”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”
(Part 2 tamat)
Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini
kembali bertemu. Mereka membawa alat dan bahan yang diperlukan untuk praktek
membuat masker. Dewi ternyata membawa kain perca dengan banyak. Warnanya pun
bermacam-macam. Semuanya berbahan kaos yang lembut dan tipis, sehingga
memudahkan untuk dijait manual memakai tangan.
“Dewi mana guntingnya? Hani bertanya sambil mendekati
meja Dewi. Dewi mengeluarkan gunting dari tasnya. Hani mengambil gunting dari
tangan Dewi. Lalu mencetak pola masker yang telah dibuatnya semalam pada kain
perca yang dibawa Dewi.
“Nah ini dicetak dulu seperti ini, lalu sisi-sisinya
ditandai pakai pencil. Kemudian sisinya nanti digunting tapi dilebihkan dari
garis penanda ini.” Hani memberi contoh yang diperhatikan Dewi dengan antusias.
Setelah selesai menandai Hani memberi contoh menggunting
jangan sampai salah. Lalu membawa pola dan kain perca yang lain ke meja Ana. Melakukan hal yang sama seperti pada Dewi
hingga semuanya mendapatkan giliran.
”Bu cara jaitnya bagaimana?” Dewi bertanya setelah
selesai menggunting kain percanya.
”Masukkan dulu benang pada lubang jarumnya, baru nanti
dijaitnya yang sebelah sini sampai ke sini, dan yang ini sampai ke sini.” Hani
memberi petunjuk pada Dewi sambil menunjukkan yang mana yang harus dijait.
”Setelah selesai kedua sisi yang panjang dijahit. Lalu
masukkan ujung kain yang satu masuk dan keluarkan diujung berlawanan. Sehingga
jaitan yang kasar ada di dalam, dan jaitan yang rapih ada diluar.” Hani kembali
mengacungkan masker yang telah dibalikkan supaya semuanya dapat melihat
hasilnya.
”Sudah semuanya?” Tanya Hani sambil berkeliling melihat
hasil pekerjaan peserta didiknya.
”Kalau sudah dibalikkan, rapihkan sisi-sisinya supaya
seimbang dan merata.” dengan sabar Hani menunggu kerja anak-anaknya.
”Kalau sudah, langkah berikutnya lipat ujung kain yang
satu ini, lalu masukkan karetnya, setelah itu baru jait lagi jangan sampai
lepas. Lanjutkan dengan ujung yang satu lagi. Selesai deh.” Hani menyelesaikan jaitannya kemudian merapikan
kembali masker jaitannya.
Sambil menunggu anak-anak menyelesaikan pekerjaannya dan
memberi contoh tahap demi tahap yang harus dilakukan. Hani mengguting kain
perca sesuai pola dengan agak banyak. Demikian juga dengan karetnya. Setelah
semuanya menyelesaikan pekerjaannya dan dengan bangga memperlihatkan hasil
karyanya. Walaupun jahitannya kurang rapih tapi mereka sudah mengerti
dasar-dasar membuat masker dari kain perca.
”Nah
anak-anak yang hebat. Kalian sudah paham
kan langkah-langkah membuat masker dari kain perca? Untuk selanjutnya, ini Ibu
akan bagikan bahan-bahannya, nanti di rumah kalian jait seperti tadi. Usahakan
menjahitnya jangan terburu-buru supaya hasilnya rapih, dan jahitannya kuat.
Sehingga nanti kalian bisa memakainya untuk keperluan sendiri, kalian pasti
bangga kan bisa membuat masker sendiri dan memakainya. Dan tentu saja pasti tahan
lama karena jaitannya rapih dan kuat.” Hani memberi tugas yang harus dilakukan
di rumah, agar anak-anak lebih terampil lagi membuat masker yang dapat dipakai
oleh anak itu sendiri.
Diwaktu senggangnya ketika libur di rumah. Hani membuat
masker dari kain perca sisa latihan peserta didiknya. Awalnya hanya mengisi
waktu senggang, membuat masker cadangan
untuk di rumah dan disekolah. Kadang-kadang ada saja anak yang tidak membawa
masker saat datang ke sekolah. Walaupun sudah diperingatkan.
Karena warna yang bervariasi terkadang juga dipadukan dua
warna yang serasi. Ditambah jaitannya yang rapi karena memakai mesin jait
peninggalan ibunya. Banyak guru lain yang memesan terutama untuk anak-anaknya
dengan warna dan motifnya lucu-lucu. Apalagi setelah Ibu Ersa rekan kerjanya
sesama guru memposting hasil karyanya di facebook. Hani mulai kebanjiran
pesanan masker sesuai warna dan motif yang mereka pesan.
Sebenarnya bukan sengaja memposting maskernya. Tapi dalam
rangka memperingati HUT RI 17 Agustus 1945. Hana berinisiatif membuat masker
merah putih, lalu dibagikan pada peserta didiknya. Terus peserta didiknya
diminta untuk memakainya. Dan
mengirimkan foto dengan memakai masker tersebut serta posisi hormat bendera dan
tangan terkepal tanda merdeka. Dari kumpulan foto-foto tersebut dibuatkanlah video.
Foto yang posisi hormat bendera diiringi lagu “Indonesia Raya”, sedangkan
foto-foto dengan tangan terkepal diiringi lagu “Hari Merdeka”.
Awalnya dibagikan di grup sekolah, lalu di grup kelas. Kemudian
Bu Ersa mempostingnya di facebook sekolah. Akhirnya banyak anak-anak yang
membagikan ulang video tersebut.
Berawal
dari niat membantu anak-anak yang kurang mampu. Allah membukakan jalan untuk rezeki keluarga Hani.
Alhamdulillah hasil penjualan masker dari kain percanya sudah bisa memperbaiki
gawai Dini. Dan membantu uang makan sehari-hari juga uang kuliah Danang.
Pada awal suaminya di rumahkan dari tempat kerjanya dulu
tiga bulan yang lalu. Hani merasa pesimis tidak mampu meneruskan membiayai
kuliah anaknya. Tapi Allah memberikan jalan rizki yang lain bagi keluarganya.
Dengan berkarya membuat masker kain perca disisa waktu mengajarnya.
Ya mungkin benar Allah memberi apa yang kita butuhkan,
bukan memberi apa yang kita inginkan. Hani hanya merasa semakin yakin, Allah
tidak memberikan kesulitan pada orang yang tidak mampu menyelesaikannya. Dan
Allah selalu memberikan solusi dari setiap kesulitan yang dihadapi. Dan Hani hanya dapat
menyarankan selalu melibatkan Allah dari setiap keputusan yang diambil. Dan
selalu bersyukur atas segala apa yang kita dapatkan.
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar