
Sedang asik merajang
sayuran yang akan dimasak sambil mendengarkan salawat dari gawai yang disimpan
di meja makan, sengaja suaranya agak keras supaya terdengar juga oleh ibu,
sambil memegang tasbih ibu suka mengikuti salawat yang didengarnya. Samar-samar ada yang mengucap salam.
“Assalamualaikum.” Suara
laki-laki mengucap salam.
“Waalaikum salam.” Jawabku
sambil berjalan ke kamar mengambil kerudung. Sambil memakai kerudung ku dekati
pintu dan membukanya.
“Oh Pak RT, mingguan
aja atau dengan bulanan?” tanyaku ketika melihat yang mengucapkan salam itu Pak
RT. Memang setiap minggu Pak RT suka berkeliling memungut iuran mingguan dan bulanan.
“Mingguan saja” jawab
Pak RT
“Tunggu sebentar ya Pak!
Silahkan duduk” kataku mempersilahkan Pak RT supaya duduk dikursi yang ada di luar.
Aku kembali masuk ke kamar mengambil uang untuk iuran.
“Ini Pak untuk dua
minggu” aku menyodorkan uang sepuluh ribu ke Pak RT.
“Oh iya terima kasih”
jawab Pak RT menerima dan mencatatnya.
Terdengar suara motor mendekat
ternyata bapak baru sampai. Dengan badan lelah membuka helm dan masker serta
sarung tangan lalu bersalaman dan mengajaknya masuk Pak RT yang sedang
menunggu.
“Baru pulang Pak?”
tanya Pak RT setelah bersalaman.
“Iya macet ada mobil
pasir mogok di tengah, jadi harus bergantian jalannya” kata bapak bercerita.
“Oh... saya permisi
harus keliling lagi belum selesai” pamit Pak RT tidak melanjutkan obrolannya.
“Oh iya.. iya...silahkan”
jawab bapak sambil membuka sepatu dan menyimpannya di rak sepatu.
"Assalamualaikum" bapak mengucap salam dan masuk rumah.
Ku cium tangannya dan bapak mencium keningku. Masuk kamar ibu mencium
tangan dan keningnya, lalu keluar lagi menyimpan tas di meja belajar dan membuka jaket kulitnya lalu digantung di gantungan baju.
"Minum dulu" tawarku sambil menyodorkan segelas air putih. Bapak mengambilnya sambil duduk di kursi.
"Bismilahirrahmanirrahiim" lalu meneguknya sampai habis.
"Alhamdulillah, terima kasih" ucapnya sambil menyodorkan gelas yang sudah kosong, baru ke kamar ganti baju dan salat asar.
(Bersambung)
Mohon sarannya
BalasHapusBoleh saran kan ya 😲, permisi Kak, mgkn di PUEBI-nya saja. Jadi penggunaan tanda baca, huruf kapital & kecil, serta istilah nonbahasa Indo yg harus dimiringkan 🙏😅 smoga berkenan
BalasHapussama dengan komentar di atas, PUEBI juga dialog tag, maaf saya juga masih belajar 😊
BalasHapusIsi cerita oke
BalasHapusSpy lbh bagus tanda baca, pemenggalan kalimat dan penulisan "ku" lbh diperhatikan lagi..
Maafkeun keusilanku
Isi ceritanya bagus 😊
BalasHapus