Bab
2 Di Rumah Sakit
Bau
obat dan antiseptik ciri khas bau rumah sakit tercium sangat menyengat. Hera perlahan
membuka matanya. Menggerakkan tangannya ke atas yang terasa kebas, ah bibirnya
meringis, matanya melirik ke kanan, tangan kirinya meraba pundaknya yang sakit ternyata sudah diperban. Botol
infus menggantung dan jarumnya menempel di tangan kanannya. Langit-langit
dengan lampu temaram, gordeng biru langit yang menutupi sekitarnya. Hera
berusaha mengumpulkan kesadarannya sambil mengingat kembali apa yang telah
terjadi.
Hera baru sadar, mengingat
kejadian yang telah dialaminya. Nenek, dimana nenek? Hera memanggil nenek, tapi
suaranya tak keluar, kerongkongannya kering, terasa perih. Hera mencoba menelan
salivanya yang kering menetralkan tenggorokan. Berusaha bangun dan turun dari
tempat tidur. Mengambil botol air mineral yang ada di meja, membuka tutupnya,
membaca bismilah lalu perlahan meminumnya. Setelah merasa cukup lalu menutup
kembali botol dan menyimpannya lagi di atas meja.
Menutup
kontrol infusan, mengambil botol infusan dengan tangan kiri lalu berjalan
menyibakkan gordeng penutup dan melihat keadaan. Tempat tidur disebelahnya
kosong, ada sopa dan meja kecil, ada televisi kecil menempel di dinding. Hera
berjalan mendekati pintu kamar mandi, membersihkan diri dan berwudhu. Setelah
itu kembali ke tempat tidur. Entah pukul berapa sekarang, tapi ia belum salat Isya.
Hera pun salat Isya dan salat sunah malam dalam keadaan duduk dan selang infus
menggantung.
Baru
saja mengusap muka setelah mengaminkan doa-doanya, tiba-tiba pintu dibuka dari
luar. Seorang wanita dengan mengenakan seragam suster diiringi oleh laki-laki
memakai jas putih membawa body bag
masuk sambil mengucapkan salam hampir berbarengan.
“Assalamualaikum”
“Waalaikum
salam” jawab Hera sambil tersenyum menyambut kedatangan tamunya.
“Dokter
kok ada di sini?” tanya Hera keheranan. Ya Hera mengenal dokter Zaisyal sebagai
sahabat ayahnya dulu waktu sekolah. Beberapa kali pernah main ke rumahnya waktu
di Jakarta. Setelah Hera pindah ke Sukabumi tak pernah bertemu lagi.
“Eh
ternyata kamu masih ingat sama Om. Kemarin Om sempat ragu apa betul ini kamu
Hera anak sahabat Om. Tapi ternyata benar. Nih, kamu makan dulu, pasti lapar
dari kemarin kamu belum makan kan? Nanti setelah selesai kamu makan baru kita
cerita lagi.” suruh dokter Zaisyal sambil menyerahkan body bag yang tadi
dibawanya.
“Terima
Kasih Dok!” ucap Hera sambil menerima body bag dari dokter Zaisyal.
Membukanya lalu memakannya perlahan tak lupa diawali dengan membaca doa. Setelah selesai makan
meremas kertas bungkus nasi dan mau membuangnya. Suster menghampiri dan
mengambil botol minum yang ada di meja, menyodorkannya pada Hera sambil tersenyum
ramah.
“Ini
minumnya, biar sampahnya saya yang buang, anda masih repot dengan infus
ditangan.” katanya sambil mengambil sampah ditangan Hera dan berjalan menuju
tempat sampah yang ada di dekat kamar mandi.
Dokter
Zaisyal yang tadinya duduk di sopa, berjalan mendekati Hera. Menggeser kursi
lalu duduk di dekat tempat tidur menghadap kearah Hera.
“Bagaimana,
sudah lebih baik?” tanyanya sambil menatap manik mata Hera dengan seksama.
“Alhamdulillah
Dok, sudah agak segar, tidak terlalu lemas kaya tadi.”
“Alhamdulilah,
kalau begitu bisa kita mulai bercerita?” Dokter Zaisyal bertanya lagi
menyakinkan.
“In
Sya Allah bisa, kita mulai dari mana?”
“Kamu
ceritakan saja kejadian dari siang sampai kamu bisa pingsan kemarin.”
Hera
menceritakan apa yang dialaminya kemarin, dimulai saat dirinya pulang rapat
IGTK hingga dirinya pingsan dan tak tahu lagi apa yang terjadi.
“Em
jadi nenek yang kemarin dibawa bersama mu, itu nenek mu.” Dokter Zaisyal
manggut-manggut.
“Bagaimana
keadaan Nenek? Dimana dia sekarang? Nenek baik-baik saja kan? sakitnya tidak serius
kan? Aku ingin mengunjunginya” Hera bertanya bertubi-tubi tanpa jeda, ingin
tahu keberadaan neneknya. Terpancar dari sorot matanya rasa khawatir dan ingin
tahu dengan keadaan neneknya. Tanpa sadar dia mengguncang tangan dokter Zaisyal
yang ada didepannya. Air bening menggenang dipelupuk matanya yang sipit, tak
bertahan lama mengalir menganak sungai membasahi pipi mulusnya.
“Sabar,
kau harus kuat, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Semua yang terjadi di
muka bumi ini kehendak Allah. Kita hanya menjalaninya, apa yang telah terjadi
kita harus terima, baik, buruk, susah, senang, sedih, gembira, harus kita rasa.
Hanya Allah yang dapat membulak-balikan sara dalam hati kita.” Dokter Zaisyal
memeluk erat Hera. Memberi kekuatan dan kenyamanan pada anak sahabatnya. Sambil
mengusap-usap punggung Hera dengan tangannya, seperti seorang Bapak pada
anaknya.
“Nenek....?
Hera tak dapat meneruskan kata-katanya. Menatap lekat pada mata dokter Zaisyal
mencari ketegasan pada dugaannya.
“Ya,
Allah sangat menyayangi nenek mu. Allah menyuruhnya pulang. Kau harus tabah,
kuat menjalani ini semua. Nenek mu sudah
pergi sebelum sampai ke Rumah Sakit. Sekarang hanya berdoa yang dapat kita
lakukan untuknya.” Dokter Zaisyal kembali memeluk Hera, membiarkan kemeja
putihnya basah oleh air mata Hera yang mengalir deras didadanya. Isakan yang
tertahan mengguncang pundaknya Hera. Setelah isakan itu sedikit mereda. Dokter
Zaisyal melepas pelukannya dan berkata.
“Kau
istirahatlah, badanmu masih lemah, hatimu juga pasti lelah. Kau harus
istirahat, kau harus punya energi agar besok dapat mengantarkan jasad nenekmu
ke peristirahatan terakhirnya. Kau jangan banyak berpikir biar semuanya Om yang
atur, Oke.” Dokter Zaisyal menenangkan dan meyakinkan Hera.
“Terima
Kasih Dok, maaf telah banyak merepotkan. Baru juga bertemu lagi, tapi malah
banyak direpotkan Dokter.” Hera mencoba tersenyum.
“Hai
jangan bilang merepotkan, Kau itu anak sahabatku, papa mu juga pasti melakukan
hal sama bila anak om mengalami kesulitan. Om tahu betul bagaimana papa mu. Jadi
jangan sungkan oke! Kau mau dimakamkan dimana nenekmu ? biar nanti om telpon
Pak RT yang kemarin mengantarmu” Dokter Zaisyal Hera.
“Di
dekat makam papa dan mama saja Dok di kebun dekat rumah. Pak RT tahu kok
tempatnya.” terang Hera pada dokter Zaisyal.
“Baiklah
biar om yang urus semuanya. Suster Andini akan menemani mu malam ini. Kalau
sudah selesai besok Om jemput ke sini. Sekarang istirahatlah supaya besok kau lebih
segar.” Dokter Zaisyal mengusap kerudung puncak kepala Hera dan berlalu
meninggalkan kamar setelah mengucapkan salam.
#KMP4diarpus
#KMP2021
#abadidalamfiksi
#NyiHeni
Mohon masukkannya
BalasHapus