Sabtu, 08 Mei 2021

Tunjangan Hari Raya

 


THR

TIDAK HARUS REBUTAN

 

Aku sekeluarga sedang berkumpul nonton televisi sambil menunggu waktu salat Isya. Ayah masuk ke kamarnya tapi tak lama keluar lagi. Ditangannya memegang amplop putih sepertinya berisi uang.


“Bun, ini ada titipan dari Kantor Ayah” Katanya sambil menyerahkan amplop yang dibawanya.

 

“Apa Yah, THR bukan?” Tanya Bunda menatap Ayah menunggu jawaban.

 

“Yah, buat keluarga katanya.” Jawab Ayah.

 

“Alhamdulillah, semoga berkah.” Ucap Kami serempak tak tertinggal juga Adik.

 

“Kenapa mau beli baju?” Kata Ayah mengalihkan pandangannya padaku dan mengusap puncak kepalaku.  

 

“Ngak ah Yah baju yang kemarin hadiah ulang tahun dari Nenek juga belum di pakai. Habis kompakan sih, Tante beliin baju, Nenek beliin baju, eehhh Mama juga beli baju lagi. Coba kalau uangnya yang dikasih kan bisa Kakak tabung.” Jawabku sedikit menggerutu.

 

“Tapi Aku senang sih dapat hadiah, bersyukur dapat rezeki walau rezekinya belum bisa bermanfaat. “ Sambungku lagi.

 

“Memangnya kenapa nggak dipakai?  kurang suka modelnya atau kekecilan, jadi nggak bisa dipakai.” Tanya Ayah lagi.

 

“Bukan begitu, modelnya bagus Aku suka malah, ukurannya pas lagi, terus mau dipakai kemana? Kan selama ini Kita nggak kemana-mana. Masa dipakai tidur atau dipakai sehari-hari di rumah? Kan sayang.” Kataku lagi.

 

“He he he iya yah selama Pandemi Covid 19 ini kita tak kemana-mana. Kalian cuma di rumah saja. Hanya Ayah saja yang selalu pergi. Tapi Ayah malah rindu mau diam saja di rumah. Bersih-bersih sekiran rumah.” Ayah terkekeh menyadari kekeliruannya.

 

“Kalau Adik mau beli baju baru?” Tanya Ayah kepada Adik.

 

“Adik mah terserah Bunda saja, mau beli atau nggak terserah Bunda.” Jawab Adik cuek.

 

Ayah melirik Bunda mencari jawaban pada Bunda.

“He he he Bunda tersenyum, anak laki-laki Ayah, memang laki-laki banget. Mau pake baju baru mau nggak kayaknya nggak mau tahu urusan.” Kata Bunda sambil tersenyum melihat kelakuan anak laki-lakinya yang bergeming nonton stand up komedi.

 

“Untung Bundanya telaten, selalu tahu apa kepentingan keluarga dan mana yang harus jadi perioritas.” Puji Ayah pada Bunda sambil mengusap kepala Bunda. Bunda pun tersipu mendengar pujian Ayah yang menatapnya lembut.

 

Aku berjalan pindah ke kursi yang ditempati Ayah dan Bunda lalu duduk diantara keduanya. Memutus keromantisan keduanya dan menyandarkan kepalaku dibahu Ayah. Ayah bergeser dan mengenakkan duduknya, mengelus-elus kepalaku yang bersandar dibahunya.

 

“Bunda mending uang THR nya ditabung saja, buat sekolah Kakak dan Adik, siapa tahu nanti Kakak kuliah ke luar negeri, biayanya pasti mahal.” Usulku pada Bunda.

 

“Amiin.” Serempak Ayah dan Bunda mengaminkan keinginanku.

“Kuliah kan masih lama beberapa tahun kedepan lagi.” Jawab Ayah.

 

“THR kan singkatanya Tunjangan Hari Raya, berarti kita memanfaatkannya untuk Hari Raya.” Kata Bunda sambil tersenyum.

