Bab 9 Pertemuan
Hera sudah duduk di
kursi yang ada di ruang kerja dokter Zaisal. Dia baru saja selesai makan siang
di kantin rumah sakit setelah salat dhuhur di Masjid yang letaknya bersebelahan
dengan kantin.
Hera mengambil benda
pipih berwarna putih, membuka kuncinya lalu mencari nomor dokter Zaisal.
Setelah menemukannya lalu memencetnya dan menunggu telepon tersambung.
“Assalamualaikum Yah, Hera sudah ada di ruang kerja
ayah, ayah dimana?” tanyanya melalui telepon.
“Waalaikum salam, ayah di ruang rawat Varis tunggu
sebentar lagi ayah ke sana dengan Ibu Valerina”.jawab telepon diseberang sana.
“Baiklah Hera tunggu disini, Assalamualaikum.” Hera
memutus telepon setelah mendengar jawaban salam dari ayahnya. Lalu membuka aplikasi novel untuk melanjutkan
membacanya sambil menunggu ayah dan Ibu Valerina.
“Assalamualaikum, “ Tak berapa lama ada yang
mengucapkan salam, dibalik pintu muncul dokter Alisya masuk masih lengkap dengan stelly dan stetoskopnya.
“Waalaikum salam” Jawab Hera sambil berdiri dan
mencium punggung tangan Bundanya.
“Kok sendiri ayah kemana?” Tanyanya sambil terjalan
menuju sopa yang ada diruangan itu.
“Masih di ruang
inap Pak Varis, tadi sudah ditelpon katanya nanti langsung kesini.” Hera
menjelaskan.
“Bunda mau minum?”
Tanyanya pada Alisya.
“Boleh, yang hangat ya
seperti biasa.” Pinta Alisya pada Hera.
“Oke” Jawabnya. Lalu
melangkah mendekati dispenser mau membuat minuman untuk dokter Alisya bunda
angkatnya.
Baru saja Hera
meletakkan cangkir minuman untuk Bundanya.
Terdengar yang mengucap salam dan pintu dibuka dari luar. Hera mendongak
melihat ke arah pintu. Dokter Zaisal masuk diikuti oleh seorang ibu paruh baya
tapi masih cantik, diperkirakan usianya
sama dengan Bunda Alisya.
“Hera kenalkan ini Ibu
Valerina mamanya Varis, Valerina ini Hera anak angkatku.” Dokter Zaisal
mengenalkan kami.
Hera mencium punggung
tangan keduanya bergantian. Lalu mengambil air minum dalam cangkir dan
meletakkannya di meja. Semuanya duduk melingkar di sopa yang ada di ruang itu.
“Nak, seperti yang
diceritakan kemarin Ibu Valerina ini mau bertemu dan berbicara dengan mu.”
Dokter Zaisal memulai pembicaraan.
“Iya Ayah” Jawab Hera
lembut.
“Valerina silahkan
berbicara, apa yang akan dibicarakan? santai saja. Dokter Zaisal mempersilahkan
pada Valerina untuk berbicara. “Hera juga tidak ada acara lain lagi kan?”
Tatapannya beralih pada Hera yang masih mendengarkan.
“Iya ayah tidak ada”
Jawab Hera lagi singkat.
“Ehmm Nak, pertama Ibu
mengucapkan terima kasih karena telah menolong anak ibu, Ibu tidak tahu
bagaimana keadaannya bila kamu tidak menolongnya.” Ucap Valerina terbata,
tatapannya tak lepas dari wajah Hera.
“Sama-sama Bu,
kebetulan saja pada waktu itu saya ada disekitar itu sehingga bisa menolong
anak Ibu.” Jawab Hera rendah hati.
“Terima kasih Nak,
terus Ibu juga ikut berbela sungkawa atas meninggalnya nenekmu yang menjadi
korban kecelakaan helikopter itu. Maafkan Ibu, sebelumnya Ibu tidak tahu ada
korban lain dalam kecelakaan itu selain pilot dan anak Ibu. Maaf Ibu baru
datang menemui mu, kalau saja dokter Zaisal tidak bercerita mungkin Ibu tidak
akan tahu apa-apa. Ibu terlalu shok mendengar kecelakaan itu, sehingga ibu
menutup diri dan tidak mau mendengar berita mengenai kecelakaan itu. Sekali
lagi mohon maaf, begitu pun anak ibu Varis mohon dimaafkan.” Ibu Valerina
menangkubkan kedua telapak tangannya didepan dada sambil mengangguk-anggukan
kepalanya didepan Hera.
“Iya Bu tidak apa-apa,
Hera juga tidak mau banyak orang tahu mengenai kejadian itu dan bertanya pada
Hera. Jadi Hera lebih banyak diam dan tak bercerita. Bukan salah siapa-siapa
mungkin inilah taqdir yang harus diterima Hera. Hera berusaha ikhlas dan tidak
menyalahkan siapa-siapa. Mungkin Hera mohon doanya dari semuanya semoga nenek
khusnul khotimah dan mendapat surganya Allah, aamin.” Jawab Hera dengan suara serak karena menahan
isak, air mata bening tak kuasa ditahan lagi turun membasahi pipinya yang mulus,
meluncur deras membentuk dua anak sungai.
Dokter Zaisal memberikan tisu pada Hera lalu mengusap-usap punggung Hera dan memeluknya menyalurkan kekuatan agar Hera tetap tegar dan kuat melalui semuanya. Demikian juga dokter Alisya memberikan tisu pada Ibu Valerina dan memeluknya dari samping memberi dukungan agar bersabar menghadapinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar