HATI YANG TERTAWAN
Selepas ujian teman-teman Fitri
pada sibuk mengumpulkan informasi mengenai Perguruan Tinggi. Baik melalui
brosur maupun melalui blog di internet. Ada juga mahasiswa-mahasiswa yang
promosi datang ke sekolah. Kegiatan Belajar Mengajar sudah tidak terlalu ketat.
“Neng maaf kalau ruang kepala sekolah dimana yah?”
tiba-tiba ada suara berat terdengar dari belakang.
Fitri menghentikan langkahnya
menoleh ke belakang lalu melihat sekeliling setelah yakin tidak ada orang lain
lagi disitu baru menjawab.
“Ooohhh... eengh di sebelah sana Kak!” jempol kanannya menunjuk, sedangkan tangan kirinya penuh memeluk buku perpustakaan yang akan dikembalikannya.
“Mari saya antar, kebetulan saya juga mau ke Perpustakaan ruangannya bersebelahan dengan perpustakaan”. Fitri menawarkan diri.
Kemudian mereka berjalan
beriringan menuju ruang kepala sekolah.
“Assalamualaikum....” Fitri
mengucapkan salam
“Waalaikum salam” Bu Noni
menjawab sambil membawa buku matematika hendak ke kelas.
“Bu, Kepala Sekolah ada? Ini ada tamu yang mau bertemu kepala sekolah” tanya Fitri pada Bu Noni.
“Oh kepala sekolah lagi keluar dulu, tapi nanti balik lagi ke sini sebab ada jadwal menjadi imam dan memberi tausiah shalat dhuhur di Mesjid sekolah”. Bu Noni menjelaskan.
“Bagaimana? Mau pulang lagi atau mau ditunggu?” Bu Noni bertanya pada tamunya.
“Ditunggu saja Bu, kalau balik lagi saya lebih lama lagi nantinya” jawab tamunya.
“Baiklah kalau mau ditunggu silahkan duduk, Fit... kamu temenin tamunya ya ibu mau ke kelas dulu” Bu Noni memberi perintah.
“Kak daripada nunggu disini lebih baik nunggunya di perpus yu bisa sambil baca-baca.” Fitri memberi usul.
“Oh iya ayo” tamunya kembali berdiri setelah tadi duduk beberapa saat.
“Bu katanya nunggunya mau di Perpus aja bisa sambil baca-baca.” Kata Fitri sambil berjalan menuju perpus.
“Oh iya boleh-boleh” kata Bu Noni sambil mengikuti berjalan mau ke kelas.
***
“Assalamualaikum...”Fitri kembali mengucapkan salam setibanya di depan pintu Perpus yang terbuka.
“Waalaikum salam” terdengar jawaban lembut dari dalam.
Ketika Fitri masuk tak terlihat
ada siapa-siapa terdengar suara kaki berjalan mendekat dibalik rak-rak buku.
“Hai Fit, bagaimana sehat?” sapa
Bu Hamdah yang keluar dari balik rak-rak buku yang memenuhi ruangan.
Bu Hamdah sudah kenal betul dengan
Fitri. Fitri anak yang rajin. Hampir setiap istirahat Fitri pasti ada di
Perpustaan. Kalau tidak merangkum buku
pelajaran ya membaca novel, majalah atau koran. Kadang-kadang kalau tidak ada
tugas mendesak, Fitri juga suka membantu menuliskan buku yang dipinjam atau
dikembalikan oleh teman-temannya yang datang ke Perpustakaan. Fitri menjadi
murid pustaka.
“Eeehhh ini siapa?” Bu Hamdah bertanya penuh selidik.
“Ini Kak.... “ Fitri tak melanjutkan kata-katanya.
“Fadlan,” kata Fadlan menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
“Oh saya Hamdah” sambut Bu Hamdah sambil menyambut tangan Fadlan yang mengajaknya bersalaman.
“Ini Bu, Kak Fadlan ini mau ada perlu kepada kepala sekolah. Kata Bu Noni tadi kepala sekolah sedang keluar ada kepentingan dulu, tapi akan ke sini lagi karena ada jadwal jadi imam shalat dhuhur di Masjid sekolah. Jadi Kak Fadlan ini mau menunggu di sini sambil baca-baca.” Fitri menjelaskan.
“Bolehkan Bu?” Fitri minta persetujuan Bu Hamdah.
“Oooh boleh-boleh silahkan” Bu Hamdah mempersilahkan.
“Terima kasih” jawab Fadlan membungkukkan badannya.
Fitri menyimpan buku yang tadi
dibawanya, lalu mengantar Fadlan ketempat duduknya.