 

“Ya nggak juga sih, Kalau pada hari raya kita poya-poya, makan banyak tapi tak bermanfaat, akhirnya berujung di rumah sakit kan kita juga yang repot. Atau dengan alasan untuk hari raya kita memakai uang yang menjadi tanggung jawab kita membeli pakaian dan lain sebagainya. Selesai hari raya kita kebingungan menggantinya dari mana, kan kita juga yang pusing.” Kata Ayah menjelaskan. 

 

“Belikanlah pakaian anak-anakmu yang biasa saja, begitu pun dengan makannanya, yang penting memenuhi gizi sesuai kebutuhannya. Pakaian yang mewah tidak akan menaikkan derajat anakmu menjadi apa-apa. Dan pakaian yang sederhana pun tidak akan menjadikan anakmu terhina.” Tambahku.

 

“Biasakan anak-anakmu hidup sederhana, agar dia punya pengalaman bagaimana hidup susah. Sehingga dia bisa bersyukur terhadap setiap rezeki yang diterimanya. Dan ajarkan pada mereka untuk berbagi, sehingga jika kelak mereka punya rezeki berlebih, mereka pun terbiasa untuk memperhatikan orang yang belum beruntung.” Kataku menirukan gaya bicara nenek.

 

“Heh Kakak kok suka nguping pembicaraan orang tua ya?” Sambil mengarahkan mukaku kehadapannya.

 

“Heh Ayah lupa ya, bagaimana aku nggak nguping coba, wong Nenek bilangnya dihadapan semua orang.” Aku memonyongkan mulutku tidak suka dicap anak penguping pembicaraan orang tua.

 

“Iya yah, tapi kenapa Kakak hapal betul apa yang dikatakan Nenek?” Tanya Ayah lagi.

“Yah Ayah sih sudah tua pikirannya kemana-mana. Jadi Nenek ngomong gitu sekarang, besok lupa lagi. Pantesan saja hampir setiap ketemu Nenek ngomongnya itu lagi, itu lagi, coba bagaimana Kakak nggak hapal.” Jawabku sambil cemberut.

 

“Heh iya yah Ayah sudah tua kayanya, jadi sering lupa apa yang dikatakan Nenek. Untung ada cucu nenek yang bisa ngingetin Ayah pada nasehatnya. Maafkan Ayah yang telah menuduh Kakak suka menguping.” Jawab Ayah sambil menciumi kepalaku yang masih berada di dadanya.

 

“Terus apalagi yang dikatakan Nenek?” Tanya Ayah lagi seakan menguji ingatanku pada pembicaraan Nenek.

 

“Jika kamu punya rezeki tabunglah sebanyak-banyaknya. Jangan hanya dipakai untuk membeli barang-barang yang kurang bermanfaat. Kita tidak tahu ada cobaan apa didepan, tapi pendidikan anakmu tidak boleh berhenti.” Lanjutku

 

“Kamu akan merasa sakit hati, ketika anakmu mendapatkan prestasi yang bagus, terus pendidikannya harus berhenti hanya gara-gara kamu tidak punya tabungan untuk membiayainya. Itu sama saja dengan tidak menghargai jerih payah anakmu yang sudah susah payah belajar. Cucu Nenek harus berpendidikan tinggi, berpengalaman luas, baik laki-laki maupun perempuan.” Kataku meniru gaya nenek kalau sedang menasehati.

 

“He he he pantesan putri Ayah pinter bicaranya, ternyata gaulnya sama nenek-nenek.” Kata Ayah sambil menahan tawa dan menjauh dari jangkauanku.

 

“Eh apa maksudnya, memang Aku kaya nenek-nenek cerewet gitu?” Kataku memelototkan mataku menahan marah pada Ayah.

 

“Tuh sadar”Kata Ayah sambil tertawa dan menjauh dariku.

 

“Ayaaaahhhh” Aku berlari mengejar Ayah dan mencubit tangannya.

 

“Ampun, ampun, ampun” Kata Ayah sambil terus tertawa.

 

Sedangkan Bunda hanya tersenyum menyaksikan interaksi putri dan Ayahnya yang sangat jarang bercanda.

 

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#THR


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...