Sabtu, 19 Februari 2022

Bab 9 Pertemuan (lanjutan)


 

Bab 9 Pertemuan (lanjutan)

 

Dokter Zaisal memberikan tisu pada Hera lalu mengelus punggung Hera dan memeluknya menyalurkan kekuatan agar Hera tetap tegar dan kuat melalui semuanya. Demikian juga dokter Alisya memberikan tisu pada Ibu Valerina dan memeluknya dari samping memberi dukungan agar bersabar menghadapinya. 

Setelah agak lama menumpahkan sesak dalam dada karena sedih, Ibu Valerina melanjutkan lagi pembicaraannya.

“Nak boleh ibu minta tolong kembali?” Tanyanya dengan ragu, tatapannya tak lepas penuh harap pada netra Hera. Tangannya dengan erat menggenggam tangan Hera.

“Ibu ingin minta tolong apa? In Sya Allah kalau Hera bisa akan Hera kabulkan.” Hera balik bertanya tak tega melihat tatapan si Ibu yang menghiba penuh damba.

Valerina tak langsung berbicara. Tatapan mata yang penuh dengan air mata kini beralih pada dokter Zaisal seakan meminta izin. Setelah yang ditatap menganggukkan kepalanya, tatapannya kini beralih pada dokter Alisya. Dokter Alisya pun memberikan anggukan, sama seperti yang dokter Zaisal lakukan.

Setelah mendapat anggukan kepala dari keduanya, seakan mendapat kekuatan Ibu Valerina kembali membuka mulut dan berkata.

“Sebenarnya setelah mendengar kisah kamu yang menolong putraku. Juga nenekmu yang menjadi korban. Ibu malu untuk meminta tolong kembali padamu. Rasanya terlalu banyak hutang budi padamu. Tapi... setelah menjalani perawatan selama sebulan terus menerus. Ibu mulai penat. Badan ibu terasa sakit. Apalagi kalau mencium bau obat. Kepala ibu rasanya pusing. Tak enak makan. Mungkin karena sudah tua. Badan Ibu Tak sekuat dulu lagi. Tak ada yang dapat menggantikan merawat Varis. Jadi...”  Ibu Valerina tak melanjutkan bicaranya.

Keraguan tampak dari sorot matanya. Tangannya gemetar terasa dingin dirasa dalam genggaman Hera. Dan genggamannya semakin kuat menahan air bening yang kembali bergelantung dibibir matanya.

Hera mengelus punggung tangan Ibu Valerina. Sesekali tangan kirinya mengusap air mata yang lolos dipipi halus Ibu Valerina.

“Jadi...” Hera masih menatap Ibu Valerina memberi kekuatan dan semangat juga harapan.

“Jadi...Ibu mohon Nak Hera mau membantu Ibu merawat Varis. Bukan Ibu tak mau merawat Varis. Cuma kalau terus-menerus badan ibu tak tahan. Jangan-jangan nanti malah sakit semua.” Tatapan mata Ibu Valerina tak lepas menatap wajah Hera. Demikian juga dengan tangannya semakin erat dan digoyang-goyangkan meminta bantuan. Seakan mau bersujud dan mencium tangan Hera, Ibu Valerina membungkukkan badannya.

Masih menggenggam tangan Ibu Valerina. Hera beranjak mendekati Ibu Valerina lalu merangkul Ibu itu dengan kasih. Sambil mengusap-ngusap punggung badannya dengan lembut.

“In Sya Allah Bu akan Hera bantu. Semoga Hera dapat membantunya. Dengan senang hati pasti akan Hera bantu.” Jawabnya meyakinkan.

“Terima kasih Nak.” Dengan senyum sumringah Ibu Valerina kembali memeluk Hera dengan perasaan lega dan merasa beban yang menghimpit didadanya seakan berkurang.

“Alhamdulillah.”

“Alhamdulillah.” dokter Zaisal dan dokter Alisya hampir bersamaan mengucap alhamdulillah.

“Akhirnya ada solusi dari permasalahan yang dihadapi.” dokter Zaisal melanjutkan.

“Ayo minum dulu” Dokter Alisya memberikan gelas air minum pada Ibu Valerina. Dan diterima oleh Ibu Valerina lalu meminumnya beberapa tegukan. Kemudian menyimpannya kembali ditempat semula.

Hera pun mengambil air minumnya lalu meneguknya beberapa tegukan setelahnya membaca doa. Setelah kerongkongannya basah dan memberikan kesegaran kembali. Hera membaca alhamdulillah lalu menyimpan kembali gelas dalam genggamannya di atas meja yang ada dihadapannya.

 

Jumat, 18 Februari 2022

BURUNG MERAK


 

Burung Merak

 

Hai teman-teman ada yang tahu dengan burung satu ini?

Ya benar burung ini terkenal dengan nama burung merak. Burung merak biru atau burung merak India berasal dari India dan Sri Langka dengan nama ilmiah Pavo Cristatus.

Sedangkan burung merak asli Indonesia berwarna hijau. Burung merak ini sudah mengalami krisis karena perburuan dan pengrusakan habitat aslinya. Burung merak ini ada di Jawa dan Myanmar dengan nama ilmiah Pavo Muticus.

Burung ini mempunyai warna biru gelap mengkilap. Hidup di alam bebas dengan masa hidup sekitar sepuluh sampai dua puluh lima tahun.

Berung ini berkembangbiak dengan bertelur kurang lebih tiga sampai delapan butir sekali bertelur. Dengan perkembangan cukup setabil.

Pakan burung merak berupa biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, serangga juga berbagai jenis hewan kecil seperti cacing, laba-laba dan kadal kecil.

Ekor cantik burung merak hanya dimiliki merak jantan. Ekor yang panjang dan mempesona dipamerkan untuk menarik perhatian betina.

Merak jantan akan mengangkat ekor dan menyebarkan serta menggetarkannya didepan betina. Getaran inilah yang ditangkap merak betika oleh jambul yang ada dikepalanya.

Bulunya yang melebar dan bergetar dengan suara gemerisik. inilah yang menarik perhatian betina. Warna yang mencolok dengan perpaduan warna yang eksotik. Perpaduan warna coklat, biru, hijau dan hitam seakan membentuk mata. Bulatan-bulatan warna yang memesona dan membuat terpana.

Merak jantan akan menggugurkan bulu-bulunya secara alami setiap setahun sekali, terutama setelah musim kawin. Jadi manusia dapat mengumpulkannya tanpa menyakiti burung itu.

Sedangkan  merak betina tidak mempunyai ekor panjang dan mencolok. Hal ini memudahkannya bersembunyi dari predator terutama saat merak betina sedang mengerami telur dan membesarkan anak-anaknya sendirian.

Sungguh Allah Maha Sempurna dengan segala ciptaannya. Mengapa manusia terlalu serakah dengan menginginkan semuanya. Mengapa tidak merasa cukup menikmati dengan melihat keindahannya, tanpa perlu memiliki dan merusak habitat alaminya. Tapi mungkin itulah kelebihan manusia belum merasa puas bila belum memiliki. Hingga manusia mempunyai motivasi untuk belajar dan belajar lagi. Entahlah ....

Rabu, 16 Februari 2022

Bab 9 Pertemuan


 

Bab 9 Pertemuan

Hera sudah duduk di kursi yang ada di ruang kerja dokter Zaisal. Dia baru saja selesai makan siang di kantin rumah sakit setelah salat dhuhur di Masjid yang letaknya bersebelahan dengan kantin.

Hera mengambil benda pipih berwarna putih, membuka kuncinya lalu mencari nomor dokter Zaisal. Setelah menemukannya lalu memencetnya dan menunggu telepon tersambung.

“Assalamualaikum Yah, Hera sudah ada di ruang kerja ayah, ayah dimana?” tanyanya melalui telepon.

“Waalaikum salam, ayah di ruang rawat Varis tunggu sebentar lagi ayah ke sana dengan Ibu Valerina”.jawab telepon diseberang sana.

“Baiklah Hera tunggu disini, Assalamualaikum.” Hera memutus telepon setelah mendengar jawaban salam dari ayahnya.  Lalu membuka aplikasi novel untuk melanjutkan membacanya sambil menunggu ayah dan Ibu Valerina.

 “Assalamualaikum, “ Tak berapa lama ada yang mengucapkan salam, dibalik pintu muncul dokter Alisya masuk  masih lengkap dengan stelly dan stetoskopnya.

“Waalaikum salam” Jawab Hera sambil berdiri dan mencium punggung tangan Bundanya.

“Kok sendiri ayah kemana?” Tanyanya sambil terjalan menuju sopa yang ada diruangan itu.

“Masih di ruang  inap Pak Varis, tadi sudah ditelpon katanya nanti langsung kesini.” Hera menjelaskan.

“Bunda mau minum?” Tanyanya pada Alisya.

“Boleh, yang hangat ya seperti biasa.” Pinta Alisya pada Hera.

“Oke” Jawabnya. Lalu melangkah mendekati dispenser mau membuat minuman untuk dokter Alisya bunda angkatnya.

Baru saja Hera meletakkan cangkir minuman untuk Bundanya.  Terdengar yang mengucap salam dan pintu dibuka dari luar. Hera mendongak melihat ke arah pintu. Dokter Zaisal masuk diikuti oleh seorang ibu paruh baya tapi masih cantik,  diperkirakan usianya sama dengan Bunda Alisya.

“Hera kenalkan ini Ibu Valerina mamanya Varis, Valerina ini Hera anak angkatku.” Dokter Zaisal mengenalkan kami.

Hera mencium punggung tangan keduanya bergantian. Lalu mengambil air minum dalam cangkir dan meletakkannya di meja. Semuanya duduk melingkar di sopa yang ada di ruang itu.

“Nak, seperti yang diceritakan kemarin Ibu Valerina ini mau bertemu dan berbicara dengan mu.” Dokter Zaisal memulai pembicaraan.

“Iya Ayah” Jawab Hera lembut.

“Valerina silahkan berbicara, apa yang akan dibicarakan? santai saja. Dokter Zaisal mempersilahkan pada Valerina untuk berbicara. “Hera juga tidak ada acara lain lagi kan?” Tatapannya beralih pada Hera yang masih mendengarkan.

“Iya ayah tidak ada” Jawab Hera lagi singkat.

“Ehmm Nak, pertama Ibu mengucapkan terima kasih karena telah menolong anak ibu, Ibu tidak tahu bagaimana keadaannya bila kamu tidak menolongnya.” Ucap Valerina terbata, tatapannya tak lepas dari wajah Hera.  

“Sama-sama Bu, kebetulan saja pada waktu itu saya ada disekitar itu sehingga bisa menolong anak Ibu.” Jawab Hera rendah hati.

“Terima kasih Nak, terus Ibu juga ikut berbela sungkawa atas meninggalnya nenekmu yang menjadi korban kecelakaan helikopter itu. Maafkan Ibu, sebelumnya Ibu tidak tahu ada korban lain dalam kecelakaan itu selain pilot dan anak Ibu. Maaf Ibu baru datang menemui mu, kalau saja dokter Zaisal tidak bercerita mungkin Ibu tidak akan tahu apa-apa. Ibu terlalu shok mendengar kecelakaan itu, sehingga ibu menutup diri dan tidak mau mendengar berita mengenai kecelakaan itu. Sekali lagi mohon maaf, begitu pun anak ibu Varis mohon dimaafkan.” Ibu Valerina menangkubkan kedua telapak tangannya didepan dada sambil mengangguk-anggukan kepalanya didepan Hera.

“Iya Bu tidak apa-apa, Hera juga tidak mau banyak orang tahu mengenai kejadian itu dan bertanya pada Hera. Jadi Hera lebih banyak diam dan tak bercerita. Bukan salah siapa-siapa mungkin inilah taqdir yang harus diterima Hera. Hera berusaha ikhlas dan tidak menyalahkan siapa-siapa. Mungkin Hera mohon doanya dari semuanya semoga nenek khusnul khotimah dan mendapat surganya Allah, aamin.”  Jawab Hera dengan suara serak karena menahan isak, air mata bening tak kuasa ditahan lagi turun membasahi pipinya yang mulus, meluncur deras membentuk dua anak sungai.

Dokter Zaisal memberikan tisu pada Hera lalu mengusap-usap punggung Hera dan memeluknya menyalurkan kekuatan agar Hera tetap tegar dan kuat melalui semuanya. Demikian juga dokter Alisya memberikan tisu pada Ibu Valerina dan memeluknya dari samping memberi dukungan agar bersabar menghadapinya. 

 

Senin, 14 Februari 2022

Bab 8 Pertemuan




 Bab 8  Pertemuan

“Assalamualaikum, “ Ucap Hera ketika memasuki rumah dokter Zaisal. “Eh tidak dinas Dok? tanyanya sambil mendekati dokter Zaisal yang duduk di ruang tamu. Lalu mencium punggung tangan dokter itu dengan takjim.

“Waalaikum salam, ada jadwal operasi nanti jam empat baru berangkat. Dari mana dulu kok siang.” Dokter Zaisal balik bertanya.

“Rapat IGTK cara pengisian rapot yang baru, sebentar lagi pembagian rapot dan izasah untuk anak yang mau ke SD.” Jawab Hera masih di depan dokter Zaisal.

“Sudah makan?” Tanyanya lagi sambil menatap Hera yang masih berdiri dihadapannya.

“Belum Dok, tadi waktunya mepet jadi Cuma salat doang.” Jawab Hera nyengir memperlihatkan gigi putihnya merasa bersalah.

“Kalau begitu makan dulu, nanti sesudah makan kesini lagi ada hal yang ingin dibicarakan.” Perintah dokter Zaisal masih sambil memegang koran yang dibacanya.

“Baik Dok,” Jawab Hera sambil berlalu meninggalkan dokter Zaisal dengan korannya.

Tak berapa lama Hera kembali mendekati dokter Zaisal di ruang tamu masih dengan korannya. Hera membawa segelas jus jeruk yang dibuatnya dan menyimpannya di meja di hadapan dokterZaisal.

“Dok jus jeruk” Tawarnya pada dokter Zaisal.

“Eh iya terima kasih” lalu meminumnya perlahan hingga habis setengah, lalu menyimpannya kembali di atas meja.

“Ada apa Dok?” tanya Hera penasaran ingin segera tahu apa yang akan dibicarakan.

Dokter Zaisal tak langsung menjawab. Menarik napas panjang lalu mengeluarkannya lagi perlahan sebelum memulai menjawab.

“Begini, pertama, kamu itu sudah menjadi anakku, tak elok kedengarannya jika kau masih memanggilku dokter. Walau aku tahu panggilan dokter adalah panggilan kesayanganmu sedari kecil. Yang paling penting aku ingin dipanggil Ayah oleh anakku. Sehingga aku merasa menjadi seorang ayah.” Pintanya sambil menatap Hera penuh harap.

“Eh i..iya Dok...eh Ayah” Jawab Hera terbata masih kaku untuk memanggil dokter Zaisal ayah.

“He he he terima kasih, adeem rasanya hatiku, dipanggil ayah, berasa punya anak.” Kekeh tawanya terdengar renyah serta wajah cerah terlihat menggambarkan rasa senang dihatinya. 

“Kedua, Hera kan tahu Varis lelaki yang kamu tolong itu. Setelah koma beberapa hari dan sekarang berangsur pulih. Namun untuk perawatan kakinya sampai bisa berjalan memerlukan waktu agak lama. Kamu juga kan tahu Varis tidak mau didekati oleh siapapun baik dokter maupun perawat. Kecuali Valerina ibunya, aku dan Bundamu.” Dokter Zaisal menjeda ucapannya.

“Aku belum tahu mengapa Varis tidak mau dirawat oleh dokter lain atau oleh perawat. Sejak siuman dari komanya dia terus marah-marah tak jelas. Terkadang berdiam diri terus menerus tak menanggapi orang-orang yang berinteraksi disekitarnya.  Sepertinya dia terlalu shok ditinggalkan oleh tunangannya.” Dokter Zaisal menjeda lagi ucapannya, tatapannya terus memperhatikan gerakan yang dilakukan Hera mempelajari reaksi yang ditimbulkan karena ucapannya.

Hera masih diam menunduk tak berani menatap langsung wajah dokter Zaisal yang sedang berbicara. Tangannya saling tertaut menahan rasa gugup, mendengarkan cerita orang yang pernah ditolongnya.

“Waktu kamu menyuapinya makan, Ibu Valerina melihat dan memperhatikan reaksi dari Varis. Dia terkejut sekaligus juga senang karena Varis tidak mengusir kamu tapi malah menurut apa yang kamu perintahkan. Kemarin Ibu Valerina berbicara dan bertanya tentang kamu. Dan Ibu Valerina meminta kesempatan untuk berbicara langsung pada kamu. Beliau ingin bertanggung jawab dan memberikan konvensasi atas kerugian dari kecelakaan helikopter itu. Dan berterima kasih atas pertolongan yang kau berikan. Beliau juga ikut berduka cita atas meninggalnya nenekmu. Juga meminta maaf karena baru tahu apa yang terjadi pada keluargamu.” Lanjut dokter Zaisal.

