Senin, 14 Februari 2022

Bab 8 Pertemuan




 Bab 8  Pertemuan

“Assalamualaikum, “ Ucap Hera ketika memasuki rumah dokter Zaisal. “Eh tidak dinas Dok? tanyanya sambil mendekati dokter Zaisal yang duduk di ruang tamu. Lalu mencium punggung tangan dokter itu dengan takjim.

“Waalaikum salam, ada jadwal operasi nanti jam empat baru berangkat. Dari mana dulu kok siang.” Dokter Zaisal balik bertanya.

“Rapat IGTK cara pengisian rapot yang baru, sebentar lagi pembagian rapot dan izasah untuk anak yang mau ke SD.” Jawab Hera masih di depan dokter Zaisal.

“Sudah makan?” Tanyanya lagi sambil menatap Hera yang masih berdiri dihadapannya.

“Belum Dok, tadi waktunya mepet jadi Cuma salat doang.” Jawab Hera nyengir memperlihatkan gigi putihnya merasa bersalah.

“Kalau begitu makan dulu, nanti sesudah makan kesini lagi ada hal yang ingin dibicarakan.” Perintah dokter Zaisal masih sambil memegang koran yang dibacanya.

“Baik Dok,” Jawab Hera sambil berlalu meninggalkan dokter Zaisal dengan korannya.

Tak berapa lama Hera kembali mendekati dokter Zaisal di ruang tamu masih dengan korannya. Hera membawa segelas jus jeruk yang dibuatnya dan menyimpannya di meja di hadapan dokterZaisal.

“Dok jus jeruk” Tawarnya pada dokter Zaisal.

“Eh iya terima kasih” lalu meminumnya perlahan hingga habis setengah, lalu menyimpannya kembali di atas meja.

“Ada apa Dok?” tanya Hera penasaran ingin segera tahu apa yang akan dibicarakan.

Dokter Zaisal tak langsung menjawab. Menarik napas panjang lalu mengeluarkannya lagi perlahan sebelum memulai menjawab.

“Begini, pertama, kamu itu sudah menjadi anakku, tak elok kedengarannya jika kau masih memanggilku dokter. Walau aku tahu panggilan dokter adalah panggilan kesayanganmu sedari kecil. Yang paling penting aku ingin dipanggil Ayah oleh anakku. Sehingga aku merasa menjadi seorang ayah.” Pintanya sambil menatap Hera penuh harap.

“Eh i..iya Dok...eh Ayah” Jawab Hera terbata masih kaku untuk memanggil dokter Zaisal ayah.

“He he he terima kasih, adeem rasanya hatiku, dipanggil ayah, berasa punya anak.” Kekeh tawanya terdengar renyah serta wajah cerah terlihat menggambarkan rasa senang dihatinya. 

“Kedua, Hera kan tahu Varis lelaki yang kamu tolong itu. Setelah koma beberapa hari dan sekarang berangsur pulih. Namun untuk perawatan kakinya sampai bisa berjalan memerlukan waktu agak lama. Kamu juga kan tahu Varis tidak mau didekati oleh siapapun baik dokter maupun perawat. Kecuali Valerina ibunya, aku dan Bundamu.” Dokter Zaisal menjeda ucapannya.

“Aku belum tahu mengapa Varis tidak mau dirawat oleh dokter lain atau oleh perawat. Sejak siuman dari komanya dia terus marah-marah tak jelas. Terkadang berdiam diri terus menerus tak menanggapi orang-orang yang berinteraksi disekitarnya.  Sepertinya dia terlalu shok ditinggalkan oleh tunangannya.” Dokter Zaisal menjeda lagi ucapannya, tatapannya terus memperhatikan gerakan yang dilakukan Hera mempelajari reaksi yang ditimbulkan karena ucapannya.

Hera masih diam menunduk tak berani menatap langsung wajah dokter Zaisal yang sedang berbicara. Tangannya saling tertaut menahan rasa gugup, mendengarkan cerita orang yang pernah ditolongnya.

“Waktu kamu menyuapinya makan, Ibu Valerina melihat dan memperhatikan reaksi dari Varis. Dia terkejut sekaligus juga senang karena Varis tidak mengusir kamu tapi malah menurut apa yang kamu perintahkan. Kemarin Ibu Valerina berbicara dan bertanya tentang kamu. Dan Ibu Valerina meminta kesempatan untuk berbicara langsung pada kamu. Beliau ingin bertanggung jawab dan memberikan konvensasi atas kerugian dari kecelakaan helikopter itu. Dan berterima kasih atas pertolongan yang kau berikan. Beliau juga ikut berduka cita atas meninggalnya nenekmu. Juga meminta maaf karena baru tahu apa yang terjadi pada keluargamu.” Lanjut dokter Zaisal.

“Aku tidak akan mempengaruhi pendapat mu, kalau kamu bersedia bertemu dengan ibu Varis aku izinkan. Kalau pun kamu tidak bersedia juga akan aku kabarkan pada Ibu Valerina. Kalau kamu bersedia bertemu berarti kamu harus siap mengingat kembali kejadian itu.” Dokter Zaisal menjelaskan panjang lebar.

“In Sya Allah Yah, aku siap bertemu dengan ibu Valerina. Mungkin bisa di ruangan ayah saja ngobrolnya. Agar Ibu Valerina juga tidak terlalu jauh meninggalkan Pak Varis sendiri. Besok sepulang dari sekolah Aku ke Rumah Sakit. Ayah bisa mengabari Ibu Valerina.” Jawab Hera memberikan kepastian pertemuannya.

“Terima kasih Nak, kamu memang anak penurut.” Gemasnya sambil mengusap puncak kepala Hera.

“Ayah bersiap dulu sebentar lagi berangkat. Kamu istirahatlah!” Pamitnya, lalu melangkah menuju kamarnya meninggalkan Hera di ruang tamu. Sambil membawa gelas jus yang kosong Hera melangkahkan kakinya menuju dapur, Lalu mencuci gelas dan menyimpannya kembali di rak. Hera kembali ke kamarnya untuk istirahat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...