MAIN
SONDAH
Jam
13.00 WIB Raisa baru pulang Sekolah Madrasah Ibtidaiyah dekat rumahnya. Perjalanan
dari Sekolah ke rumah tidak terlalu jauh sekitar 10 menit berjalan kaki sudah sampai.
“Assalamualaikum”
Raisa mengucap salam tak lupa cium tangan Abinya.
“Waalaikum
salam” Jawab Abinya yang berada di warung depan rumahnya.
Raisa
mengambil minum kerongkongannya sudah kering kehausan. Lalu mengambil nasi dan
lauk pauknya sisa sarapan tadi pagi yang disediakan Uminya, tanpa mengganti dulu pakaiannya. Sambil menonton TV
Raisa makan siang dengan lahap ditemani adik keduanya Ulva yang baru sekolah
TK. Sesekali adiknya disuapi karena mau makan juga. Dengan telaten Raisa
menyuapi adiknya sementara Uminya belum pulang karena ada jadwal ngajar sampai
sore. Tak lama adik pertamanya yang laki-laki bernama Gibran baru datang.
Sebenarnya pulang sekolahnya lebih dahulu karena Gibran baru kelas 5 Madrasah
Ibtidaiyah.
“Dari
mana dulu Teteh lihat tadi bubarnya duluan kelas lima” Tanya Raisa menyelidiki.
“Dari
rumah teman ngambil jambu air.” jawab Gibran sambil meletakkan tasnya lalu
mengeluarkan plastik hitam yang berisi jambu air.
Raisa
membawa jambu air ke dapur dan memcucinya setelah selesai makan dan menyuapi
adiknya. Jambu yang sudah dicuci disimpan di baskom lengkap dengan kecap dan
garam di piring kecil. Masih didepan TV Raisa dan Ulva berlanjut makan jambu
air sementara Gibran makan nasi dulu.
Tak
banyak Raisa memakan jambu airnya hanya beberapa butir saja. Lalu Raisa mandi
dan wudu dilanjut berpakaian dan salat duhur bersiap-siap mau berangkat Sekolah
Diniyah.
“Gib,
ayo cepet mandi sudah siang siap-siap berangkat.” Raisa mengingatkan.
“Iya-iya,”
agak bermalas-malasan Gibran beranjak juga menyelesaikan makan jambunya tadi berlanjut tanpa menyimpan piring nasinya, sambil membawa piring kotor dan mengambil handuk, mandi, berpakaian dan salat duhur.
“Teteh,
Aa, sudah siap?” Abinya mengecek setelah menutup warungnya.
“Gibran
tuh masih salat duhur.” jawab Raisa sambil memakaikan kerudung pada adik
perempuannya Ulva.
“Oh...Abi
salat dulu ya” kata Abi senang putra-putrinya sudah bersiap untuk pergi ke
Madrasah Diniyah.
Setelah
semuanya siap dan mengunci pintu mereka berangkat di motor, Ulva duduk di tengah dipegang oleh
Raisa sementara Gibran duduk di depan berpegangan pada spion memperhatikan Abinya mengemudikan
motornya.
Sekitar
perjalanan 10 menit bermotor kedua kakak beradik tersebut turun di
Madrasah Diniyah. Kelas mereka beda sekelas, Raisa Kelas 6 sama dengan di MI nya
juga sementara Gibran kelas 5 juga sama dengan di MI. Teman-teman baru beberpa orang saja yang datang.
Setelah
menurunkan kedua anaknya Abi melanjutkan perjalanan mau menjemput Umi, jadwal pulangnya sekitar pukul 15.00 WIB biasanya tak lama setelah Abi datang ke
sekolah Umi, paling menunggu beberapa menit Uminya keluar dari kelas.
Kembali ke Raisa di Madrasah Diniyah.
“Hai
Raisa, Assalamualaikum” Hani menyambut kedatangan Raisa sambil mengankat tangan
kanannya mengajak tor-tosan.
“Waalaikum
salam” Sambut Raisa sambil membalas tangan Hani.
“Rai!
kita main sondah yu, aku sudah menggambar sondahnya tadi dan sudah minta izin
pula sama Ustaz Ramzi untuk menggambar sondah di Halaman Madrasah.” jelas Hani
dengan semangat.
“Hayu
sebentar ya aku simpan tas dulu.” sambut Raisa antusias.
Ketika
mereka sudah berada didepan sondah, Fani datang setengah berlari melihat kedua
temannya mau bermain.
“Aku
ikutan dong main.” pintanya pada kedua kemannya setengah memohon.
“Emang
bisa mainnya?” tanya Hani meragukan mengingat Fani bukan asli orang Sunda dia
pindahan dari Lampung pada awal tahun ajaran baru kemarin.
“Ya
ajarinlah oleh kalian please” pinta Fani sambil merapatkan kedua telapak
tangannya memohon untuk diajak main.
“Ya
sudah, sekarang kamu mencari dulu genting bekas kurang lebih seukuran koin,
Hani bantu Fani mencari genting, dan tas kamu sini biar aku yang menyimpan ke
meja” kata Raisa mengatur teman-temannya.