“Aku tidak akan mempengaruhi pendapat mu, kalau kamu bersedia bertemu dengan ibu Varis aku izinkan. Kalau pun kamu tidak bersedia juga akan aku kabarkan pada Ibu Valerina. Kalau kamu bersedia bertemu berarti kamu harus siap mengingat kembali kejadian itu.” Dokter Zaisal menjelaskan panjang lebar.

“In Sya Allah Yah, aku siap bertemu dengan ibu Valerina. Mungkin bisa di ruangan ayah saja ngobrolnya. Agar Ibu Valerina juga tidak terlalu jauh meninggalkan Pak Varis sendiri. Besok sepulang dari sekolah Aku ke Rumah Sakit. Ayah bisa mengabari Ibu Valerina.” Jawab Hera memberikan kepastian pertemuannya.

“Terima kasih Nak, kamu memang anak penurut.” Gemasnya sambil mengusap puncak kepala Hera.

“Ayah bersiap dulu sebentar lagi berangkat. Kamu istirahatlah!” Pamitnya, lalu melangkah menuju kamarnya meninggalkan Hera di ruang tamu. Sambil membawa gelas jus yang kosong Hera melangkahkan kakinya menuju dapur, Lalu mencuci gelas dan menyimpannya kembali di rak. Hera kembali ke kamarnya untuk istirahat. 

Minggu, 13 Februari 2022

Ulasan Novel Mas Dosen


 

Mas Dosen

 

Novel dengan judul “Mas Dosen” karya Suratmi setebal 431 halaman dengan 22 judul. Menceritakan seorang mahasiswi yang bernama Sahira Asma berusia 21 tahun. Mahasiswi tingkat akhir berhasil lulus dengan predikate cumlaude. Keberhasilannya dibidang  pendidikan, tidak sejalan dengan kisah asmaranya. Mencintai laki-laki teman kakaknya  Agam Permana sejak lama. Dan namanya selalu dilangitkan dalam sujud malamnya. Tak lantas memperlancarkan kisah cintanya.  

Setelah lama tak jumpa karena Agam pergi ke kota. Dan tak ada kabar karena persahabatannya dengan kakak Abim pun menjadi retak. Sahira pun tak tahu penyebab dari keretakan persahabatan itu.

Kini Sahira dipertemukan di kota saat Agam menjadi dosennya. Dan terlebih menjadi dosen pembimbing skipsinya. Cintanya untuk Agam menjadi lebih menggebu. Teman-temannya banyak yang tahu kalau Sahira mencintai Agam karena keantusiasan Sahira pada Agam. Walaupun Sahira sendiri hanya bisa diam. Demikian juga keluarganya tahu akan perasaan Sahira pada Agam begitu pun Abim kakaknya.

Sayangnya cinta Sahira tak berbalas karena Agam sangat mencintai Maya. Sahira menyatakan cintanya pada Agam saat dia sedang membantu persiapan pernikahan Agam dengan Wilona karena perjodohan. Agam kaget dengan pernyataan cinta Sahira, dan meminta maaf karena tidak mempunyai perasaan yang sama pada Sahira.

Walaupun merasa terluka dan patah hati, tapi Sahira terus memaksakan diri membantu persiapan pernikahan Agam dan Wilona atas permintaan ibunda Agam yang juga masih tetangganya.

Di malam hari saat besok akan diadakan akad nikah dan resepsi. Wilona melarikan diri meninggalkan Agam sendiri. Ibunda Agam menjadi panik dan menangis sembunyi-sembunyi. Menghindari pertanyaan tetangga dan sanak saudara karena kepergian pengantin wanita.

Novel ini bercerita tentang sakitnya kisah cinta sendiri. Walaupun diperjuangkan tapi rasa  bukan kuasa manusia. Benar cinta itu anugrah maka berbahagialah yang dianugrahi cinta. Syukurilah cinta yang kita rasa, hargailah orang-orang yang mencintai kita. Sebab kita tidak tahu kapan cinta akan berpindah.

Hanya Allah yang dapat membulak-balikan rasa. Cinta yang dipaksakan akan berubah menjadi obsesi. Cinta yang ikhlas tak harus memiliki. Dan cinta tidak identik dengan jodoh. Siapa yang kita cintai hari ini belum tentu menjadi jodoh disuatu hari nanti. Atau orang yang belum kita cintai Allah berikan pada kita sebagai jodoh, itu pun tak dapat dihindari. Yang Allah berikan adalah apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Maka yakinlah Allah selalu memberikan yang terbaik bagi mahluknya. Maka syukuri apa yang kita miliki, supaya Allah memperkenankan apa yang kita harapkan.

Novel ini sebaiknya dibaca oleh remaja, bisa diambil hikmah bagaimana cara menata hati kala terpuruk saat tidak dihargai. Atau ketika mencintai tapi tak berbalas. Atau bisa mewaspadai ketika saling mencintai tapi ada hal lain yang mempengaruhi sehingga rasa benci mendominasi.


#RCO10

#OneDayOnePost

#ReadingChallengeODOP10

#AntiBookShaming

#BacaBukuLegal 


Sabtu, 12 Februari 2022

Bab 7 Mencari Tahu (lanjutan)



Bab 7 Mencari Tahu (lanjutan)

“Oh emmh” Kerutan di wajah dokter Zaisal mengurai. Raut wajah cerah kembali tampak, tanda mengerti dengan permasalahan yang dihadapi dan diinginkan sahabatnya.

Perbincangan pun terhenti sementara, karena pelayan menghampiri menyajikan makanan pesanan mereka. Tak berapa lama Alisya datang dan bergabung makan bersama.  Sekali-kali terdengar tawa yang diselingi canda terdengar dari obrolan mereka.

                Setelah semuanya menyelesaikan makannya,  Ibu Valerina kembali bertanya.

