Kamis, 24 Oktober 2019

MEMANCING




MEMANCING

Hari Minggu pagi Eksa dan Dias, kakak beradik yang masih sekolah SD ini sudah heboh meminta uang untuk membeli pancingan.  Mereka sudah janjian kemarin sama teman-temannya mau memancing dikali Cicatih.

“Mah ayo dong minta uang buat beli kail.” Eksa mendesak mamanya.

“Masih pagi nanti warungnya juga belum buka.” Kata mamanya mengelak.

“Memang bisa buat jejernya?” Tanya mama meragukan kemampuan Eksa.

“Mau minta dibuatkan sama kakek kumis.” Jawabnya sambil terus membujuk mamanya minta uang.

“Memang kakek mau membuatkan jejernya?” Tanya mama lagi.

“Iya makanya buru-buru minta uang untuk beli kailnya, nanti kakeknya keburu pergi ke kebun.” Eksa mulai khawatir.

Mama mengalah lalu ke kamar mengambil dompet mengambil uang Rp 5000 dan membelikannya pada Eksa.

Tak menunggu lama Eksa mengambil sepedanya di Garasi. Dengan semangat mengayuh sepedanya ke warung yang lumayan jauh jarak dari rumahnya.

“Kek, Kek... “ Teriak Eksa memanggail kakeknya. Masih di atas sepeda dan belum sampai ke rumah Eksa sudah berteriak memanggil-manggil kakeknya. Eksa takut kakeknya keburu pergi ke kebun, nanti susah lagi mencarinya.

Dengan tergopoh-gopoh kakek keluar dari dapur sudah siap dengan pakaian ke kebun. Celana pangsi yang panjangnya dibawah lutut. Kaos lengan panjang yang sudah penuh dengan noda tapi bersih dapat nyuci. Golok dengan serangkanya yang diikatkan dipinggang. Sedangkan cangkulnya masih berdiri disamping rumah ditutup topi rumbianya yang belum dipakai.

“Ada apa teriak-teriak.” Tanya kakek sedikit kaget dan heran melihat cucunya pagi-pagi sudah mencarinya.

“Itu Kek, itu...” Eksa dengan tereangah-engah mau menjelaskan maksudnya.

“Ayo istirahat dulu minum dulu tenang-tenang.” Perintah kakek sambil menuntut Eksa ke dapur dan meminta air minum hangat pada nenek.

Setelah minum dan terlihat agak tenang kakek kembali bertanya. Khawatir terjadi apa-apa pada cucunya itu.

“Ayo katakan ada apa?” Tanya Kekek lagi pada Eksa.

“Ini Kek, teman Eksa nanti siang mengajak mancing di Sungai Cicatih. Kami mau dibuatkan jejer sama kakek buat mancing nanti.” Kata Eksa menjelaskan.

“Oohhh dikira ada kejadian apa gitu.” Kakek lega mendengar penjelasan Eksa. Kakek khawatir ada hal yang tak diinginkan sehingga cucunya berteriak-teriak memanggilnya pagi-pagi begini.

“Kamu bawa kailnya?” Tanya kakek lagi.

“Ada ini barusan beli dulu ke warung sana yang dekat SPBU.” Jawab Eksa sambil menyodorkan plastik keresek  yang dipegangnya.

“Bagus kalau begitu, sekalian dengan benangnya nggak?” Tanya Kakek kembali.

“Iya ini sudah.” Jawab Eksa lagi.

“Ayo bawa sini. Eh kamu sudah makan belum?” Tanya Kakek pada Eksa lagi.

“Kalau begitu kamu makan dulu minta sama nenek sana ke dapur. Sementara Kakek memotong banbunya.” Perintah Kakek pada Eksa. Eksa menurut lalu minta makan pada neneknya di dapur.

Eksa menghampiri Kakeknya di samping rumah yang duduk di jojodog (bangku kecil yang terbuat dari kayu bekas) sambil membelah bambu kurang lebih sepanjang satu meter. Bambu yang sudah dibelah dengan golok lalu dibelah lagi selebar tiga senti. Kemudian dihaluskan dengan pisau raut.

Sambil duduk di batu yang ada didekat situ. Eksa memperhatikan kerja kakek dengan lincah dan cekatan menyerut bambu supaya halus. Sekotak peralatan kakek tak jauh ada disitu. Ada palu, pahat, serutan manual, obeng, linggis dan lain sebagainya. Eksa tak tahu semua peralatan kakaknya yang ada di kotak itu. Tak perlu waktu lama jejer pun sudah jadi.

Setelah jejernya rapi lalu kakek meminta kail yang masih dipegang Eksa dalam kreseknya.
“Mana kail dan benangnya?” Tanya kakek.

“Ini Kek,” jawab Eksa sambil menyodorkan kantung kresek yang dari tadi di peganganya.
Kakek mengambil kantong kresek yang diberikan Eksa. Lalu mengambil benang dan kail yang ada di dalamnya. Dengan cekatan kakek memasang benang dan kail pada jejer yang tadi dibuatnya. Tak berapa lama kail pancingan pun selesai sudah.

“Nih” Kakek menyodorkan kail yang sudah jadi pada Eksa.

Hih ... Eksa tersenyum senang menerima kail buatan kakeknya. Tak menyangka dia akan mempunyai kail sebagus itu.

“Kek buatkan satu lagi buat Dias, Dia pasti mau nanti malah mengambil punya Eksa.” pintanya pada kakek.

“Oh baiklah.” Katanya sambil tersenyum. Senang buatannya disukai cucunya itu.

“Kalau dulu kakek tak pernah dibuatkan. Kakek berusaha sendiri sama teman-teman bergotong royong membuat pancingannya. Teman-teman patungan uang untuk membeli kailnya. Sedangkan kakek meminta bambunya pada Kakek buyut. Jadi teman-teman tidak perlu membeli bambu. Dan kakek diberi mata kailnya. Kami sama-sama saling membantu membuat jejer untuk memancing. Kalau yang tidak punya jejer dan kail kami bergantian menunggu pancingannya. Kalau sudah bosan menunggu ada yang mandi dulu di Sungai Cicatih. Ada juga yang mecari udang dengan cara memukul batu yang agak besar dengan batu lain. Setelah itu diperiksa, biasanya kalau ada udangnya suka diam karena kaget atau karena terjepit oleh batu waktu tadi dipukul. Setelah puas memancing. Hasil pancingannya kami bakar lalu dimakan rame-rame dengan nasi yang dibawa dari rumah. Walau hanya pakai garam bumbunya tapi enak sekali rasanya.” Cerita Kakek dengan wajah berbinar menceritakan masa-masa indah waktu kecilnya.

Tak lama pancingan yang dibuat pun selesai sudah. Dan diberikan pada Eksa untuk adiknya yang sedang menunggu di rumahnya.

***

Pada sore harinya Eksa dan Dias kembali ke rumah Kakek disuruh mama membawakan kue bolu kukus untuk kakek dan neneknya.

“Assalamualaikum.” Keduanya mengucapkan salam.

“Waalaikum salam” Suara nenek menjawab salam. Tak berapa lama pintu dapur di buka.

Eksa dan Dias turun dari sepeda. Dias lalu salam dan terus masuk ke dalam setelah menyerahkan kresek kue bolu kukus pada nenek. Sedangkan Eksa menyandarkan sepedanya dulu. Melihat cucu-cucunya datang kakek menutup bukunya. menerima salam cucunya yang kemudian duduk dihadapannya.

“Bagaimana banyak nggak hasil pancingannya?” Tanya Kakek antusias ingin tahu pengalaman cucu-cucunya memancing.

“Wah payah Kek, Cuma dapat satu itu pun kecil sebesar ibu jari.” Jelas Eksa menceritakan pengalamannya.

“Dapatnya sampah melulu, Si Parhan malah dapat bantal Kek. Disangkanya dapat ikan besar karena pancingnya berat eeehhhh tidak tahunya malah bantal yang dibuang.” Dias menambahkan pengalaman mereka tadi pagi. Tawa mereka pun pecah menertawakan pengalaman tadi pagi.

“Nah makanya jangan buang sampah sembarangan. Sebab sampah yang dibuang sembarangan nantinya memenuhi selokan dan terbawa ke sungai. Jadi sungainya kotor dan ikan jadi tidak berkembang biak karena airnya tercemar.” Jelas kakek menasehati cucu-cucunya.

“Dan meminimalisir memakai plastik.” Tambah nenek yang menyimak pembicaraan mereka sambil membawa kolak sampeu gula merah yang wanginya menggoda.

“Contohnya seperti apa Nek cara meminimalisir pemakaian plastik.” Tanya Eksa antusias.

“Plastik yang pernah kita pakai dan masih bersih kita simpan supaya bisa digunakan lagi, tidak langsung dibuang. Kalau untuk makanan pakai wadah yang bisa dicuci. Sehingga tidak memakai plastik yang sekali pakai langsung buang.” Nenek menjelaskan sambil menyendoki kolek sampeu  pada mangkuk kecil untuk kakek dan cucunya. 

Mereka menikmati hidangan sore itu sambil bercengkrama.

Sekian.

oooooooOOOoooooo 


1 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...