Selasa, 24 September 2019

Main Sodah



MAIN SONDAH

Jam 13.00 WIB Raisa baru pulang Sekolah Madrasah Ibtidaiyah dekat rumahnya. Perjalanan dari Sekolah ke rumah tidak  terlalu jauh  sekitar 10 menit berjalan kaki sudah sampai. 
“Assalamualaikum” Raisa mengucap salam tak lupa cium tangan Abinya.
“Waalaikum salam” Jawab Abinya yang berada di warung depan rumahnya.

Raisa mengambil minum kerongkongannya sudah kering kehausan. Lalu mengambil nasi dan lauk pauknya sisa sarapan tadi pagi yang disediakan Uminya, tanpa mengganti dulu pakaiannya. Sambil menonton TV Raisa makan siang dengan lahap ditemani adik keduanya Ulva yang baru sekolah TK. Sesekali adiknya disuapi karena mau makan juga. Dengan telaten Raisa menyuapi adiknya sementara Uminya belum pulang karena ada jadwal ngajar sampai sore. Tak lama adik pertamanya yang laki-laki bernama Gibran baru datang. Sebenarnya pulang sekolahnya lebih dahulu karena Gibran baru kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah.
“Dari mana dulu Teteh lihat tadi bubarnya duluan kelas lima” Tanya Raisa menyelidiki.
“Dari rumah teman ngambil jambu air.” jawab Gibran sambil meletakkan tasnya lalu mengeluarkan plastik hitam yang berisi jambu air.

Raisa membawa jambu air ke dapur dan memcucinya setelah selesai makan dan menyuapi adiknya. Jambu yang sudah dicuci disimpan di baskom lengkap dengan kecap dan garam di piring kecil. Masih didepan TV Raisa dan Ulva berlanjut makan jambu air sementara Gibran makan nasi dulu.

Tak banyak Raisa memakan jambu airnya hanya beberapa butir saja. Lalu Raisa mandi dan wudu dilanjut berpakaian dan salat duhur bersiap-siap mau berangkat Sekolah Diniyah.
“Gib, ayo cepet mandi sudah siang siap-siap berangkat.” Raisa mengingatkan.
“Iya-iya,” agak bermalas-malasan Gibran beranjak juga menyelesaikan makan jambunya tadi berlanjut tanpa menyimpan piring nasinya, sambil membawa piring kotor dan  mengambil handuk, mandi, berpakaian dan salat duhur.

“Teteh, Aa, sudah siap?” Abinya mengecek setelah menutup warungnya.
“Gibran tuh masih salat duhur.” jawab Raisa sambil memakaikan kerudung pada adik perempuannya Ulva.
“Oh...Abi salat dulu ya” kata Abi senang putra-putrinya sudah bersiap untuk pergi ke Madrasah Diniyah.

Setelah semuanya siap dan mengunci pintu mereka berangkat di motor, Ulva duduk di tengah dipegang oleh Raisa sementara Gibran duduk di depan berpegangan pada spion memperhatikan Abinya mengemudikan motornya.

Sekitar perjalanan 10 menit  bermotor kedua kakak beradik tersebut turun di Madrasah Diniyah. Kelas mereka beda sekelas, Raisa Kelas 6 sama dengan di MI nya juga sementara Gibran kelas 5 juga sama dengan di MI. Teman-teman baru beberpa orang saja yang datang.

Setelah menurunkan kedua anaknya Abi melanjutkan perjalanan mau menjemput Umi, jadwal pulangnya sekitar pukul 15.00 WIB biasanya tak lama setelah Abi datang ke sekolah Umi, paling menunggu beberapa menit Uminya keluar dari kelas.

Kembali ke Raisa di Madrasah Diniyah.
“Hai Raisa, Assalamualaikum” Hani menyambut kedatangan Raisa sambil mengankat tangan kanannya mengajak tor-tosan.
“Waalaikum salam” Sambut Raisa sambil membalas tangan Hani.
“Rai! kita main sondah yu, aku sudah menggambar sondahnya tadi dan sudah minta izin pula sama Ustaz Ramzi untuk menggambar sondah di Halaman Madrasah.” jelas Hani dengan semangat.
“Hayu sebentar ya aku simpan tas dulu.” sambut Raisa antusias.

Ketika mereka sudah berada didepan sondah, Fani datang setengah berlari melihat kedua temannya mau bermain.
“Aku ikutan dong main.” pintanya pada kedua kemannya setengah memohon.
“Emang bisa mainnya?” tanya Hani meragukan mengingat Fani bukan asli orang Sunda dia pindahan dari Lampung pada awal tahun ajaran baru kemarin.
“Ya ajarinlah oleh kalian please” pinta Fani sambil merapatkan kedua telapak tangannya memohon untuk diajak main.
“Ya sudah, sekarang kamu mencari dulu genting bekas kurang lebih seukuran koin, Hani bantu Fani mencari genting, dan tas kamu sini biar aku yang menyimpan ke meja” kata Raisa mengatur teman-temannya.