“Kembali pada pembicaraan awal jadi bagaimana?” Tanyanya tidak sabar menunggu jawaban dokter Zaisal. Alisya menatap keduanya bergantian tak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Valerina.

“Kita bicarakan di ruanganku, sekalian Alisya juga belum tahu yang tadi diceritakan.” Ajaknya lalu ketiganya keluar dari Kantin menuju ruangan dokter Zaisal setelah membayar makanan yang mereka makan.

Setibanya di ruang dokter Zaisal mereka duduk melingkar dengan terhalang meja yang berada di tengah.

“Duduklah buat dirimu nyaman.” pinta dokter Zaisal pada Valerina temannya. Sepasang suami istri dan sahabatnya itu duduk di sopa yang ada di ruang dokter Zaisal.

Dokter Zaisal menceritakan ulang apa yang tadi diceritakan oleh Valerina padanya mengenai apa yang dilihatnya tadi pagi pada istrinya.

“Eh iya aku ngerti” Alisya mengangguk tanda mengerti apa yang dibicarakan. “Dan aku pun tahu bagaimana sikap Varis terhadap dokter lain dan perawat.” Tambahnya.

“Jadi bagaimana? kau tahu kan siapa gadis itu dan dimana rumahnya?” Valerina bertanya lagi tak sabar ingin tahu mengenai gadis itu.

DokterZaisal menarik napas berat, lalumenghembuskannya perlahan. Kemuadian mendehen menetralkan tenggorokannya yang terasa kering, sebelum bercerita.

“Sebenarnya si Hera ini sekarang jadi anak angkatku. Dia sekarang diam di rumahku, karena semua keluarganya sudah meninggal, terakhir neneknya meninggal seminggu yang lalu. Asal kau tahu dia yang menolong putramu si Varis saat kecelakaan Helikopter itu. Dan neneknya menjadi korban yang tertimpa reruntuhan kecelakaan itu. Namun dia memintaku untuk tidak memberitahu siapa pun mengenai dia yang menolong korban kecelakaan itu. Dia tidak ingin jadi pusat perhatian. Dia tak nyaman bila wartawan mengejarnya untuk mencari berita. Jadi aku pun berharap padamu tidak menceritakan lagi pada siapapun mengenai hal ini. Demi menjaga keamanan dan kenyamanan dia.” Pinta dokter Zaisal sambil menatap sahabatnya itu untuk menyakinkan.

“Ehmmm kasian sekali anak itu, aku akan tanggung jawab memberikan konvensasi atas kerugian akibat kecelakaan itu. Ya aku tidak akan menceritakannya lagi pada siapa pun, aku janji.” Ujar Valerina dengan berkaca-kaca menahan kesedihan dan merasa prihatin atas keadaan gadis itu.

“Anak itu tidak memikirkan hartanya yang hilang. Dia hanya terpukul dengan keadaannya yang sendiri, karena tidak ada lagi sanak saudara yang dia punya. Baik dipihak ayah maupun dipihak ibu, dia tidak tahu riwayat keluarganya. Makanya kami memintanya untuk tinggal di rumah kami dan mengangkatnya anak.” Jelas dokter Alisya menimpali.

“Mendengar ceritamu sepertinya gadis itu baik sekali. Rela menolong tanpa memikirkan keadaannya sendiri. Boleh aku bertemu dengannya? Aku ingin meminta maaf dan mengucapkan turut berbela sungkawa atas meninggal neneknya. Sampaikan permintaan maafku juga permohonanku. Mudah-mudahan dia mau bertemu denganku, aku ingin meminta maaf langsung padanya.” Tanya Valerina tak yakin.

“Padanya aku merasa seperti pada anak kandung saja. Apalagi kami tidak punya anak. Dulu waktu masih di Jakarta dia sering dibawa main oleh ayah dan ibunya. Dia selalu menyebutku Om dokter. Masih terdengar dia memanggilku doktel dengan mulut mungilnya yang belum bisa menyebut “R”. Dokter Zaisal terkekeh mengingat Hera diwaktu kecil.

“Sebenarnya aku masih ingin mengobrol disini. Banyak hal yang ingin aku tanyakan. Tapi Varis di ruangan sendirian, khawatir dia memerlukan sesuatu dan tak dapat menjangkaunya. Lain waktu kita ngobrol lagi, jangan bosan kau ngobrol denganku.” Pinta Valerina pada pasangan suami istri itu.

“Oh baiklah nanti akan aku coba ceritakan dan menyampaikan permintaanmu untuk bertemu langsung,  mudah-mudahan dia mau. Mudah-mudahan dia siap untuk mengingat kembali kejadian saat kehilangan neneknya yang sangat dia cintai. Mengenai hasilnya tapi aku tidak mau janji, semuanya terserah pada keputusan dia.” Tegas dokter Zaisal.

“Ya aku tunggu kabarnya, mudah-mudahan ada kabar baik. Oh iya terlalu lama meninggalkan si Varis aku pamit dulu. Terima kasih atas informasi dan bantuannya. Aku tunggu kabar selanjutnya.” Valerina beranjak dari duduknya keluar dari ruangan dokter Zaisal kembali menuju ruang rawat Varis, yang diantar oleh pasangan suami istri itu sampai pintu depan.

 

 

Jumat, 11 Februari 2022

Bab 7 Mencari Tahu

 

Bab 7 Mencari Tahu

Aku

“Assalamualaikum, Dok mau minta waktu mau konsultasi mengenai Varis.”

Setelah lama belum ada tanda-tanda WA nya dibaca. Ibu Veleria menyimpan kembali teleponnya di atas meja. Lalu merebahkan badannya di sopa tak lama dia pun tertidur.

***

                Setelah salat duhur dan menyuapi Varis makan siang. Ibu Valerina pamit pada Varis mau menghadap pada dokter Zaisal.

