1.
Granat
Nanas
Diceritakan
di satu desa bernama Desa Bojong Kokosan hiduplah seorang anak dengan
keluarganya. Seorang anak laki-laki bernama Adul berumur sekitar 9 tahun. Adul
adalah anak bungsu dari pasangan Emak Itim dengan Abah Husni. Kehidupan
keluarga ini kurang mampu dari segi ekonomi. Sehari-hari Abah Husni bekerja
sebagai petani. Dengan delapan anggota keluraga.
Abah
Husni bekerja dari pagi buta hingga petang untuk menghidupi keluarganya.
Disamping istri dan kedelapan anaknya. Ada juga Ibunya yang sudah menjanda dan
tua. Serta kedua adiknya janda pula. Abah Husni dalam mengolah tanah
pertaniannya dibantu oleh adik bungsu dan keponakannya.
“Hei bangun... bangun...bangun...salat, salat.” Abah Husni membangunkan anak-anaknya
yang tidur berjajar di Tengah Rumah. Abah Husni selalu membangunkan
anak-anaknya sebelum subuh.
Di
Rumah Abah Husni memang hanya ada dua kamar. Satu kamar Abah dan Umi, sedangkan
yang satu lagi kamar Goah (kamar
tempat menyimpan bahan makanan seperti beras, ranginang mentah, pisang dan lain
sebagainya). Sedangkan anak-anak semuanya tidur di Tengah Rumah baik laki-laki
maupun perempuan dengan satuan terpisah.
“Ipah
bangun!” Kata Abah Husni pada anaknya yang paling besar. Mendengar suara Abah
membangunkannya Ipah langsung terbangun.
“Iya
Bah.” Jawab Ipah. Lalu membangunkan
adik-adiknya. Semua anak Abah sudah terbiasa bangun sebelum subuh.
Semua
pergi ke Pancuran di Legok.
Dibelakang rumahnya turun ke bawah. Abah membawa obor. Umi membawa beras untuk
dicuci sedangkan anak-anaknya membawa Lodong
(tempat membawa air terbuat dari bambu). Karena pada waktu itu belum punya
jamban di rumah. Hampir semua warga di kampung itu untuk keperluan MCK nya datang
ke pancuran itu. (Air yang bersumber
dari mata air yang dialirkan melalui bambu).
Tapi ada juga yang ke kali Cicatih.
Setelah
salat subuh berjamaah di Surau yang letaknya tak jauh dari rumah. Lalu
berlanjut dengan mengajar mengaji anak-anak yang datang ke Surau. Kegiatan Abah Husni sepulang dari Surau biasanya
mendengarkan berita BBC sambil sarapan dengan bakar ubi atau rebus singkong
ditemani teh hangat. Berita dari radio dan ceramah para ulama yang membakarnya
menjadi pejuang pembela negara. Walaupun kesehariannya sebagai petani disela-sela
waktunya Abah Husni selalu menaruh perhatian pada pendidikan dan perjuangan.
Pada
suatu hari, Udin adik Abah Husni menemukan granat nanas dan helm prajurit NIKA. granat nanas hasil temuannya itu selalu dibawa-bawa kemana pun Udin pergi. granat itu
selalu berada dikantong celananya. Hari itu Udin dan Abah Husni ada kabar harus
rapat di Kampung Ungkrak Cibadak. Udin mau memberitahukan kabar itu ke Abah
Husni. Tiba di pinggir kali Cicatih Udin hendak buang air kecil yang sudah
ditahannya dari tadi. Tanpa pikir panjang karena sudah kebelet, Udin meletakkan
bom nanas yang berada di saku celananya di bawah pohon pisang. Dengan
tergesa-gesa Udin turun ke kali Cicatih untuk buang air kecil.
Sementara
itu Adul dan Emak Itim beserta neneknya baru sampai di pinggir kali Cicatih.
Emak dan nenek mau mencuci pakaian. Sekalian mengantarkan nasi untuk Abah Husni
yang berada di Sawah.
“Ma
manggih ieu (Ma menemukan ini)” kata Adul sambil mengacungkan bom nanas temuannya.
“Eh
awas tong dibedol (Eh awas jangan ditarik).” Kata Emak Itim sambil merebut granat dari tangan Adul. Karena panik Adul yang
sedang memegang pemicu granat, dan granat ditarik oleh Emak maka otomatis pemicu granat jadi terlepas. Ema melemparnya sekuat tenaga.
Duaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Bom
pun meledak suaranya menggelegar memekakan telinga.
Bagaimana
nasib Emak dan Adul? ikuti cerita selanjutnya.
Bersambung
oooooooooooooOOOoooooooooooo
Mohon masukannya
BalasHapus