Setelah berkumpul Raisa menjelaskan cara bermain Sondah.
“Kalau disini disebutnya bermain sondah tapi ada juga yang menyebut permainan taplak. Permainan ini dapat dilakukan oleh laki-laki atau perempuan bisa juga campuran. Biasanya dimainkan minimal oleh dua orang tetapi tidak lebih dari empat orang. Alat yang dipakai selain gambar sondah berupa garis-garis dibuat dilantai atau tanah berupa kotak-kotak, juga gundu atau gaco sebuah batu pipih tapi kalau aku lebih memilih genting bekas yang dibentuk sedemian rupa seukuran koin, sehingga terasa nyaman untuk dilemparkan ke kotak sondah seperti ini” jelas Raisa pada Fani sambil menunjukan genting yang dipegannya, lalu memberikannya satu pada Fani.

“Permainan ini banyak macamnya ada sondah bulan, sondah bintang, sondah silang dan sondah geser” Raisa melanjutkan penjelasannya.
“Nah yang akan kita mainkan adalah sondah bintang” lanjut Raisa sambil menunjukkan gambar sondah yang telah dibuat Hani.

“Cara mainnya gundu atau gaco diletakkan pada kotak pertama, setelah pemain melakukan suit untuk menentukan siapa yang main pertama, kedua dan seterusnya. Pemain yang mendapat giliran pertama masuk dalam kotak sambil mengangkat kakinya sebelah, lalu berjalan searah jarum jam menapaki kotak-kotak yang digambar. Bila sampai pada kotak tengah kedua kaki bisa diturunkan untuk sitirahat setelah tadi melangkah dengan kaki sebelah. Lalu melanjutkan melangkah lagi dengan kaki sebelah dan mengambil gundu atau gaco yang tadi disimpan di kotak pertama. begitu seterusnya sampai sampai gundu atau gaco sampai di kotak terakhir.” Raisa menjelaskan cara bermainnya sondah.

“Apabila kaki menginjak garis atau kaki turun dua-duanya bukan di kotak tengah, atau gaco/gundu tidak masuk pada kotak maka giliran temannya yang bermain. Siapa yang gaco/gundunya sampai lebih dulu pada kotak akhir maka dia punya kesempatan untuk memilih kotak yang bisa ditapaki kedua kaki tanpa permainan beralih pada temannya. Bila sudah sampai kotak akhir pemain memilih kotak dengan cara melemparkan gundu atau gaco dengan membelakangi dan gundu dilempar melewati kepala. Bila gundu atau gaco itu masuk pada kotak itu, maka kotak itu menjadi hak pemain dan lawannya tidak boleh menginjaknya lagi.” Raisa menjelaskan aturan main dan cara bermainnya yang ditanggapi Fani dengan antusias.

Lalu mereka pun melakukan permainan itu sampai bel masuk sekolah berbunyi. Karena belum puas mereka pun melanjutkannya pada waktu istirahat setelah selesai salat asar berjamaah ditambah Lani yang mau ikut bermain. Mereka lupa untuk jajan yang biasa mereka lakukan pada waktu istirahat. Mereka tertawa kadang-kadang berselisih jika diantara mereka ada yang berlaku curang.

Permainan mereka menjadi tontonan teman-temannya. Ada juga sebelah kiri anak-laki-laki mengikuti membuat permainan serupa. Anak-anak seakan dibagi dua kelompk menjadi kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Berkerumun ada yang sambil duduk memegang jajanannya ada juga yang berdiri tak mau ketinggalan memperhatikan temannya bermain.  Mereka tampak bahagia bersorak sorai memberi tepukan pada pemain yang menang, kadang terlihat kecewa jika pemain jagoannya ternyata gundu atau gaconya meleset.

Sekian

ooooooooooooooooOOOoooooooooooooooo


11 komentar:

  1. Aku lumayan jago main sondah, dulu 😁
    Tapi payah klo lompat tali😅

    BalasHapus
  2. Kalau gitu kita seumuran kayanya he he he
    Aku sudah punya cucu hi 🤔🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

    BalasHapus
  3. Mainan aku banget ni di sekolah dulu
    Rela pergi cpet cuma mau main itu 😄
    Tapi di sini nama permainannya sodok (krna mainnya disodok 😄)
    Trus alat buat mainnya kami sebut gucu (terbuat dri pecahan genting)

    BalasHapus
  4. Menurut saya penjelasan tentang aturan permainan sondah sedikit bertele-tele. Maaf, hanya opini penikmat kata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he he mungkin juga inginnya supaya yang benar-benar belum tahu bisa mengikuti langkah-langkahnya, lagi pula ini kan untuk anak SD penjelasannya

      Terima Kasih komentarnya

      Hapus
  5. Di daerahku namanya "Engkle". 😉👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya beda daerah beda istilah
      Terima kasih

      Hapus
  6. Sombron Provinsi mana mbak? Aku tuh baru dengar nama daerahnya

    BalasHapus

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...