Jumat, 01 November 2019

MUSAWARAH





MUSYAWARAH

Paman bergegas meninggalkan rumah Pak Lurah kembali berjalan dengan tergesa menuju rumah Mang Adul.

“Assalamualaikum,” Paman mengucap salam di depan pintu rumah Mang Adul yang tertutup.

“Waalaikum salam.” suara istri Mang Adul yang menjawab dari dalam.

“Eh Paman Kandi, mau ke bapak? bapaknya di belakang lagi memberi makan kambing.” kata istri Mang Adul.

“Oh kalau begitu saya nyusul ke belakang saja.” pinta Paman sambil melangkah menuju belakang rumah.

“Assalamualaikum,” Paman mengucap salam pada Mang Adul.

“Waalaikum salam.” Jawab Mang Adul keheranan. Sambil menerima uluran tangan Paman mengajak salaman.

“Tak biasanya, sepertinya ada hal yang penting.” kata Mang Adul sambil menuju bale-bale (tenpat istirahat setelah lelah bekerja) dekat kandang kambing diikuti oleh Paman.

“Iya begini... (Paman menceritakan kejadian yang menimpa Alisa).  Jadi kedatangan saya ke sini mau menjual kambing Mang Adul. Barangkali Mamang bisa membantu saya.” jelas Paman.

“Oh jelas kalau membantu pasti saya mau membantu apalagi ini untuk anak yatim. Tapi masalahnya uang yang saya punya kemarin sore sudah ditransfer untuk membayar kuliah anak saya. Ya kalau seratus dua ratus mungkin ada. Tapi kalau satu juta saya belum punya.” jawab Mang Adul penuh penyesalan tidak dapat membantu.

“Oh begitu ya? Baiklah Mang, saya tidak lama permisi dulu, saya juga belum ngasih makan kambing. Maaf ya pagi-pagi telah merepotkan.” Pamit Paman sambil bersalaman.

“Tidak merepotkan kok, cuma maaf saya sangat menyesal belum bisa membantu. Sabar ya Paman, mudah-mudahan secepatnya dapat diselesaikan.” Kata Mang Adul sambil bersalaman dan menepuk-nepuk pundak Paman dengan  tangan kirinya.

Paman meninggalkan rumah Mang Adul, bergegas menuju rumahnya mengingat banyak pekerjaan yang harus dia lakukan hari itu.

Sore sepulang dari Ladang dan Sawah, seakan tanpa merasa lelah Paman berkeliling kampung. Menemui orang yang dianggap mampu, untuk menawarkan kambing atau menggadai sawahnya. Demikian juga pagi setelah salat subuh sebelum pergi ke ladang. Paman kembali berkeliling menawarkan kambingnya dan tanahnya. Tapi belum satu pun yang sanggup membeli kambingnya atau menggadai sawahnya. Hingga tak terasa waktu yang dijanjikan tinggal sehari lagi.

Sabtu sore, Paman dan Bibi sedang duduk di depan rumahnya. Alisa dan Raka sedang bermain di halaman Masjid. Bibi semakin cemas, pikirannya melayang membayangkan apa yang akan terjadi pada Alisa,  jika suaminya tidak dapat memenuhi janji. Badan Bibi merinding berusaha mengusir bayangan buruknya. Bulir bening dari netranya tak dapat ditahan lagi, seakan berebut berlomba ingin lebih dahulu keluar.

Demikian juga dengan Paman, matanya sayu kelelahan, kulit keningnya berkerut karena berpikir keras. Usaha yang dilakukannya setiap hari belum ada kabar yang mencerahkan. Sementara waktu terus berjalan mempersempit ruang gerak dan kesempatan.

Derrrrtt

Suara geter telepon dari Hp Paman yang disimpan di meja bergetar. Paman segera mengambilnya dan melihat nama yang tertera di telepon ternyata Pak Lurah.

“Halo Assalamualaikum.” Paman memberi salam.

“Iya, iya, iya siap, terima kasih.” hanya itu yang terdengar oleh Bibi ketika Paman menerima telepon.

“Dari siapa Pak?” Bibi penasaran ingin tahu Paman menerima telepon dari siapa.

“Dari Pak Lurah, katanya setelah salat magrib berjamaah ada hal yang ingin dibicarakan mengenai penyelesaian masalah Alisa.” Paman menjelaskan.  

“Oh begitu, Mama boleh ikut?” tanya Bibi penasaran ingin tahu.

“Emmm Alisa dan Raka sudah berangkat ke Masjid pasti mereka ikut salat berjamaah. Sebaiknya Mama ikut salat berjamaah terus nanti pulang duluan bawa mereka supaya mereka tidak menguping apa yang dibicarakan. Kasihan Alisa kalau mengetahui permasalahannya melibatkan orang lain. Jangan sampai nanti dia malu dan tidak percaya diri karena masalah ini.” Paman menjelaskan.

“Oh baiklah kalau begitu, ayo kita siap-siap.” Ajak Bibi pada Paman.

Selesai salat magrib, ibu-ibu dan anak-anak yang ikut berjamaah pulang terlebih dahulu. Pengajian anak-anak malam itu diliburkan karena Ustaz Ahmad guru ngaji di Masjid itu ada keperluan.

