Jumat, 27 September 2019

Gempa Bumi








GEMPA BUMI
Nyi Heni


Raisa dan teman-temannya baru saja selesai salat Asar berjamaah. Biasanya mereka jajan makanan ringan sambil bermain di halaman sekolah. Hari ini ternyata hujan turun rintik-rintik anak-anak tidak terlalu berkeliaran di halaman. Mereka berkumpul sebagian ada yang di kelas ada juga yang di emperan kelas yang terlindung dari air hujan. Ada pula yang masih di depan Masjid, mereka merasa malas jajan malah berlari-larian sambil bercanda.

“Fan kita main bekel yu” Raisa mengajak Fani bermain.
“Ayo, ayo mana bekelnya?” Fani antusias diajak main oleh Raisa. Raisha mengambil bekel di tas sekolahnya. Sedangkan Fani menggeser kursi supaya tempat untuk mereka main agak luas. Fani memilih tempat di pojokan menghadap ke tembok supaya bila bolanya jatuh tidak terlalu jauh mengambilnya sebab terhalang tembok.

Setelah Raisa dan Fani duduk dibawah, Fani menyimpan bekel dan bolanya dilantai lalu mereka melakukan suit.
“Ayo suit dulu” Ajak Raisa.
“Satu, dua, tiga.” Raisa mengomando. Tangan Fani dan Raisa turun berbarengan. Raisa memasang ibu jari, sedangkan Fani jari telunjuk.
“Wah aku main duluan” kata Raisa setelah tahu dia yang menang sambil mengambil bekel. Sedangkan Fani menunggu dan memperhatikan Raisa bermain.

Ketika mereka sedang asyik bermain tiba-tiba bumi bergoyang asalnya pelan lama-lama makin kuat. Teman-teman mereka berlarian keluar sampai menumpuk di pintu sambil membaca tahlil. Melihat pintu penuh Raisa menarik tangan Fani mereka tidak lari keluar, mereka jongkok di pojok dan menarik meja sehingga posisinya berada dibawah meja.

Mereka berpegangan sambil membaca surat-surat pendek yang mereka hapal dan kalimat-kalimat toyyibah. Tangannya bergetar, jantungnya berdebar, mereka berpegangan erat saling menguatkan. Pigura hiasan dinding  yang dipajang berjatuhan ada juga beberapa yang jatuh ke meja di atas kepala mereka. Fani semakin takut tangannya terasa dingin dipegang Raisa kepala Fani beradu dengan kepala Raisa mereka memejamkan mata tidak berani melihat apa yang terjadi.

Ketika terdengan diluar sudah banyak yang ngobrol dan ada yang memanggil-manggil nama mereka.
“Fani, Raisa, Fani, Raisa” Ustad Ramdhan memanggil.
“Ya Ustaz kami di sini.” jawab Raisa mencoba menjawab. Ustaz  Romdhan mendekati mereka.
“Ayo keluar keadaan sudah aman” Ustaz Romdhan menyuruh mereka keluar dari bawah meja. Setelah keluar dari bawah meja Ustaz Ramdhan memeluk keduanya dan membimbingnya keluar kelas.

Sesampainya di luar Fani dan Raisha disambut Ustazah Qori didudukan di kursi yang kosong dan diberi minum. Setelah minum dan istirahat sesaat  barulah Raisha sadar bagaimana keadaan adiknya. 
"Gib, Gibran" Raisa berteriak memanggil adiknya. 
"Ya aku di sini" Jawab Gibran sambil menyerahkan tas kakaknya yang tadi diberikan oleh Ustaz Romdhan padanya. 
"Oh syukurlah." Raisa duduk kembali sambil mengusap dada lalu menerima tas yang diberikan adiknya dan menggendongnya. 

Raisha baru sadar lalu mengarahkan pandangannya ke sekitar, ternyata banyak teman-temannya yang terluka lecet karena berdesakan dan terjatuh saat keluar gedung. Semuanya sudah dibersihkan dan diobati. Ada genting gedung Madrasah yang jatuh dan berantakan dibawah. Ada tembok kamar mandi Masjid yang retak besar. Warung Mang Udin penjual mie ayam ambruk. Barang dagangan Teh Mimin yang berantakan di bawah dan banyak lagi akibat gempa. 

Tak berapa lama setelah kejadian gempa banyak orang tua yang datang dan menjemput anaknya. Tak berapa lama berserang Abi pun muncul menjemputnya. 

ooooooooooooooooooOOOooooooooooooooooo

4 komentar:

  1. "Barang dagangan Teh Mimin jatuh berantakan" mgkn lbh enak begitu 🙏😊 maaf

    BalasHapus
  2. Ada beberapa tanda titik/koma yang seharusnya ada ya kak ... Tetap semangat 😊💪

    BalasHapus

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...