Setelah
berkumpul Raisa menjelaskan cara bermain Sondah.
“Kalau
disini disebutnya bermain sondah tapi
ada juga yang menyebut permainan taplak. Permainan ini dapat dilakukan oleh
laki-laki atau perempuan bisa juga campuran. Biasanya dimainkan minimal oleh
dua orang tetapi tidak lebih dari empat orang. Alat yang dipakai selain gambar
sondah berupa garis-garis dibuat dilantai atau tanah berupa kotak-kotak, juga
gundu atau gaco sebuah batu pipih tapi kalau aku lebih memilih genting bekas
yang dibentuk sedemian rupa seukuran koin, sehingga terasa nyaman untuk
dilemparkan ke kotak sondah seperti ini” jelas Raisa pada Fani sambil
menunjukan genting yang dipegannya, lalu memberikannya satu pada Fani.
“Permainan ini banyak
macamnya ada sondah bulan, sondah bintang, sondah silang dan sondah geser”
Raisa melanjutkan penjelasannya.
“Nah yang akan kita
mainkan adalah sondah bintang” lanjut Raisa sambil menunjukkan gambar sondah
yang telah dibuat Hani.
“Cara mainnya gundu
atau gaco diletakkan pada kotak pertama, setelah pemain melakukan suit untuk
menentukan siapa yang main pertama, kedua dan seterusnya. Pemain yang mendapat
giliran pertama masuk dalam kotak sambil mengangkat kakinya sebelah, lalu
berjalan searah jarum jam menapaki kotak-kotak yang digambar. Bila sampai pada
kotak tengah kedua kaki bisa diturunkan untuk sitirahat setelah tadi melangkah
dengan kaki sebelah. Lalu melanjutkan melangkah lagi dengan kaki sebelah dan
mengambil gundu atau gaco yang tadi disimpan di kotak pertama. begitu
seterusnya sampai sampai gundu atau gaco sampai di kotak terakhir.” Raisa
menjelaskan cara bermainnya sondah.
“Apabila kaki menginjak
garis atau kaki turun dua-duanya bukan di kotak tengah, atau gaco/gundu tidak
masuk pada kotak maka giliran temannya yang bermain. Siapa yang gaco/gundunya sampai
lebih dulu pada kotak akhir maka dia punya kesempatan untuk memilih kotak yang
bisa ditapaki kedua kaki tanpa permainan beralih pada temannya. Bila sudah
sampai kotak akhir pemain memilih kotak dengan cara melemparkan gundu atau gaco
dengan membelakangi dan gundu dilempar melewati kepala. Bila gundu atau gaco
itu masuk pada kotak itu, maka kotak itu menjadi hak pemain dan lawannya tidak
boleh menginjaknya lagi.” Raisa menjelaskan aturan main dan cara bermainnya
yang ditanggapi Fani dengan antusias.
Lalu
mereka pun melakukan permainan itu sampai bel masuk sekolah berbunyi. Karena
belum puas mereka pun melanjutkannya pada waktu istirahat setelah selesai salat
asar berjamaah ditambah Lani yang mau ikut bermain. Mereka lupa untuk jajan
yang biasa mereka lakukan pada waktu istirahat. Mereka tertawa kadang-kadang
berselisih jika diantara mereka ada yang berlaku curang.
Permainan
mereka menjadi tontonan teman-temannya. Ada juga sebelah kiri anak-laki-laki
mengikuti membuat permainan serupa. Anak-anak seakan dibagi dua kelompk menjadi
kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Berkerumun ada yang sambil duduk
memegang jajanannya ada juga yang berdiri tak mau ketinggalan memperhatikan
temannya bermain. Mereka tampak bahagia bersorak
sorai memberi tepukan pada pemain yang menang, kadang terlihat kecewa jika
pemain jagoannya ternyata gundu atau gaconya meleset.
Sekian
ooooooooooooooooOOOoooooooooooooooo
Mohon masukkannya
BalasHapusAku lumayan jago main sondah, dulu 😁
BalasHapusTapi payah klo lompat tali😅
Kalau gitu kita seumuran kayanya he he he
BalasHapusAku sudah punya cucu hi 🤔🤦♀️🤦♀️🤦♀️
Mainan aku banget ni di sekolah dulu
BalasHapusRela pergi cpet cuma mau main itu 😄
Tapi di sini nama permainannya sodok (krna mainnya disodok 😄)
Trus alat buat mainnya kami sebut gucu (terbuat dri pecahan genting)
Beda istilah saja barangkali
HapusMenurut saya penjelasan tentang aturan permainan sondah sedikit bertele-tele. Maaf, hanya opini penikmat kata.
BalasHapusHe he he mungkin juga inginnya supaya yang benar-benar belum tahu bisa mengikuti langkah-langkahnya, lagi pula ini kan untuk anak SD penjelasannya
HapusTerima Kasih komentarnya
Di daerahku namanya "Engkle". 😉👍
BalasHapusOh iya beda daerah beda istilah
HapusTerima kasih
Gedrik, kalau di Sombron
BalasHapusSombron Provinsi mana mbak? Aku tuh baru dengar nama daerahnya
BalasHapus