Ulasan
Tokoh Utama Novel Hanyalah Santri Karya Nainay
Tokoh utama Novel “Hanyalah
Santri” karya Nainay ini bernama Ahmad
Nuzulur Rahman. Anak yang duduk di kelas
6 Sekolah Dasar ini bersama teman-temannya saling menyemangati dan belajar
bersama dalam menghadapi Ujian Nasional. Tidak hanya belajar kadang-kadang
mereka juga bercanda dan bermain bersama.
Ahmad Nuzulur Rahman
biasa dipanggil Rahman oleh keluarga dan teman-temannya. Dalam menghadapi ujian
Rahman berusaha memeras otak untuk dapat menyelesaikan Ujiannya. Walaupun di
hari pertama mengalami ketegangan tapi Rahman dapat menyelesaikan ujiannya
dengan tuntas.
Ketika rekreasi
dengan teman-teman dan gurunya dalam rangka perpisahan kelas. Rahman memimpin
teman-temannya naik semua wahana yang ada dalam tempat wisata itu. Rahman juga
mengusulkan untuk berfoto bersepuluh bersama wali kelasnya sebagai
kenang-kenangan.
Rahman walaupun baru
kelas 6 Sekolah Dasar tapi dia sudah mandiri. Segala keperluan dirinya selalu
dia persiapkan sendiri tanpa mengandalkan lagi disiapkan ibunya. Dia sudah
biasa mencuci, mensetrika baju yang akan dipakainya. Begitu pun dengan mencuci
sepatunya sendiri.
Rahman juga anak soleh
rajin beribadah, salat lima waktu tidak pernah dia tinggalkan. Demikian juga
dengan ibadah lainnya, seperti puasa, dia berpuasa sudah sampai magrib dan
tidak bolong selama satu bulan penuh sejak kelas satu Sekolah Dasar.
Di Sekolah Rahman juga
termasuk anak pintar. Selalu menjadi rengking pertama di setiap kelasnya. Dan
pada saat acara perpisahan kelas 6 pun, Rahman tetap menjadi yang terbaik
diantara teman-temannya. Tentu saja hal ini sangat membanggakan kedua orang
tuanya.
Saat di atas panggung
untuk menerima penghargaan siswa terbaik angkatan tahun itu. Rahman berkata
pada ayah ibunya bahwa Rahman tidak bisa berbuat banyak untuk membalas semua
jasa-jasa ayah bundanya. Rahman hanya bisa memberikan prestasi. Anggaplah ini kado
dari Allah untuk Ayah Bunda, yang disambut oleh ayah bundanya dengan tangis
bahagia.
Rahman harus ridho
menerima keinginan orang tuanya yang mengharuskannya melanjutkan belajar di
Pesantren. Walaupun Rahman kurang menerima dan tidak sesuai dengan
keinginannya. Dengan berbagai alasan yang dikemukakan Rahman tetap tidak bisa
merubah keyakinan orang tuanya, bahwa pendidikan yang terbaik bagi Rahman
adalah di Pesantren. Orang tua Rahman keduannya dengan berbagai cara dan dengan
sabar, terus meyakinkan dan memberikan masukan agar Rahman mau belajar di
Pesantren.
Dengan berbagai
pengalaman yang pernah dialaminya saat di Pesantren. Ibu Rahman menceritakan
pengalaman dirinya dan teman-teman yang bisa dijadikan teladan oleh anaknya. Sedikit
demi sedikit Rahman mau menerima untuk jauh dari orang tuanya belajar di
Pesantren.
Walaupun terbiasa
mandiri untuk segala keperluan pribadinya. Tapi untuk jauh dari orang tua
terasa gamang bagi Rahman. Banyak berbagai pikiran negatif menyusup kedalam
hatinya. Rahman merasa tidak siap untuk hidup jauh dari kedua orang tuanya.
Rahman merasa dibuang dan dikucilkan seakan dihukum dari kesalahan yang pernah
dibuatnya. Rahman merasa orang tuanya tidak menyayanginya lagi.
Dengan kesabaran dan
keyakinan kedua orang tuanya yang tak dapat dibantah oleh Rahman. Akhirnya
Rahman mau menjalani tes dan berbagai persiapan masuk pesantren. Rahman mulai
meyakinkan dirinya bahwa semuanya dapat dia jalani secara perlahan. Walaupun
pada awalnya mungkin sulit, dengan keyakinan dan tekadnya Rahman berharap bisa
melewati masa-masa sulit tersebut dengan selamat.
Rahman mulai menikmati hari-hari
kebersamaannya berkumpul dengan keluarga. Sebelum akhirnya dia benar-benar jauh
dari kedua orang tua dan saudaranya. Rahman mulai menyiapkan mental dan
emosional agar nanti dia benar-benar siap dan bisa jauh dari keluarganya.
#RWC6
#OneDayOnePost
#Lutfiyulianto(Iyan)
#Safitri MutiaAgustin
#Isnania
kisah Rahman hampir mirip dengan kebanyakan santri ehehehe
BalasHapus