Selasa, 15 Oktober 2019

PERISTIWA DI BOJONG KOKOSAN (2)


PERISTIWA DI BOJONG  KOKOSAN (lanjutan) 

            

2.      Sungai Cicatih


Duaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

Granat pun meledak suaranya menggelegar memekakan telinga.

Mendengar suara ledakan yang sangat dekat. Udin kaget bukan kepalang hampir saja dia tersungkur ke dalam air. Udin teringat pada granat yang disimpannya di bawah pohon pisang. Cepat-cepat Udin mengancingkan celananya. Udin berlari secepatnya naik ke atas melihat apa yang terjadi.

Sesampainya di atas. Di pinggir kali. Udin sangat lemas tapi bukan cape karena lari. Napasnya tersengal sulit bernapas bukan karena asma. Tubuhnya tersungkur sujud dihadapan dua sosok tubuh yang berselimut lumpur. Walaupun wajah dan tubuhnya tertutup lumpur sawah yang menyembur. Dari postur tubuh dan pakaian yang dikenakannya Udin sangat mengenali siapa tubuh yang ada dihadapannya.

Ceu....Bangun Ceu....” Tanpa malu Udin menangis sekeras-kerasnya berteriak memanggil orang yang dicintainya. Yang selalu menyediakan makanan untuknya.

“Adul .... Adul bangun.” Udin pindah pada tubuh Adul berteriak memanggil keponakannya sambil menggoyang-goyangkan badan Adul.

Sementara itu Abah Husni yang sedang mencangkul di sawah. Mendengar suara ledakan berlari meninggalkan pekerjaannya mendekati arah suara. Abah Husni mempercepat langkahnya ketika mengenal suara yang memanggil-manggil Adul anak bungsunya.

Udin kunaon (Udin kenapa) ?” tanya Abah pada Udin yang masih deku menangis sambil menggoyang-goyangkan tubuh Adul yang tergeletak dihadapannya. Tanpa pikir panjang Abah Husni memeriksa badan Adul ada sedikit luka di pahanya. Lalu Adul digendong dibawa ke Sungai Cicatih. Badannya yang berlumuran lumpur dibersihkan sambil terus digoyang-goyangkan supaya siuman dari pingsannya.

“Udin sini!” Suara Abah Husni memanggil Udin yang masih menangis di hadapan Emak Itim kakak iparnya.

Mendengar namanya dipanggil, Udin berlari mendekati kakaknya Abah Husni yang masih membersihkan Adul yang kini sudah siuman tapi masih lemas. Adul didudukkan dipinggir sungai  setengah bersandar pada rumput dipinggir sungai.

Abah Husni dan Udin kembali ke atas mendekati tubuh Emak Itim di atas. Tubuh Emak Itim yang masih tergeletak dibopong ke Sungai Cicatih. Sambil dibersihkan dari lumpur tubuh Emak diperiksa ternyata ada luka cukup besar dikakinya.

“Din, cari daun babadotan dan alang-alang.” Perintah Abah Husni pada Udin. Tanpa diperintah dua kali Udin pergi meninggalkan suami istri itu untuk mencari daun babadotan dan daun alang-alang.

Tak lama Udin sudah kembali lagi dengan membawa daun babadotan dan alang-alang. Tanpa menunggu perintah Udin sudah tahu apa yang harus dilakukan. Daun alang-alang Udin cuci lalu ditumbuk diantara dua batu sampai lumat. Sedangkan daun babadotan setelah dicuci digilas dengan kedua tangannya.

Abah Husni yang masih membersihkan tubuh Emak dari lumpur. Dengan cekatan membersihkan luka yang menganga di kaki Emak. Lalu meminta daun alang-alang yang ditumbuk Udin.

“Din bawa sini daunnya!” Perintah Abah Husni sambil memegang kaki Emak yang terluka.

“Ini Bah...” Jawab Udin sambil memberikan daun yang tadi ditumbuk. Abah Husni mengambil tumbukan daun lalu dengan genggamannya diperas dan airnya dikucurkan pada kaki Emak Itim yang terluka. Setelah itu daunnya di tempelkan  pada luka lalu ditutup dengan  daun babadotan yang sudah dilemaskan. Selanjutnya diikat dengan daun alang-alang yang belum ditumbuk hingga daun yang dipokokkan tidak jatuh dan terus menempel pada luka.

“Eeeehhh...” Emak Itim mengerang sambil menarik-narik kakinya yang sedang diobati. Mungkin terasa perih karena lukanya yang cukup lebar. Abah Husni merasa lega mendengar suara istrinya, menandakan istrinya sudah siuman.

“Bah, Bah, tolong lihat itu” Suara di atas memanggil Abah dengan keras sambil menunjuk ke arah utara. 

“Bah, Bah... itu” Kembali orang itu melambai dan menunjuk ke tempat lain. Abah memalingkan wajahnya melihat siapa yang memanggilnya. Melihat ada yang memanggil dan melambai padanya. Lalu Abah meminta bantuan Udin menggotong Emak ke pinggir Sungai Cicatih dekat dengan Adul yang mulai agak segar.

“Din Tunggu di sini, Abah naik dulu ke atas.” Perintahnya pada Udin.

“Ya, Bah...” Jawab Udin singkat, sambil mengelus-elus kepala Adul yang sudah siuman penuh.

Abah berlari naik ke atas ....


Apa yang ditunjukan warga pada Abah Husni. Bagaimana nasib nenek yang belum diceritakan? .penasaran? tunggu kelanjutannya.


Bersambung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...