MUSYAWARAH
Paman bergegas meninggalkan rumah Pak
Lurah kembali berjalan dengan tergesa menuju rumah Mang Adul.
“Assalamualaikum,” Paman mengucap salam
di depan pintu rumah Mang Adul yang tertutup.
“Waalaikum salam.” suara istri Mang Adul
yang menjawab dari dalam.
“Eh Paman Kandi, mau ke bapak? bapaknya
di belakang lagi memberi makan kambing.” kata istri Mang Adul.
“Oh kalau begitu saya nyusul ke belakang
saja.” pinta Paman sambil melangkah menuju belakang rumah.
“Assalamualaikum,” Paman mengucap salam
pada Mang Adul.
“Waalaikum salam.” Jawab Mang Adul
keheranan. Sambil menerima uluran tangan Paman mengajak salaman.
“Tak biasanya, sepertinya ada hal yang
penting.” kata Mang Adul sambil menuju bale-bale
(tenpat istirahat setelah lelah bekerja) dekat kandang kambing diikuti oleh
Paman.
“Iya begini... (Paman menceritakan kejadian yang menimpa Alisa). Jadi kedatangan saya ke sini mau menjual
kambing Mang Adul. Barangkali Mamang bisa membantu saya.” jelas Paman.
“Oh jelas kalau membantu pasti saya mau
membantu apalagi ini untuk anak yatim. Tapi masalahnya uang yang saya punya
kemarin sore sudah ditransfer untuk membayar kuliah anak saya. Ya kalau seratus
dua ratus mungkin ada. Tapi kalau satu juta saya belum punya.” jawab Mang Adul
penuh penyesalan tidak dapat membantu.
“Oh begitu ya? Baiklah Mang, saya tidak
lama permisi dulu, saya juga belum ngasih makan kambing. Maaf ya pagi-pagi
telah merepotkan.” Pamit Paman sambil bersalaman.
“Tidak merepotkan kok, cuma maaf saya sangat
menyesal belum bisa membantu. Sabar ya Paman, mudah-mudahan secepatnya dapat
diselesaikan.” Kata Mang Adul sambil bersalaman dan menepuk-nepuk pundak Paman
dengan tangan kirinya.
Paman meninggalkan rumah Mang Adul,
bergegas menuju rumahnya mengingat banyak pekerjaan yang harus dia lakukan hari
itu.
Sore sepulang dari Ladang dan Sawah,
seakan tanpa merasa lelah Paman berkeliling kampung. Menemui orang yang
dianggap mampu, untuk menawarkan kambing atau menggadai sawahnya. Demikian juga
pagi setelah salat subuh sebelum pergi ke ladang. Paman kembali berkeliling
menawarkan kambingnya dan tanahnya. Tapi belum satu pun yang sanggup membeli
kambingnya atau menggadai sawahnya. Hingga tak terasa waktu yang dijanjikan
tinggal sehari lagi.
Sabtu sore, Paman dan Bibi sedang duduk
di depan rumahnya. Alisa dan Raka sedang bermain di halaman Masjid. Bibi
semakin cemas, pikirannya melayang membayangkan apa yang akan terjadi pada
Alisa, jika suaminya tidak dapat
memenuhi janji. Badan Bibi merinding berusaha mengusir bayangan buruknya. Bulir
bening dari netranya tak dapat ditahan lagi, seakan berebut berlomba ingin
lebih dahulu keluar.
Demikian juga dengan Paman, matanya sayu
kelelahan, kulit keningnya berkerut karena berpikir keras. Usaha yang
dilakukannya setiap hari belum ada kabar yang mencerahkan. Sementara waktu
terus berjalan mempersempit ruang gerak dan kesempatan.
Derrrrtt
Suara geter telepon dari Hp Paman yang
disimpan di meja bergetar. Paman segera mengambilnya dan melihat nama yang
tertera di telepon ternyata Pak Lurah.
“Halo Assalamualaikum.” Paman memberi
salam.
“Iya, iya, iya siap, terima kasih.”
hanya itu yang terdengar oleh Bibi ketika Paman menerima telepon.
“Dari siapa Pak?” Bibi penasaran ingin
tahu Paman menerima telepon dari siapa.
“Dari Pak Lurah, katanya setelah salat
magrib berjamaah ada hal yang ingin dibicarakan mengenai penyelesaian masalah
Alisa.” Paman menjelaskan.
“Oh begitu, Mama boleh ikut?” tanya Bibi
penasaran ingin tahu.
“Emmm Alisa dan Raka sudah berangkat ke
Masjid pasti mereka ikut salat berjamaah. Sebaiknya Mama ikut salat berjamaah
terus nanti pulang duluan bawa mereka supaya mereka tidak menguping apa yang
dibicarakan. Kasihan Alisa kalau mengetahui permasalahannya melibatkan orang
lain. Jangan sampai nanti dia malu dan tidak percaya diri karena masalah ini.”
Paman menjelaskan.
“Oh baiklah kalau begitu, ayo kita
siap-siap.” Ajak Bibi pada Paman.
Selesai salat magrib, ibu-ibu dan
anak-anak yang ikut berjamaah pulang terlebih dahulu. Pengajian anak-anak malam
itu diliburkan karena Ustaz Ahmad guru ngaji di Masjid itu ada keperluan.
Malam itu di Masjid Al Hikmah ada
sekitar 20 orang laki-laki yang ikut berjamaah. Tidak seperti biasanya mereka
salat di Masjid itu, tapi karena mereka mendapat undangan dari Pak Lurah.
Setelah semua berkumpul membentuk lingkaran di depan mimbar Pak Lurah mulai
berbicara.
“Bapak-bapak yang saya hormati, terima
kasih telah memenuhi undangan saya untuk hadir pada malam ini di sini. Adapun
maksud saya mengundang bapak sekalian ada masalah dari Paman Kandi mengenai
anak adiknya bernama Alisa. Untuk lebih jelasnya saya persilahkan pada Paman
Kandi untuk menceritakan kembali kronologis kejadiannya.” Pak Lurah
mempersilahkan Paman untuk berbicara.
“Terima kasih Pak Lurah, terima kasih
juga pada bapak-bapak yang sudah hadir di sini, sebelumnya saya mohon maaf
karena permasalahan keponakan saya semuanya jadi direpotkan. Kronologis kejadiannya
seperti ini... (Paman menceritakan
kembali kejadian yang menimpa Alisa sampai pada kesepakatan dengan Orang asing yang
dibawa ayah Alisa). Demikianlah persoalan yang saya hadapi saya ada kambing
dan tanah di belakang rumah kalau diantara bapak-bapak ada yang berkenan
menolong saya silahkan. Saya juga sudah berkeliling menawarkan tapi sampai
sejauh ini belum ada yang bisa menjamin. Di sini juga sudah ada beberapa yang
sudah saya datangi dan mengetahui persoalan yang saya hadapi.” Paman Kandi mengakhiri ceritanya.
“Terima kasih Paman Kandi demikianlah
persoalan yang dihadapinya. Untuk selanjutnya saya serahkan pada Ustaz Rizki untuk memberikan tausiah berkaitan
dengan persoalan ini.” Pak Lurah mempersilahkan pada Ustaz Rizki.
Ustaz Rizki memberikan tausiah panjang
lebar yang didengarkan oleh warga dengan hidmat. Dilanjutkan dengan diskusi
yang dipimpin oleh Pak Lurah sampai acara selesai.
Keesokan harinya Paman Kandi dan Bibi
serta Alisa dan Raka pergi menengok rumah Alisa. Selain membersihkan makam ibu
Alisa, juga membersihkan rumah Alisa yang sudah lama tak ditengoknya. Ketika
sedang bersih-bersih terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Terlihat Ayah
Alisa dan orang asing temannya turun dari motor. Alisa lari memeluk Pamannya. Badannya
menggigil ketakutan. Dengan lembut Paman memeluknya dan mengusap rambutnya,
dengan telaten membersihkan air mata Alisa sambil menenangkan.
“Tenang tidak apa-apa, mereka tidak akan
mengambilmu ada Paman di sini. Paman yang bertanggung jawab” kata Paman
menenangkan Alisa.
“Silahkan masuk!” dengan ramah Bibi
mempersilahkan kedua orang itu masuk. Tampak keheranan dari wajah ayah Alisa
melihat-lihat sekeliling ruang rumahnya. Walau peralatannya masih sama tapi
terlihat rapi dan bersih.
Setelah menyuguhkan air minum dan kue
seadanya Bibi permisi keluar dulu. Bibi menelepon Ustaz Rizki memberitahu kalau
tamunya sudah datang. Tak berapa lama ada motor berhenti dan itu Ustaz Rizki yang
datang. Keduanya masuk ke dalam.
Dengan sombong orang Asing itu menagih
janji Paman Kandi. Paman Kandi dengan tenang memperkenalkan Ustaz Rizki dan
mempersilahkan Ustaz Rizki berbicara mewakili keluarganya.
Kira-kira sebelum duhur Pertemuan itu
selesai. Dengan sesenggukan dan bersujud-sujud Ayah Alisa dan Orang Asing itu meminta maaf
pada semuanya tak lama mereka pun pergi meninggalkan kumpulan itu.
“Paman dan Bibi Saya mewakili warga
yang semalam menitipkan uang ini, untuk selanjutnya saya serahkan pada Paman
dan Bibi untuk keperluan keluarga terutama Alisa. Saya titip dan percayakan Alisa
ada dalam pengasuhan Paman dan Bibi sampai dia dewasa berikut tanah dan rumah
ini. Dan ini surat legalitas tanda adopsi jika sewaktu-waktu diperlukan yang
sudah ditandatangani ayahnya. Dan In Sya Allah jika ada rezeki saya akan bantu
setiap bulannya untuk menambah biaya sekolah Alisa.” kata Ustaz Rizki
menyerahkan uang yang tadinya akan diserahkan pada Orang Asing tadi.
“Terima kasih Ustaz, terima kasih
atas bantuan semuanya.” kata Paman sambil menangis dipelukan Ustaz Rizki. Ustaz
Rizki menepuk-nepuk pundak Paman Kandi. Lalu bersalaman pada semuanya.
Sepeninggalan Ustaz Rizki, Paman
Kandi, Bibi, Raka dan Alisa, keempat orang itu sesenggukan menangis sambil
berpelukan. Melepaskan kegembiraan yang tak terhingga setelah selama seminggu
menanggung beban yang sangat berat yang menghimpit hidupnya, dan
pontang-panting mencari solusinya.
Paman dan Bibi merasa lega sambil
menatap surat yang ditandatangani Ayah Alisa.
Selesai.
oooooooOOOoooooo
Mohon masukannya
BalasHapus