“Ris, Bunda ke kantin dulu yah tadi sudah janjian sama dokter Zaisal ada sesuatu yang ingin Bunda tanyakan.” Pamit Bunda sambil berjalan keluar. Menutup pintu kembali dan terus berjalan menuju kantin.

Sesampainya di Kantin, penglihatannya menyisir mencari keberadaan dokter Zaisal. Tak lama dia menemukan lambaian tangan dokter Zaisal yang duduk dekat jendela.  

“Assalamualaikum, sudah lama Sal?” Salam dan tanyanya lalu duduk di kursi yang sudah digeser oleh dokter Zaisal.

“Waalaikum salam, baru sampai juga.” Jawab dokter Zaisal sambil duduk kembali. Lalu mengangkat tangannya memanggil pelayan kantin.

“Val, mau pesen apa?” Tanya dokter Zaisal pada Ibu Valerina.

“Kayanya, sop daging, nasi putih, kerupuk sama jus alpukat deh.” Pesan Ibu Valerina.

“Nasi putih 2, soto ayam 1, lotek 1, gurame asam manis 1, jeruk hangat 1, es jeruk 1 tambah kerupuk.” Pinta dokter Zaisal pada pelayan.

Setelah mengulang membacakan pesanan pelayan pun pergi meninggalkan mereka berdua.

“Alisya tidak dinas?” Tanya Valerina pada dokter Zaisal sambil menatapnya.

“Dinas, sebentar lagi nyusul ke sini, tadi masih menulis laporan setelah operasi.” Jawabnya. Karena merasa kegerahan dokter Zaisal membuka stelli lalu menyampirkannya di sandaran kursi yang didudukinya.

“Eh Sal, aku mau tanya yang tadi pagi menyuapi Varis makan siapa?” Tanya Valerina tak sabar. Dirinya ingin segera tahu siapa anak gadis itu.

“Aku, eh sebentar eemmm si Hera ya si Hera,” sambil agak berpikir mengingat kejadian tadi pagi dokter Zaisal menjawab pertanyaan ibu Valerina.

“Oh iya dia tadi mau pamitan ke istriku, karena istriku sedang sibuk dan aku di telpon tidak diangkat karena aku lupa telponku ada diruanganku, sedangkan akunya ada di ruang rawat si Varis, jadi menyuruh Si Hera untuk menyusul ke ruangan rawat inap dan menyuruhku untuk segera ke ruang operasi karena keadaan darurat, terus ya aku suruh si Hera untuk menyuapi makan si Varis dan buru-buru ke ruang operasi.” lanjutnya menjelaskan.

“Oh iya saya baru keluar dari ruang operasi dan buka Hp ada WA dari kamu jadi langsung aja ajak kesini sambil makan. Memangnya ada apa? Apa si Varis tidak mau makan?” Tanya dokter Zaisal heran.

“Kamu tahu dimana rumahnya gadis itu?” TanyaValerina penuh harap.

“Ya aku tahu siapa dan dimana rumah gadis itu, memangnya ada apa? mengapa kamu ingin tahu tentang gadis itu?” Tanya dokter Zaisal random. Wajahnya agak berkerut heran dengan pertanyaan teman SMA nya ini.

“Ehm tadi pagi, aku melihat kamu keluar dari ruangan rawat Varis, kamu terlihat tergesa-gesa. Tadinya aku mau masuk siapa tahu anakku belum makan. Tapi aku menghentikan langkahku saat melihat seorang gadis sedang menyuapi anakku. Aku kembali dan duduk dibangku di luar kamar  rawat. Sesekali aku melihat sambil berjaga-jaga kalau-kalau anakku berbuat kasar atau mengeluarkan kata-kata kasar. Aku heran dan sekaligus gembira terhadap sikap anakku pada gadis itu, tidak seperti pada perawat atau dokter lainnya. Kalau bisa aku mau meminta gadis itu untuk membantu merawat anakku.” Dengan berbinar Valerina menceritakan yang dilihatnya.  Dan dengan penuh harap menginginkan gadis itu dapat membantu menyelesaikan masalahnya.

“Oh emmh” Kerutan di wajah dokter Zaisal mengurai. Raut wajah cerah kembali tampak, tanda mengerti dengan permasalahan yang dihadapi dan diinginkan sahabatnya.

Perbincangan pun terhenti sementara, karena pelayan menghampiri menyajikan makanan pesanan mereka. Tak berapa lama Alisya datang dan bergabung makan bersama.  Sekali-kali terdengar tawa yang diselingi canda terdengar dari obrolan mereka.


Jumat, 04 Februari 2022

Agreement Heaht

 



Agreement Heart

 

Pernikahan seharusnya menjadi sebuah momen yang sakral dan bersejarah dalam hidup, dimana kedua anak manusia mengikat janji sehidup semati dihadapan Tuhan. Tulisan ini yang pertama menarik perhatianku yang berada pada prolog Agreement Heart yang ditulis oleh Gloria Angela. Walaupun Tuhan yang dimaksud dalam buku ini berbeda dengan Tuhan yang aku yakini.


Jalinan kasih ditempat kerja, yang dibumbui dengan perselingkuhan hingga berakhir dengan hati yang porak poranda. Inilah yang dialami tokoh Serena Platten. Dua kali mengalami kisah cinta yang dihianati membuat dirinya sering bertanya pada diri sendiri  “Apakah aku tak layak untuk dicintai?”


Keadaan hati yang porakporanda karena penghiatan cinta, membuat diri Serena Platten tak lagi percaya adanya cinta sejati. Dia selalu berusaha menyangkal akan rasa hatinya yang merona. Menyangkal getaran rasa dalam dada terhadap perlakuan manis pria yang menikahinya, bukan karena cinta.