“Silahkan Kak, kalau mau baca tinggal pilih aja buku yang diminati atau hanya melihat-lihat aja juga tak apa-apa, saya permisi mau membantu Bu Hamdah, nanti kalau bapak kepala sekolahnya sudah ada saya kasih tahu lagi” Fitri minta diri.
“Terima kasih ya dek Fit.. Oh iya kita belum kenalan“ kata Fadlan sambil mengulurkan tangannya.
“Fitri....sama-sama” jawab Fitri sambil menyambut uluran tangan Fadlan. Kemudian kembali ke meja Bu Hamdah.
***
“Kak.... bapak kepala sekolahnya sudah datang tapi langsung siap-siap mau ke Masjid, sebaiknya kakak ikut shalat berjamaah deh nanti selesai shalat dan berdoa kakak bisa langsung menemuinya di Masjid jadi tidak perlu menunggu lagi”. Fitri memberitahukan Fadlan.
“Oh iya terima kasih” sambil berdiri bersiap-siap meninggalkan mejanya dan melangkah.
Baru juga selangkah kembali membalikan badan
dan bertanya
“Eh dek Fit, Masjidnya sebelah mana ya” tanyanya.
“Eh dek Fit, Masjidnya sebelah mana ya” tanyanya.
“Dari sini lurus saja ke bawah, nanti akan ketemu” Fitri menjelaskan.
“Terima kasih.” Kata Fadlan sambil meninggalkan Fitri.
***
Fadlan adalah laki-laki pertama
yang dikenalnya selain teman-teman sekolahnya. Fitri kurang pandai bergaul,
kata-katanya pun sangat terbatas bila bertemu dengan orang lain. Fitri lebih
banyak membaca dari pada berbicara. Kalau tidak ditanya Fitri kurang berani
untuk berbicara, kalau ditanya baru Fitri mau menjawab. Selebihnya Fitri diam
dan hanya menyimak saja bila teman-temannya sedang bergosip.
Setelah perkenalannya dengan
Fadlan, Fitri lebih pandai merangkai kata-kata. Entah itu bentuk puisi atau
bentuk cerita. Buku hariannya penuh dengan tulisan dan rangkaian kata-kata
berbunga. Menggambarkan sosok Fadlan dari ujung rambut sampai ke kaki, padahal
hanya bertemu sepintas. Dari model rambut sampai warna sepatu diurai lengkap
dan mendetail tak terlewat.
Dan yang paling menakjubkan Fitri
menggambarkan harapan dan angan-angan kalau Fadlan menjadi pacarnya. Laki-laki
yang tampan, sopan, perhatian, jujur, tidak sombong dan romantis. Dan yang
paling utama Fadlan mau menjadi pacarnya bahkan menjadi suaminya kelak.
Itulah angan-angan yang memenuhi
buku hariannya. Kadang Fitri tersenyum-senyum sendiri di depan bukunya. Dengan
bebas Fitri mengekpresikan segala harapan dan impiannya dalam bentuk tulisan.
Kerinduannya ditumpahkan dalam rayuan-rayuan gombal yang ditulis dalam bentuk
surat yang tak pernah dikirimkan. Rasa cintanya dituang dalam puisi yang tak
pernah dibacakan.
Cinta yang digambarkan Fitri pada
Fadlan adalah cinta tulus. Cinta yang tak mengharapkan balasan. Cukup senang
dan puas walaupun hanya tertuang dalam kata-kata. Rindu yang digambarkan rindu
tak bertepi, yang ditumpahkan dalam tulisan-tulisan romantis penuh rasa, rindu
pada pacar bayangan yang digambarkan dengan sempurna.
Dan kata-katanya romantisnya
semakin produktif bila Fitri mendengar lagu “Arti Kehidupan” karya Doel
Sumbang. Seakan-akan benar-benar Fadlan telah menjadi pacarnya yang semakin
lama semakin rindu ingin bertemu. Pacar pujaan yang tak dapat digantikan dengan
yang lain.
Tapi anehnya, disisi lain
tulisannya juga ada curahan hati sisi aslinya yang ada kekhawatiran, kalau
cinta yang tumbuh dalam hatinya bertepuk sebelah tangan. Ada rambu-rambu agar
tidak kehilangan kendali bila suatu saat menemukan kenyataan yang tidak sesuai
dengan angan dan impian. Mungkin membingungkan bagi yang tak mengalami. Tapi
bagi Fitri itulah belajar arti kehidupan melambungkan angan setinggi keinginan
tapi tetap sadar akan kenyataan yang dihadapi.
Terima kasih.
Mohon masukannya
BalasHapus