PERISTIWA
DI BOJONG KOKOSAN (lanjutan)
2. Sungai Cicatih
Duaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Granat
pun meledak suaranya menggelegar memekakan telinga.
Mendengar
suara ledakan yang sangat dekat. Udin kaget bukan kepalang hampir saja dia
tersungkur ke dalam air. Udin teringat pada granat yang disimpannya di bawah
pohon pisang. Cepat-cepat Udin mengancingkan celananya. Udin berlari secepatnya
naik ke atas melihat apa yang terjadi.
Sesampainya
di atas. Di pinggir kali. Udin sangat lemas tapi bukan cape karena lari.
Napasnya tersengal sulit bernapas bukan karena asma. Tubuhnya tersungkur sujud
dihadapan dua sosok tubuh yang berselimut lumpur. Walaupun wajah dan tubuhnya
tertutup lumpur sawah yang menyembur. Dari postur tubuh dan pakaian yang
dikenakannya Udin sangat mengenali siapa tubuh yang ada dihadapannya.
“Ceu....Bangun
Ceu....” Tanpa malu Udin menangis sekeras-kerasnya berteriak memanggil orang
yang dicintainya. Yang selalu menyediakan makanan untuknya.
“Adul
.... Adul bangun.” Udin pindah pada tubuh Adul berteriak memanggil keponakannya
sambil menggoyang-goyangkan badan Adul.
Sementara
itu Abah Husni yang sedang mencangkul di sawah. Mendengar suara ledakan berlari
meninggalkan pekerjaannya mendekati arah suara. Abah Husni mempercepat
langkahnya ketika mengenal suara yang memanggil-manggil Adul anak bungsunya.
“Udin kunaon (Udin kenapa) ?” tanya Abah pada Udin yang masih deku menangis sambil
menggoyang-goyangkan tubuh Adul yang tergeletak dihadapannya. Tanpa pikir
panjang Abah Husni memeriksa badan Adul ada sedikit luka di pahanya. Lalu Adul
digendong dibawa ke Sungai Cicatih. Badannya yang berlumuran lumpur dibersihkan
sambil terus digoyang-goyangkan supaya siuman dari pingsannya.
“Udin
sini!” Suara Abah Husni memanggil Udin yang masih menangis di hadapan Emak Itim
kakak iparnya.
Mendengar
namanya dipanggil, Udin berlari mendekati kakaknya Abah Husni yang masih
membersihkan Adul yang kini sudah siuman tapi masih lemas. Adul didudukkan
dipinggir sungai setengah bersandar pada
rumput dipinggir sungai.
Abah
Husni dan Udin kembali ke atas mendekati tubuh Emak Itim di atas. Tubuh Emak
Itim yang masih tergeletak dibopong ke Sungai Cicatih. Sambil dibersihkan dari
lumpur tubuh Emak diperiksa ternyata ada luka cukup besar dikakinya.
“Din,
cari daun babadotan dan alang-alang.”
Perintah Abah Husni pada Udin. Tanpa diperintah dua kali Udin pergi
meninggalkan suami istri itu untuk mencari daun babadotan dan daun alang-alang.
Tak
lama Udin sudah kembali lagi dengan membawa daun babadotan dan alang-alang. Tanpa menunggu perintah Udin sudah tahu
apa yang harus dilakukan. Daun alang-alang Udin cuci lalu ditumbuk diantara dua
batu sampai lumat. Sedangkan daun babadotan
setelah dicuci digilas dengan kedua tangannya.
Abah
Husni yang masih membersihkan tubuh Emak dari lumpur. Dengan cekatan
membersihkan luka yang menganga di kaki Emak. Lalu meminta daun alang-alang
yang ditumbuk Udin.
“Din
bawa sini daunnya!” Perintah Abah Husni sambil memegang kaki Emak yang terluka.
“Ini
Bah...” Jawab Udin sambil memberikan daun yang tadi ditumbuk. Abah Husni
mengambil tumbukan daun lalu dengan genggamannya diperas dan airnya dikucurkan
pada kaki Emak Itim yang terluka. Setelah itu daunnya di tempelkan pada luka lalu ditutup dengan daun babadotan
yang sudah dilemaskan. Selanjutnya diikat dengan daun alang-alang yang belum
ditumbuk hingga daun yang dipokokkan tidak jatuh dan terus menempel pada luka.
“Eeeehhh...”
Emak Itim mengerang sambil menarik-narik kakinya yang sedang diobati. Mungkin
terasa perih karena lukanya yang cukup lebar. Abah Husni merasa lega mendengar
suara istrinya, menandakan istrinya sudah siuman.
“Bah,
Bah, tolong lihat itu” Suara di atas memanggil Abah dengan keras sambil menunjuk ke arah utara.
“Bah,
Bah... itu” Kembali orang itu melambai dan menunjuk ke tempat lain. Abah
memalingkan wajahnya melihat siapa yang memanggilnya. Melihat ada yang
memanggil dan melambai padanya. Lalu Abah meminta bantuan Udin menggotong Emak
ke pinggir Sungai Cicatih dekat dengan Adul yang mulai agak segar.
“Din
Tunggu di sini, Abah naik dulu ke atas.” Perintahnya pada Udin.
“Ya,
Bah...” Jawab Udin singkat, sambil mengelus-elus kepala Adul yang sudah siuman
penuh.
Abah
berlari naik ke atas ....
Apa yang ditunjukan warga pada Abah Husni. Bagaimana nasib nenek yang belum diceritakan? .penasaran? tunggu kelanjutannya.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar