Bab 5 Putusnya Pertunangan
Sementara
itu di Rumah Sakit, Varis Atma Wijaya yang masih terbaring dengan selang
infus yang menggantung. Ya CEO tampan pujaan para wanita ini masih terbaring
lemah tak berdaya. Tapi perlahan kesadarannya mulai kembali, ia bermaksud
membuka mata, tapi kembali menutup rapat matanya tatkala mendengar percakapan
orang-orang yang duduk di sopa yang ada di ruangannya.
“Pa, Ma, ayolah izinkan aku pergi, nggak
mungkin kan aku mengabaikan panggilan belajar mode di Paris yang selama ini aku
cita-citakan. Selama dua tahun aku menunggu panggilan untuk sekolah disana,
masa sekarang sudah ditangan mau diabaikan begitu saja.” Rengek Sherina Anggraeni Pamungkas.
Sherina Anggraeni
Pamungkas adalah tunangan Varis Atma Wijaya. Mereka sudah bertunangan selama
dua tahun. Sebenarnya saat mereka bertunangan baru satu tahun Varis mengajak Sherina
untuk menikah, tapi Sherina belum mau menikah dengan alasan masih mau berkarir
di dunia mode yang baru mengangkat namanya menjadi popular.
“Tapi
bagaimana dengan tunangan mu yang masih sakit dan belum sadar, dia perlu perawatan
dan perhatian dari orang-orang yang dicintainya.” Tanya Melani Pamungkas
mamanya Sherina.
“Kan banyak
dokter, banyak perawat minta mereka untuk merawatnya secara khusus dengan
bayaran tinggi, mereka pasti mau. Lagian nggak mungkin kan aku menghabiskan
waktu untuk terus merawatnya. Mana bisa aku merawat orang cacat berbulan-bulan.”
Jawab Sherina pada orang tuanya.
“Hus jangan
bilang begitu, yang sakit itu tunanganmu kamu harus menghargainya.” Tukas Pak Anggoro
Pamungkas Papanya Sherina.
“Iya aku
tahu itu tunanganku, tapi aku tidak mau mengorbankan impianku menjadi model
dunia hanya gara-gara tunanganku yang sakit atau lebih baik batalkan saja
pertunangannya?” Pinta Sherina pada kedua orang tuanya.
“Tapi
bagaimana dengan perusahaan papa? selama ini keluarga Varis yang banyak
membantu dan Varis sangat baik memperlakukan keluarga kita” Tanya Pak Anggoro.
“Ya
terserah papa mau bagaimana, pokoknya aku mau pergi ke Paris mengejar cita-citaku.”
Sambil mengedikakan kedua bahunya, lalu Sherina mengambil tas selempang yang
ada di sopa dan berdiri.
“Aku pulang
dulu mau melengkapi dokumen keberangkatan ke Paris yang harus diproses.”
Katanya sambal melangkah mendekati pintu kamar rawat tanpa sedikit pun melirik
ke Varis yang sedang terbaring.
Kedua orang
tua paruh baya itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa mencegah keberangkatan
putrinya. Dalam pikirannya berkecamuk bagaimana cara memutuskan pertunangan
anaknya. Dia terlalu segan dengan kebaikan dan keramah tamahan keluarga Varis.
Hubungan kedua keluarga selama ini terjalin dengan baik. Demikian juga dengan
kerja sama perusahannya. Terlalu banyak kebaikan yang dia terima dari keluarga
Varis. Tapi mau bagaimana anaknya malah memilih pergi dan tak mau melanjutkan
pertunangannya.
Hening
beberapa saat setelah kepergian Sherina, pecah dengan suara salam dari Bu Valerina
Atma Wijaya yang baru datang. Sambil menjawab salam kedua orang paruh baya itu melirik
melihat kearah pintu yang terbuka.
“Varen kamu
datang?” Ibu Melani mendekati pintu dan memeluk Valerina. Keduanya berpelukan dan
melelehkan air mata, menuntaskan rindu dan kesedihan dengan cobaan yang menimpa.
Ibu Melani mengusap-usap punggung Ibu Valerina memberi kekuatan dan semangat.
Setelah beberapa
saat keduanya merenggangkan pelukan. Ibu Valerina menangkupkan kedua telapak
tangannya di depan dada sambal mengangguk dihadapan Pak Anggoro Pamungkas
sebagai ungkapan salamnya. Dan dibalas oleh Pak Anggoro dengan perlakuan yang
sama. Lalu keduanya duduk berhadapan. Disusul Bu Melani yang membantu
memindahkan bawaan Bu Valerina dan duduk disamping suaminya.
“Sudah lama
disini?” Tanya Bu Valerina pada tamunya.
“Emmhh
mungkin ada sekitar tiga puluh menit yang lalu” Jawab Bu Melani.
“Oh maaf
menunggu lama, tadi belanja dulu karena kemarin kesini tanpa persiapan apa-apa.
Langsung dari Beijing tidak mampir dulu ke rumah. Jadi yah banyak yang
diperlukan dan harus dibeli. Eh ngomong-ngomong dimana Sherin?” Tanya Bu
Valerina kepada kedua tamunya.
Mendapat pertanyaan
seperti itu keduanya terdiam bingung bagaimana menjelaskannya. Wajahnya tegang,
keduanya saling tatap meminta bantuan penjelasan. Untuk beberapa saat keduanya
hanya bisa membisu tanpa mampu mengeluarkan suara.
Mohon masukannya
BalasHapus