Tapi lain halnya dengan cinta bocah cilik yang tak sengaja ditemuinya di Mall. Kelucuan dan ketampanan bocah cilik itu telah memikat hatinya tak terbantahkan. Hatinya menjadi bimbang tatkala bocah cilik yang tampan dan menggemaskan meminta dirinya menjadi mama sambungnya. Hatinya menjadi bimbang dikala harus memilih kekasih yang dicintainya dengan bocah cilik yang manis yang memintanya menjadi mama sambungnya.


Siapakah yang akan dipilihnya? Apakah Edward Logan yang sangat dicintainya? Tetapi mengapa hatinya tak kuasa menolak permintaan anak dari CEO tempatnya bekerja. Mengapa Serena memilih bocah cilik itu dan bagaimana dengan kekasihnya? Apakah ketulusannya akan meluluhkan hati CEO tampan nan dingin? Bagaimana Serena menjalani rumah tangga tanpa cinta. Sanggupkah dirinya menjalani pernikahan yang jauh dari yang pernah diimpikannya?


            Membaca buku ini menjadi hiburan dikala senggang, menjadi selingan dari rutinitas keseharian. Memberikan insfirasi bagaimana menyikapi hati agar tak terpuruk kala patah hati. Melebarkan wawasan bagaimana menjaga hati kala mendapat perlakuan manis para pria. Bahasa keseharian yang ringan, cara pendekatan pada anak balita yang pas dengan psikologi anak. Memberikan wawasan pergaulan rumah tangga yang harmonis. 



Rabu, 02 Februari 2022

Putusnya Pertunangan

 


Bab 5 Putusnya Pertunangan (Lanjutan)

Mendapat pertanyaan seperti itu keduanya terdiam bingung bagaimana menjelaskannya. Wajahnya tegang, keduanya saling tatap meminta bantuan penjelasan. Untuk beberapa saat keduanya hanya bisa membisu tanpa mampu mengeluarkan suara.

                “Hai mengapa kau tak menjawab pertanyaanku apakah Sherina baik-baik saja” Ibu Valerina mengulangi pertanyaannya pada kedua calon besannya itu.

“Se..se..sebenarnya em emmm…” Ibu Melani tergagap suaranya tak jelas keluar.

“Hai sebenarnya ada apa ini kalian jangan membuatku khawatir, Sherina tidak apa-apakan?” Tanya Ibu Valerina kembali sudah tak sabar ingin tahu apa yang terjadi.

“Sebenarnya kami kesini tadi dengan Sherina, tapi Sherina tidak lama, dia kembali lagi ke Jakarta karena harus mengusur surat-surat. Dia mendapatkan surat panggilan untuk belajar mode di Paris yang selama ini ditunggu-tunggunya. Baru kemarin dia mendapatkan suratnya dan dia bermaksud mau mengambil kesempatan ini untuk belajar di Paris.” Jelas Pak Anggoro.

“Berapa lama dia disana?” Tanya Ibu Valerina sambil menatap kedua calon besannya itu.

“Kontraknya dua tahun, dan selama dalam masa pendidikan tidak boleh menikah. Itu salah satu sarat yang ada dalam kontraknya.” Jelas Ibu Melani menambahkan.

“Terus bagaimana dengan pertunangannya?” Tanya Ibu Valerina lagi.

“Nah itu, Aku juga merasa tidak enak hati sementara keadaan Varis belum siuman, terus Sherinanya malah mau pergi, lama lagi, mungkin untuk sementara hubungannya putus dulu, entah kedepannya mau bagaimana terserah mereka.” Pak Anggoro Pamungkas menjelaskan.

“Maksudnya pertunangan mereka dibatalkan begitu?” Tanya Ibu Valerina tidak yakin.

“Ya mau bagaimana lagi, sebenarnya aku merasa sungkan membicarakan ini padamu. Keluargamu terlalu baik pada kami. Bantuan pada perusahaan pun tidak sedikit. Perlakuan mu pada Sherina juga seperti pada anak sendiri. Tapi aku tidak tahu harus berbuat apa? Sherina berkeras mau mengambil pendidikannya di Paris. Daripada pertunangan ini jadi beban bagi keduannya. Mungkin sebaiknya dibatalkan saja. Varis sedang sakit lebih baik pokus pada kesembuhannya, dan Sherina juga mau belajar biarkan dia pokus dengan cita-citanya dulu.” Pak Anggoro menjelaskan dengan Panjang lebar.

Ibu Valerina hanya menunduk, tak dapat menanggapi perkataan Pak Anggoro lagi. Dirinya terlalu shok mendengar penjelasan Pak Anggoro. Hatinya terlalu sakit tak menyangka akan seperti ini akhir dari pertunangan anaknya. Air matanya luruh mengalir tak terbendung. Bahunya bergetar menahan isak yang menyayat. Telapak tangannya menutup wajahnya mengusap air mata pilu.

Ibu Melani pindah mendekati Ibu Valerina merangkul tubuhnya dan keduanya menangis menumpahkan rasa dalam dada yang terasa sesak. Keduanya berpelukan dengan isak yang tertahan, Dua ibu paruh baya itu menangis pilu kehilangan asa yang telah dirajut, kehilangan cita yang ingin diraih. Dan keduanya merasa tak kuasa untuk merubah semuanya.  

Untuk beberapa saat tak ada kata yang terdengar. Pak Angoro pun seakan kehilangan kata-katanya. Dia hanya menunduk seakan menghitung garis lantai dihadapannya. Kedua ibu paruh baya dihadapannya masih saling berpelukan. Keduanya saling menenangkan dua hati yang tersakiti mencoba saling mengobati dan menyemangati dengan elusan kembut tangan keduanya di Pundak yang berlawanan.  