Malam itu di Masjid Al Hikmah ada sekitar 20 orang laki-laki yang ikut berjamaah. Tidak seperti biasanya mereka salat di Masjid itu, tapi karena mereka mendapat undangan dari Pak Lurah. Setelah semua berkumpul membentuk lingkaran di depan mimbar Pak Lurah mulai berbicara.

“Bapak-bapak yang saya hormati, terima kasih telah memenuhi undangan saya untuk hadir pada malam ini di sini. Adapun maksud saya mengundang bapak sekalian ada masalah dari Paman Kandi mengenai anak adiknya bernama Alisa. Untuk lebih jelasnya saya persilahkan pada Paman Kandi untuk menceritakan kembali kronologis kejadiannya.” Pak Lurah mempersilahkan Paman untuk berbicara.

“Terima kasih Pak Lurah, terima kasih juga pada bapak-bapak yang sudah hadir di sini, sebelumnya saya mohon maaf karena permasalahan keponakan saya semuanya jadi direpotkan. Kronologis kejadiannya seperti ini... (Paman menceritakan kembali kejadian yang menimpa Alisa sampai pada kesepakatan dengan Orang asing yang dibawa ayah Alisa). Demikianlah persoalan yang saya hadapi saya ada kambing dan tanah di belakang rumah kalau diantara bapak-bapak ada yang berkenan menolong saya silahkan. Saya juga sudah berkeliling menawarkan tapi sampai sejauh ini belum ada yang bisa menjamin. Di sini juga sudah ada beberapa yang sudah saya datangi dan mengetahui persoalan yang saya hadapi. Paman Kandi mengakhiri ceritanya.

“Terima kasih Paman Kandi demikianlah persoalan yang dihadapinya. Untuk selanjutnya saya serahkan pada Ustaz  Rizki untuk memberikan tausiah berkaitan dengan persoalan ini.” Pak Lurah mempersilahkan pada Ustaz Rizki.

Ustaz Rizki memberikan tausiah panjang lebar yang didengarkan oleh warga dengan hidmat. Dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin oleh Pak Lurah sampai acara selesai.

Keesokan harinya Paman Kandi dan Bibi serta Alisa dan Raka pergi menengok rumah Alisa. Selain membersihkan makam ibu Alisa, juga membersihkan rumah Alisa yang sudah lama tak ditengoknya. Ketika sedang bersih-bersih terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Terlihat Ayah Alisa dan orang asing temannya turun dari motor. Alisa lari memeluk Pamannya. Badannya menggigil ketakutan. Dengan lembut Paman memeluknya dan mengusap rambutnya, dengan telaten membersihkan air mata Alisa sambil menenangkan.

“Tenang tidak apa-apa, mereka tidak akan mengambilmu ada Paman di sini. Paman yang bertanggung jawab” kata Paman menenangkan Alisa.

“Silahkan masuk!” dengan ramah Bibi mempersilahkan kedua orang itu masuk. Tampak keheranan dari wajah ayah Alisa melihat-lihat sekeliling ruang rumahnya. Walau peralatannya masih sama tapi terlihat rapi dan bersih.

Setelah menyuguhkan air minum dan kue seadanya Bibi permisi keluar dulu. Bibi menelepon Ustaz Rizki memberitahu kalau tamunya sudah datang. Tak berapa lama ada motor berhenti dan itu Ustaz Rizki yang datang. Keduanya masuk ke dalam.

Dengan sombong orang Asing itu menagih janji Paman Kandi. Paman Kandi dengan tenang memperkenalkan Ustaz Rizki dan mempersilahkan Ustaz Rizki berbicara mewakili keluarganya.

Kira-kira sebelum duhur Pertemuan itu selesai. Dengan sesenggukan dan bersujud-sujud  Ayah Alisa dan Orang Asing itu meminta maaf pada semuanya tak lama mereka pun pergi meninggalkan kumpulan itu.

            “Paman dan Bibi Saya mewakili warga yang semalam menitipkan uang ini, untuk selanjutnya saya serahkan pada Paman dan Bibi untuk keperluan keluarga terutama Alisa. Saya titip dan percayakan Alisa ada dalam pengasuhan Paman dan Bibi sampai dia dewasa berikut tanah dan rumah ini. Dan ini surat legalitas tanda adopsi jika sewaktu-waktu diperlukan yang sudah ditandatangani ayahnya. Dan In Sya Allah jika ada rezeki saya akan bantu setiap bulannya untuk menambah biaya sekolah Alisa.” kata Ustaz Rizki menyerahkan uang yang tadinya akan diserahkan pada Orang Asing tadi.

            “Terima kasih Ustaz, terima kasih atas bantuan semuanya.” kata Paman sambil menangis dipelukan Ustaz Rizki. Ustaz Rizki menepuk-nepuk pundak Paman Kandi. Lalu bersalaman pada semuanya.

            Sepeninggalan Ustaz Rizki, Paman Kandi, Bibi, Raka dan Alisa, keempat orang itu sesenggukan menangis sambil berpelukan. Melepaskan kegembiraan yang tak terhingga setelah selama seminggu menanggung beban yang sangat berat yang menghimpit hidupnya, dan pontang-panting mencari solusinya.

            Paman dan Bibi merasa lega sambil menatap surat yang ditandatangani Ayah Alisa.

Selesai.

oooooooOOOoooooo

1 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...