Rabu, 16 Februari 2022

Bab 9 Pertemuan


 

Bab 9 Pertemuan

Hera sudah duduk di kursi yang ada di ruang kerja dokter Zaisal. Dia baru saja selesai makan siang di kantin rumah sakit setelah salat dhuhur di Masjid yang letaknya bersebelahan dengan kantin.

Hera mengambil benda pipih berwarna putih, membuka kuncinya lalu mencari nomor dokter Zaisal. Setelah menemukannya lalu memencetnya dan menunggu telepon tersambung.

“Assalamualaikum Yah, Hera sudah ada di ruang kerja ayah, ayah dimana?” tanyanya melalui telepon.

“Waalaikum salam, ayah di ruang rawat Varis tunggu sebentar lagi ayah ke sana dengan Ibu Valerina”.jawab telepon diseberang sana.

“Baiklah Hera tunggu disini, Assalamualaikum.” Hera memutus telepon setelah mendengar jawaban salam dari ayahnya.  Lalu membuka aplikasi novel untuk melanjutkan membacanya sambil menunggu ayah dan Ibu Valerina.

 “Assalamualaikum, “ Tak berapa lama ada yang mengucapkan salam, dibalik pintu muncul dokter Alisya masuk  masih lengkap dengan stelly dan stetoskopnya.

“Waalaikum salam” Jawab Hera sambil berdiri dan mencium punggung tangan Bundanya.

“Kok sendiri ayah kemana?” Tanyanya sambil terjalan menuju sopa yang ada diruangan itu.

“Masih di ruang  inap Pak Varis, tadi sudah ditelpon katanya nanti langsung kesini.” Hera menjelaskan.

“Bunda mau minum?” Tanyanya pada Alisya.

“Boleh, yang hangat ya seperti biasa.” Pinta Alisya pada Hera.

“Oke” Jawabnya. Lalu melangkah mendekati dispenser mau membuat minuman untuk dokter Alisya bunda angkatnya.

Baru saja Hera meletakkan cangkir minuman untuk Bundanya.  Terdengar yang mengucap salam dan pintu dibuka dari luar. Hera mendongak melihat ke arah pintu. Dokter Zaisal masuk diikuti oleh seorang ibu paruh baya tapi masih cantik,  diperkirakan usianya sama dengan Bunda Alisya.

“Hera kenalkan ini Ibu Valerina mamanya Varis, Valerina ini Hera anak angkatku.” Dokter Zaisal mengenalkan kami.

Hera mencium punggung tangan keduanya bergantian. Lalu mengambil air minum dalam cangkir dan meletakkannya di meja. Semuanya duduk melingkar di sopa yang ada di ruang itu.

“Nak, seperti yang diceritakan kemarin Ibu Valerina ini mau bertemu dan berbicara dengan mu.” Dokter Zaisal memulai pembicaraan.

“Iya Ayah” Jawab Hera lembut.

“Valerina silahkan berbicara, apa yang akan dibicarakan? santai saja. Dokter Zaisal mempersilahkan pada Valerina untuk berbicara. “Hera juga tidak ada acara lain lagi kan?” Tatapannya beralih pada Hera yang masih mendengarkan.

“Iya ayah tidak ada” Jawab Hera lagi singkat.

“Ehmm Nak, pertama Ibu mengucapkan terima kasih karena telah menolong anak ibu, Ibu tidak tahu bagaimana keadaannya bila kamu tidak menolongnya.” Ucap Valerina terbata, tatapannya tak lepas dari wajah Hera.  

“Sama-sama Bu, kebetulan saja pada waktu itu saya ada disekitar itu sehingga bisa menolong anak Ibu.” Jawab Hera rendah hati.

“Terima kasih Nak, terus Ibu juga ikut berbela sungkawa atas meninggalnya nenekmu yang menjadi korban kecelakaan helikopter itu. Maafkan Ibu, sebelumnya Ibu tidak tahu ada korban lain dalam kecelakaan itu selain pilot dan anak Ibu. Maaf Ibu baru datang menemui mu, kalau saja dokter Zaisal tidak bercerita mungkin Ibu tidak akan tahu apa-apa. Ibu terlalu shok mendengar kecelakaan itu, sehingga ibu menutup diri dan tidak mau mendengar berita mengenai kecelakaan itu. Sekali lagi mohon maaf, begitu pun anak ibu Varis mohon dimaafkan.” Ibu Valerina menangkubkan kedua telapak tangannya didepan dada sambil mengangguk-anggukan kepalanya didepan Hera.

“Iya Bu tidak apa-apa, Hera juga tidak mau banyak orang tahu mengenai kejadian itu dan bertanya pada Hera. Jadi Hera lebih banyak diam dan tak bercerita. Bukan salah siapa-siapa mungkin inilah taqdir yang harus diterima Hera. Hera berusaha ikhlas dan tidak menyalahkan siapa-siapa. Mungkin Hera mohon doanya dari semuanya semoga nenek khusnul khotimah dan mendapat surganya Allah, aamin.”  Jawab Hera dengan suara serak karena menahan isak, air mata bening tak kuasa ditahan lagi turun membasahi pipinya yang mulus, meluncur deras membentuk dua anak sungai.

Dokter Zaisal memberikan tisu pada Hera lalu mengusap-usap punggung Hera dan memeluknya menyalurkan kekuatan agar Hera tetap tegar dan kuat melalui semuanya. Demikian juga dokter Alisya memberikan tisu pada Ibu Valerina dan memeluknya dari samping memberi dukungan agar bersabar menghadapinya. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...