“Ehmm,

Suara lenguhan dari arah tempat tidur menyadarkan semuanya untuk melihat. Kedua ibu paruh baya itu merenggangkan pelukannya. Keduanya bergegas menghapus sisa-sisa air mata dan merapikan tampilannya yang kusut akibat menangis tadi. Semuanya merempak mendekati tempat tidur yang ditempati Varis sedang berbaring lemah.

berlanjut ........................

Selasa, 01 Februari 2022

Bab 5 Putusnya Pertunangan

 

See the source image



Bab 5 Putusnya Pertunangan

Sementara itu di Rumah Sakit,  Varis Atma Wijaya yang masih terbaring dengan selang infus yang menggantung. Ya CEO tampan pujaan para wanita ini masih terbaring lemah tak berdaya. Tapi perlahan kesadarannya mulai kembali, ia bermaksud membuka mata, tapi kembali menutup rapat matanya tatkala mendengar percakapan orang-orang yang duduk di sopa yang ada di ruangannya.

 “Pa, Ma, ayolah izinkan aku pergi, nggak mungkin kan aku mengabaikan panggilan belajar mode di Paris yang selama ini aku cita-citakan. Selama dua tahun aku menunggu panggilan untuk sekolah disana, masa sekarang sudah ditangan mau diabaikan begitu saja.”  Rengek Sherina Anggraeni Pamungkas.

Sherina Anggraeni Pamungkas adalah tunangan Varis Atma Wijaya. Mereka sudah bertunangan selama dua tahun. Sebenarnya saat mereka bertunangan baru satu tahun Varis mengajak Sherina untuk menikah, tapi Sherina belum mau menikah dengan alasan masih mau berkarir di dunia mode yang baru mengangkat namanya menjadi popular.

“Tapi bagaimana dengan tunangan mu yang masih sakit dan belum sadar, dia perlu perawatan dan perhatian dari orang-orang yang dicintainya.” Tanya Melani Pamungkas mamanya Sherina.

“Kan banyak dokter, banyak perawat minta mereka untuk merawatnya secara khusus dengan bayaran tinggi, mereka pasti mau. Lagian nggak mungkin kan aku menghabiskan waktu untuk terus merawatnya. Mana bisa aku merawat orang cacat berbulan-bulan.” Jawab Sherina pada orang tuanya.

“Hus jangan bilang begitu, yang sakit itu tunanganmu kamu harus menghargainya.” Tukas Pak Anggoro Pamungkas Papanya Sherina.

“Iya aku tahu itu tunanganku, tapi aku tidak mau mengorbankan impianku menjadi model dunia hanya gara-gara tunanganku yang sakit atau lebih baik batalkan saja pertunangannya?” Pinta Sherina pada kedua orang tuanya.

“Tapi bagaimana dengan perusahaan papa? selama ini keluarga Varis yang banyak membantu dan Varis sangat baik memperlakukan keluarga kita” Tanya Pak Anggoro.

“Ya terserah papa mau bagaimana, pokoknya aku mau pergi ke Paris mengejar cita-citaku.” Sambil mengedikakan kedua bahunya, lalu Sherina mengambil tas selempang yang ada di sopa dan berdiri.

“Aku pulang dulu mau melengkapi dokumen keberangkatan ke Paris yang harus diproses.” Katanya sambal melangkah mendekati pintu kamar rawat tanpa sedikit pun melirik ke Varis yang sedang terbaring.

Kedua orang tua paruh baya itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa mencegah keberangkatan putrinya. Dalam pikirannya berkecamuk bagaimana cara memutuskan pertunangan anaknya. Dia terlalu segan dengan kebaikan dan keramah tamahan keluarga Varis. Hubungan kedua keluarga selama ini terjalin dengan baik. Demikian juga dengan kerja sama perusahannya. Terlalu banyak kebaikan yang dia terima dari keluarga Varis. Tapi mau bagaimana anaknya malah memilih pergi dan tak mau melanjutkan pertunangannya.

Hening beberapa saat setelah kepergian Sherina, pecah dengan suara salam dari Bu Valerina Atma Wijaya yang baru datang. Sambil menjawab salam kedua orang paruh baya itu melirik melihat kearah pintu yang terbuka.

“Varen kamu datang?” Ibu Melani mendekati pintu dan memeluk Valerina. Keduanya berpelukan dan melelehkan air mata, menuntaskan rindu dan kesedihan dengan cobaan yang menimpa. Ibu Melani mengusap-usap punggung Ibu Valerina memberi kekuatan dan semangat.

Setelah beberapa saat keduanya merenggangkan pelukan. Ibu Valerina menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada sambal mengangguk dihadapan Pak Anggoro Pamungkas sebagai ungkapan salamnya. Dan dibalas oleh Pak Anggoro dengan perlakuan yang sama. Lalu keduanya duduk berhadapan. Disusul Bu Melani yang membantu memindahkan bawaan Bu Valerina dan duduk disamping suaminya.

“Sudah lama disini?” Tanya Bu Valerina pada tamunya.

“Emmhh mungkin ada sekitar tiga puluh menit yang lalu” Jawab Bu Melani.

“Oh maaf menunggu lama, tadi belanja dulu karena kemarin kesini tanpa persiapan apa-apa. Langsung dari Beijing tidak mampir dulu ke rumah. Jadi yah banyak yang diperlukan dan harus dibeli. Eh ngomong-ngomong dimana Sherin?” Tanya Bu Valerina kepada kedua tamunya.

Mendapat pertanyaan seperti itu keduanya terdiam bingung bagaimana menjelaskannya. Wajahnya tegang, keduanya saling tatap meminta bantuan penjelasan. Untuk beberapa saat keduanya hanya bisa membisu tanpa mampu mengeluarkan suara.

BIG WHY BLOGGER

    Bercerita tentang ngeblog banyak alasan yang masing-masing pribadi menulis blog. Berbagai latar belakang dan tujuan yang menggerakkan ...