Senin, 07 Oktober 2019

Hati yang tertawan





HATI YANG TERTAWAN

Selepas ujian teman-teman Fitri pada sibuk mengumpulkan informasi mengenai Perguruan Tinggi. Baik melalui brosur maupun melalui blog di internet. Ada juga mahasiswa-mahasiswa yang promosi datang ke sekolah. Kegiatan Belajar Mengajar sudah tidak terlalu ketat.

“Neng maaf kalau ruang kepala sekolah dimana yah?” tiba-tiba ada suara berat terdengar dari belakang.

Fitri menghentikan langkahnya menoleh ke belakang lalu melihat sekeliling setelah yakin tidak ada orang lain lagi disitu baru menjawab.

“Ooohhh... eengh di sebelah sana Kak!” jempol kanannya menunjuk, sedangkan tangan kirinya penuh memeluk buku perpustakaan yang akan dikembalikannya.

“Mari saya antar, kebetulan saya juga mau ke Perpustakaan ruangannya bersebelahan dengan perpustakaan”. Fitri menawarkan diri.

Kemudian mereka berjalan beriringan menuju ruang kepala sekolah.

“Assalamualaikum....” Fitri mengucapkan salam

“Waalaikum salam” Bu Noni menjawab sambil membawa buku matematika hendak ke kelas.

“Bu, Kepala Sekolah ada? Ini ada tamu yang mau bertemu kepala sekolah” tanya Fitri pada Bu Noni. 

“Oh kepala sekolah lagi keluar dulu, tapi nanti balik lagi ke sini sebab ada jadwal menjadi imam dan memberi tausiah shalat dhuhur di Mesjid sekolah”. Bu Noni menjelaskan.

“Bagaimana? Mau pulang lagi atau mau ditunggu?” Bu Noni bertanya pada tamunya.

“Ditunggu saja Bu, kalau balik lagi saya lebih lama lagi nantinya” jawab tamunya.

“Baiklah kalau mau ditunggu silahkan duduk, Fit... kamu temenin tamunya ya ibu mau ke kelas dulu” Bu Noni memberi perintah.

“Kak daripada nunggu disini lebih baik nunggunya di perpus yu bisa sambil baca-baca.” Fitri memberi usul.

“Oh iya ayo” tamunya kembali berdiri setelah tadi duduk beberapa saat.

“Bu katanya nunggunya mau di Perpus aja bisa sambil baca-baca.” Kata Fitri sambil berjalan menuju perpus.

“Oh iya boleh-boleh” kata Bu Noni sambil mengikuti berjalan mau ke kelas.


***

“Assalamualaikum...”Fitri kembali mengucapkan salam setibanya di depan pintu Perpus yang terbuka. 

“Waalaikum salam” terdengar jawaban lembut dari dalam.

Ketika Fitri masuk tak terlihat ada siapa-siapa terdengar suara kaki berjalan mendekat dibalik rak-rak buku.

“Hai Fit, bagaimana sehat?” sapa Bu Hamdah yang keluar dari balik rak-rak buku yang memenuhi ruangan.
Bu Hamdah sudah kenal betul dengan Fitri. Fitri anak yang rajin. Hampir setiap istirahat Fitri pasti ada di Perpustaan.  Kalau tidak merangkum buku pelajaran ya membaca novel, majalah atau koran. Kadang-kadang kalau tidak ada tugas mendesak, Fitri juga suka membantu menuliskan buku yang dipinjam atau dikembalikan oleh teman-temannya yang datang ke Perpustakaan. Fitri menjadi murid pustaka.

“Eeehhh ini siapa?” Bu Hamdah bertanya penuh selidik.

“Ini Kak.... “ Fitri tak melanjutkan kata-katanya. 

“Fadlan,” kata Fadlan menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. 

“Oh saya Hamdah” sambut Bu Hamdah sambil menyambut tangan Fadlan yang mengajaknya bersalaman. 

“Ini Bu, Kak Fadlan ini mau ada perlu kepada kepala sekolah. Kata Bu Noni tadi kepala sekolah sedang keluar ada kepentingan dulu, tapi akan ke sini lagi karena ada jadwal jadi imam shalat dhuhur di Masjid sekolah. Jadi Kak Fadlan ini mau menunggu di sini sambil baca-baca.” Fitri menjelaskan.

“Bolehkan Bu?” Fitri minta persetujuan Bu Hamdah.

“Oooh boleh-boleh silahkan” Bu Hamdah mempersilahkan.

“Terima kasih” jawab Fadlan membungkukkan badannya.
Fitri menyimpan buku yang tadi dibawanya, lalu mengantar Fadlan ketempat duduknya.

“Silahkan Kak, kalau mau baca tinggal pilih aja buku yang diminati atau hanya melihat-lihat aja juga tak apa-apa, saya permisi mau membantu Bu Hamdah, nanti kalau bapak kepala sekolahnya sudah ada saya kasih tahu lagi” Fitri minta diri.

“Terima kasih ya dek Fit.. Oh iya kita belum kenalan“ kata Fadlan sambil mengulurkan tangannya.

“Fitri....sama-sama” jawab Fitri sambil menyambut uluran tangan Fadlan. Kemudian kembali ke meja Bu Hamdah.


***

“Kak.... bapak kepala sekolahnya sudah datang tapi langsung siap-siap mau ke Masjid, sebaiknya kakak ikut shalat berjamaah deh nanti selesai shalat dan berdoa kakak bisa langsung menemuinya di Masjid jadi tidak perlu menunggu lagi”. Fitri memberitahukan Fadlan. 

“Oh iya terima kasih” sambil berdiri bersiap-siap meninggalkan mejanya dan melangkah.
 Baru juga selangkah kembali membalikan badan dan bertanya
“Eh dek Fit, Masjidnya sebelah mana ya” tanyanya.

“Dari sini lurus saja ke bawah, nanti akan ketemu” Fitri menjelaskan. 
“Terima kasih.” Kata Fadlan sambil meninggalkan Fitri.
***
Fadlan adalah laki-laki pertama yang dikenalnya selain teman-teman sekolahnya. Fitri kurang pandai bergaul, kata-katanya pun sangat terbatas bila bertemu dengan orang lain. Fitri lebih banyak membaca dari pada berbicara. Kalau tidak ditanya Fitri kurang berani untuk berbicara, kalau ditanya baru Fitri mau menjawab. Selebihnya Fitri diam dan hanya menyimak saja bila teman-temannya sedang bergosip.

Setelah perkenalannya dengan Fadlan, Fitri lebih pandai merangkai kata-kata. Entah itu bentuk puisi atau bentuk cerita. Buku hariannya penuh dengan tulisan dan rangkaian kata-kata berbunga. Menggambarkan sosok Fadlan dari ujung rambut sampai ke kaki, padahal hanya bertemu sepintas. Dari model rambut sampai warna sepatu diurai lengkap dan mendetail tak terlewat.

Dan yang paling menakjubkan Fitri menggambarkan harapan dan angan-angan kalau Fadlan menjadi pacarnya. Laki-laki yang tampan, sopan, perhatian, jujur, tidak sombong dan romantis. Dan yang paling utama Fadlan mau menjadi pacarnya bahkan menjadi suaminya kelak. 

Itulah angan-angan yang memenuhi buku hariannya. Kadang Fitri tersenyum-senyum sendiri di depan bukunya. Dengan bebas Fitri mengekpresikan segala harapan dan impiannya dalam bentuk tulisan. Kerinduannya ditumpahkan dalam rayuan-rayuan gombal yang ditulis dalam bentuk surat yang tak pernah dikirimkan. Rasa cintanya dituang dalam puisi yang tak pernah dibacakan.

Cinta yang digambarkan Fitri pada Fadlan adalah cinta tulus. Cinta yang tak mengharapkan balasan. Cukup senang dan puas walaupun hanya tertuang dalam kata-kata. Rindu yang digambarkan rindu tak bertepi, yang ditumpahkan dalam tulisan-tulisan romantis penuh rasa, rindu pada pacar bayangan yang digambarkan dengan sempurna.

Dan kata-katanya romantisnya semakin produktif bila Fitri mendengar lagu “Arti Kehidupan” karya Doel Sumbang. Seakan-akan benar-benar Fadlan telah menjadi pacarnya yang semakin lama semakin rindu ingin bertemu. Pacar pujaan yang tak dapat digantikan dengan yang lain.

Tapi anehnya, disisi lain tulisannya juga ada curahan hati sisi aslinya yang ada kekhawatiran, kalau cinta yang tumbuh dalam hatinya bertepuk sebelah tangan. Ada rambu-rambu agar tidak kehilangan kendali bila suatu saat menemukan kenyataan yang tidak sesuai dengan angan dan impian. Mungkin membingungkan bagi yang tak mengalami. Tapi bagi Fitri itulah belajar arti kehidupan melambungkan angan setinggi keinginan tapi tetap sadar akan kenyataan yang dihadapi.

Terima kasih.

1 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...