Bab
9 Pertemuan (lanjutan)
Dokter Zaisal
memberikan tisu pada Hera lalu mengelus punggung Hera dan memeluknya
menyalurkan kekuatan agar Hera tetap tegar dan kuat melalui semuanya. Demikian
juga dokter Alisya memberikan tisu pada Ibu Valerina dan memeluknya dari
samping memberi dukungan agar bersabar menghadapinya.
Setelah agak lama
menumpahkan sesak dalam dada karena sedih, Ibu Valerina melanjutkan lagi
pembicaraannya.
“Nak boleh ibu minta
tolong kembali?” Tanyanya dengan ragu, tatapannya tak lepas penuh harap pada
netra Hera. Tangannya dengan erat menggenggam tangan Hera.
“Ibu ingin minta tolong
apa? In Sya Allah kalau Hera bisa akan Hera kabulkan.” Hera balik bertanya tak
tega melihat tatapan si Ibu yang menghiba penuh damba.
Valerina tak langsung
berbicara. Tatapan mata yang penuh dengan air mata kini beralih pada dokter
Zaisal seakan meminta izin. Setelah yang ditatap menganggukkan kepalanya,
tatapannya kini beralih pada dokter Alisya. Dokter Alisya pun memberikan
anggukan, sama seperti yang dokter Zaisal lakukan.
Setelah mendapat
anggukan kepala dari keduanya, seakan mendapat kekuatan Ibu Valerina kembali
membuka mulut dan berkata.
“Sebenarnya setelah
mendengar kisah kamu yang menolong putraku. Juga nenekmu yang menjadi korban.
Ibu malu untuk meminta tolong kembali padamu. Rasanya terlalu banyak hutang budi
padamu. Tapi... setelah menjalani perawatan selama sebulan terus menerus. Ibu
mulai penat. Badan ibu terasa sakit. Apalagi kalau mencium bau obat. Kepala ibu
rasanya pusing. Tak enak makan. Mungkin karena sudah tua. Badan Ibu Tak sekuat dulu
lagi. Tak ada yang dapat menggantikan merawat Varis. Jadi...” Ibu Valerina tak melanjutkan bicaranya.
Keraguan tampak dari
sorot matanya. Tangannya gemetar terasa dingin dirasa dalam genggaman Hera. Dan
genggamannya semakin kuat menahan air bening yang kembali bergelantung dibibir
matanya.
Hera mengelus punggung
tangan Ibu Valerina. Sesekali tangan kirinya mengusap air mata yang lolos
dipipi halus Ibu Valerina.
“Jadi...” Hera masih
menatap Ibu Valerina memberi kekuatan dan semangat juga harapan.
“Jadi...Ibu mohon Nak
Hera mau membantu Ibu merawat Varis. Bukan Ibu tak mau merawat Varis. Cuma
kalau terus-menerus badan ibu tak tahan. Jangan-jangan nanti malah sakit semua.”
Tatapan mata Ibu Valerina tak lepas menatap wajah Hera. Demikian juga dengan
tangannya semakin erat dan digoyang-goyangkan meminta bantuan. Seakan mau bersujud
dan mencium tangan Hera, Ibu Valerina membungkukkan badannya.
Masih menggenggam
tangan Ibu Valerina. Hera beranjak mendekati Ibu Valerina lalu merangkul Ibu
itu dengan kasih. Sambil mengusap-ngusap punggung badannya dengan lembut.
“In Sya Allah Bu akan
Hera bantu. Semoga Hera dapat membantunya. Dengan senang hati pasti akan Hera
bantu.” Jawabnya meyakinkan.
“Terima kasih Nak.”
Dengan senyum sumringah Ibu Valerina kembali memeluk Hera dengan perasaan lega
dan merasa beban yang menghimpit didadanya seakan berkurang.
“Alhamdulillah.”
“Alhamdulillah.” dokter
Zaisal dan dokter Alisya hampir bersamaan mengucap alhamdulillah.
“Akhirnya ada solusi
dari permasalahan yang dihadapi.” dokter Zaisal melanjutkan.
“Ayo minum dulu” Dokter
Alisya memberikan gelas air minum pada Ibu Valerina. Dan diterima oleh Ibu
Valerina lalu meminumnya beberapa tegukan. Kemudian menyimpannya kembali
ditempat semula.
Hera pun mengambil air
minumnya lalu meneguknya beberapa tegukan setelahnya membaca doa. Setelah
kerongkongannya basah dan memberikan kesegaran kembali. Hera membaca
alhamdulillah lalu menyimpan kembali gelas dalam genggamannya di atas meja yang
ada dihadapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar