MEMANCING
Hari
Minggu pagi Eksa dan Dias, kakak beradik yang masih sekolah SD ini sudah heboh
meminta uang untuk membeli pancingan.
Mereka sudah janjian kemarin sama teman-temannya mau memancing dikali
Cicatih.
“Mah
ayo dong minta uang buat beli kail.” Eksa mendesak mamanya.
“Masih
pagi nanti warungnya juga belum buka.” Kata mamanya mengelak.
“Memang
bisa buat jejernya?” Tanya mama meragukan kemampuan Eksa.
“Mau
minta dibuatkan sama kakek kumis.” Jawabnya sambil terus membujuk mamanya minta
uang.
“Memang
kakek mau membuatkan jejernya?” Tanya mama lagi.
“Iya
makanya buru-buru minta uang untuk beli kailnya, nanti kakeknya keburu pergi ke
kebun.” Eksa mulai khawatir.
Mama
mengalah lalu ke kamar mengambil dompet mengambil uang Rp 5000 dan
membelikannya pada Eksa.
Tak
menunggu lama Eksa mengambil sepedanya di Garasi. Dengan semangat mengayuh
sepedanya ke warung yang lumayan jauh jarak dari rumahnya.
“Kek,
Kek... “ Teriak Eksa memanggail kakeknya. Masih di atas sepeda dan belum sampai
ke rumah Eksa sudah berteriak memanggil-manggil kakeknya. Eksa takut kakeknya
keburu pergi ke kebun, nanti susah lagi mencarinya.
Dengan
tergopoh-gopoh kakek keluar dari dapur sudah siap dengan pakaian ke kebun. Celana
pangsi yang panjangnya dibawah lutut. Kaos lengan panjang yang sudah penuh
dengan noda tapi bersih dapat nyuci. Golok dengan serangkanya yang diikatkan
dipinggang. Sedangkan cangkulnya masih berdiri disamping rumah ditutup topi rumbianya
yang belum dipakai.
“Ada
apa teriak-teriak.” Tanya kakek sedikit kaget dan heran melihat cucunya
pagi-pagi sudah mencarinya.
“Itu
Kek, itu...” Eksa dengan tereangah-engah mau menjelaskan maksudnya.
“Ayo
istirahat dulu minum dulu tenang-tenang.” Perintah kakek sambil menuntut Eksa
ke dapur dan meminta air minum hangat pada nenek.
Setelah
minum dan terlihat agak tenang kakek kembali bertanya. Khawatir terjadi apa-apa
pada cucunya itu.
“Ayo
katakan ada apa?” Tanya Kekek lagi pada Eksa.
“Ini
Kek, teman Eksa nanti siang mengajak mancing di Sungai Cicatih. Kami mau
dibuatkan jejer sama kakek buat mancing nanti.” Kata Eksa menjelaskan.
“Oohhh
dikira ada kejadian apa gitu.” Kakek lega mendengar penjelasan Eksa. Kakek
khawatir ada hal yang tak diinginkan sehingga cucunya berteriak-teriak
memanggilnya pagi-pagi begini.
“Kamu
bawa kailnya?” Tanya kakek lagi.
“Ada
ini barusan beli dulu ke warung sana yang dekat SPBU.” Jawab Eksa sambil menyodorkan
plastik keresek yang dipegangnya.
“Bagus
kalau begitu, sekalian dengan benangnya nggak?” Tanya Kakek kembali.
“Iya
ini sudah.” Jawab Eksa lagi.
“Ayo
bawa sini. Eh kamu sudah makan belum?” Tanya Kakek pada Eksa lagi.
“Kalau
begitu kamu makan dulu minta sama nenek sana ke dapur. Sementara Kakek memotong
banbunya.” Perintah Kakek pada Eksa. Eksa menurut lalu minta makan pada
neneknya di dapur.
Eksa
menghampiri Kakeknya di samping rumah yang duduk di jojodog (bangku kecil yang terbuat dari kayu bekas) sambil membelah
bambu kurang lebih sepanjang satu meter. Bambu yang sudah dibelah dengan golok
lalu dibelah lagi selebar tiga senti. Kemudian dihaluskan dengan pisau raut.
Sambil
duduk di batu yang ada didekat situ. Eksa memperhatikan kerja kakek dengan
lincah dan cekatan menyerut bambu supaya halus. Sekotak peralatan kakek tak
jauh ada disitu. Ada palu, pahat, serutan manual, obeng, linggis dan lain
sebagainya. Eksa tak tahu semua peralatan kakaknya yang ada di kotak itu. Tak
perlu waktu lama jejer pun sudah jadi.
Setelah
jejernya rapi lalu kakek meminta kail yang masih dipegang Eksa dalam kreseknya.
“Mana
kail dan benangnya?” Tanya kakek.
“Ini
Kek,” jawab Eksa sambil menyodorkan kantung kresek yang dari tadi di
peganganya.
Kakek
mengambil kantong kresek yang diberikan Eksa. Lalu mengambil benang dan kail
yang ada di dalamnya. Dengan cekatan kakek memasang benang dan kail pada jejer
yang tadi dibuatnya. Tak berapa lama kail pancingan pun selesai sudah.
“Nih”
Kakek menyodorkan kail yang sudah jadi pada Eksa.
Hih
... Eksa tersenyum senang menerima kail buatan kakeknya. Tak menyangka dia akan
mempunyai kail sebagus itu.
“Kek
buatkan satu lagi buat Dias, Dia pasti mau nanti malah mengambil punya Eksa.”
pintanya pada kakek.
“Oh
baiklah.” Katanya sambil tersenyum. Senang buatannya disukai cucunya itu.
“Kalau
dulu kakek tak pernah dibuatkan. Kakek berusaha sendiri sama teman-teman
bergotong royong membuat pancingannya. Teman-teman patungan uang untuk membeli
kailnya. Sedangkan kakek meminta bambunya pada Kakek buyut. Jadi teman-teman
tidak perlu membeli bambu. Dan kakek diberi mata kailnya. Kami sama-sama saling
membantu membuat jejer untuk memancing. Kalau yang tidak punya jejer dan kail
kami bergantian menunggu pancingannya. Kalau sudah bosan menunggu ada yang
mandi dulu di Sungai Cicatih. Ada juga yang mecari udang dengan cara memukul
batu yang agak besar dengan batu lain. Setelah itu diperiksa, biasanya kalau
ada udangnya suka diam karena kaget atau karena terjepit oleh batu waktu tadi
dipukul. Setelah puas memancing. Hasil pancingannya kami bakar lalu dimakan
rame-rame dengan nasi yang dibawa dari rumah. Walau hanya pakai garam bumbunya
tapi enak sekali rasanya.” Cerita Kakek dengan wajah berbinar menceritakan
masa-masa indah waktu kecilnya.
Tak
lama pancingan yang dibuat pun selesai sudah. Dan diberikan pada Eksa untuk
adiknya yang sedang menunggu di rumahnya.
***
Pada
sore harinya Eksa dan Dias kembali ke rumah Kakek disuruh mama membawakan kue
bolu kukus untuk kakek dan neneknya.
“Assalamualaikum.”
Keduanya mengucapkan salam.
“Waalaikum
salam” Suara nenek menjawab salam. Tak berapa lama pintu dapur di buka.
Eksa
dan Dias turun dari sepeda. Dias lalu salam dan terus masuk ke dalam setelah
menyerahkan kresek kue bolu kukus pada nenek. Sedangkan Eksa menyandarkan
sepedanya dulu. Melihat cucu-cucunya datang kakek menutup bukunya. menerima
salam cucunya yang kemudian duduk dihadapannya.
“Bagaimana
banyak nggak hasil pancingannya?” Tanya Kakek antusias ingin tahu pengalaman
cucu-cucunya memancing.
“Wah
payah Kek, Cuma dapat satu itu pun kecil sebesar ibu jari.” Jelas Eksa
menceritakan pengalamannya.
“Dapatnya
sampah melulu, Si Parhan malah dapat bantal Kek. Disangkanya dapat ikan
besar karena pancingnya berat eeehhhh tidak tahunya malah bantal yang dibuang.” Dias
menambahkan pengalaman mereka tadi pagi. Tawa mereka pun pecah menertawakan pengalaman tadi pagi.
“Nah
makanya jangan buang sampah sembarangan. Sebab sampah yang dibuang sembarangan
nantinya memenuhi selokan dan terbawa ke sungai. Jadi sungainya kotor dan ikan
jadi tidak berkembang biak karena airnya tercemar.” Jelas kakek menasehati
cucu-cucunya.
“Dan
meminimalisir memakai plastik.” Tambah nenek yang menyimak pembicaraan mereka
sambil membawa kolak sampeu gula
merah yang wanginya menggoda.
“Contohnya
seperti apa Nek cara meminimalisir pemakaian plastik.” Tanya Eksa antusias.
“Plastik
yang pernah kita pakai dan masih bersih kita simpan supaya bisa digunakan lagi,
tidak langsung dibuang. Kalau untuk makanan pakai wadah yang bisa dicuci. Sehingga
tidak memakai plastik yang sekali pakai langsung buang.” Nenek menjelaskan
sambil menyendoki kolek sampeu pada mangkuk kecil untuk kakek dan cucunya.
Mereka menikmati hidangan sore itu sambil bercengkrama.
Sekian.
oooooooOOOoooooo
Mohon masukannya
BalasHapus