PISANG,
SINGKONG DAN SEGENGGAM CINTA
“Assalamualaikum”
ucapku dan Adik ketika turun dari ojek.
“Waalaikum
salam” Jawab ibu yang muncul dari pintu dapur.
“Heh
kok naik ojek, sudah dibayar belum?” Tanya Bunda tak biasanya Aku pulang dari
rumah Kakek naik ojek.
“Iya
Bun, Kata Nenek takut Aku keberatan bawa pisang, sama ubi juga kolang-kaling.
Sudah dibayar tadi, Nenek yang bayarin.” Jelasku pada Bunda.
“Terima
kasih Bang.” Kataku dan Bunda ketika Abang ojek meninggalkan rumah.
“Banyak
sekali bawaannya. Wah berat ini” Kata Bunda sambil menjinjing tas plastik ke
dapur.
“Iya
kata nenek tolong buatkan kolak yang banyak terus nanti bagikan ke Masjid untuk
jemaah yang berbuka di Masjid”. Kataku menjelaskan pada Bunda.
“Wah
kalau begitu harus cepat dong.” Kata Bunda sambil membuka tas plastiknya.
“Kakak
bantuin deh supaya cepat selesai, sebentar menyimpan tas dulu ke kamar.” Kataku
lalu berjalan ke kamar mau menyimpan tas. Tak lama kembali lagi ke dapur.
“Eh
ambil dulu baskon plastik ukuran sedang tiga buah dan pisau” Pinta Bunda
setelah aku kembali ke dapur. Aku menurut, lalu mengambil baskom di rak, dan
pisau di tempat sendok. Dan membawanya
kehadapan Bunda.
“Kakak
cuci dulu tangannya.” Perintah Bunda lagi.
“Sudah,
barusan sebelum mengambil baskom.” Jawabku menjelaskan.
“Bagus
kalau begitu. Ini kolang-kaling di potong tiga seperti ini, dan simpan di
baskom yang ini.” Bunda memberi contoh.
“Bunda
mau mencuci ubi jalar dan mengukusnya.” Kata Bunda sambil membawa ubi jalar ke
tempat cucian.
“Semuanya
Bun?” Tanyaku masih sambil memotong kolang-kaling.
“Ya,
kalau sudah selesai kasih ke Bunda.
Tak
perlu waktu lama kolang-kaling yang aku potong pun sudah selesai.
“Nih
Bun sudah selesai,” Kataku sambil membawa kolang-kaling yang sudah dipotong ke
hadapan Bunda.
“Ehmm
Bunda lagi mengangkat rebus ubi, panas ini. Tolong Kakak langsung cuci saja
kolang-kalingnya lalu tiriskan.” Aku mengerti lalu melakukan apa yang Bunda
intruksikan.
“Sudah
Bun apalagi” tanyaku lagi.
“Sekarang
iris pisangnya sebesar ini bulat-bulat tempatnya yang ini.” Kata Bunda memberi
petunjuk apa yang harus lakukan. “Sambil menunggu ubi jalarnya dingin.” Bunda
mengambil ubi jalar yang sudah dikukus dan menyimpannya dihadapanku.
“Terus
sekarang apalagi?” Tanyaku pada Bunda
kala sudah selesai memotong pisang.
“Itu
ubinya dikupas kulit tipisnya dibuang, setelah itu dihaluskan supaya lembut.”
Kata Bunda lagi. Aku pun menurut mengikuti intruksi Bunda.
“Bun
sudah selesai nih.” Aku memberikan ubi yang sudah dihaluskan.
“Simpan
dulu disitu biar nanti Bunda yang menguleni, Sekarang Kakak tolong ambilkan
daun pandan di pojok halaman empat lembar saja.” Pinta Bunda padaku.
Aku
berjalan keluar mengambil daun pandan sesuai petunjuk Bunda. Lalu kembali lagi
dan memberikan empat embar daun pandan.
“Nah
sekarang Kakak bentuk adonan ubi ini jadi bulat-bulat seperti kelereng.
Hasilnya nanti seperti ini” Bunda memberi contoh cara membulatkan adonan. Kedua
tanganku pun sibuk mengerjakan apa yang dicontohkan Bunda. Membuat
bulatan-bulatan adonan ubi sebesar kelereng.
“Bun
apa sih awalnya hapalan Kakak yang hari ini? suka lupa lagi awalnya.” Tanyaku.
“Lihat
saja catatannya” Perintah Bunda tak langsung memberitahuku.
“Iih
kan catatannya ada di saku Bun, tangannya kotor ini lagi megang adonan ubi.”
Sesalku agak sedikit muram.
“Wata
aaman ...” Bunda tidak melanjutkan bacaannya.
“Aku
tahu, aku tahu, Wata aman daa gushhatin waa aadaban aliiman” Aku memotong
perkataan Bunda dan melanjutkan menghapal ayat ke tiga belas surat Mujjamil. Dan
Aku terus mengulang-ulang hapalanku.
“He
he he” Bunda tersenyum melihat ku.
“Aku
mau bantu, aku mau bantu.” Adik Ahmad lari setelah mematikan televisinya.
Mungkin bosan nonton televisi atau acaranya tidak ada yang menarik.
“Eh
cuci tangan dulu” Kataku mengingatkan. “Jangan lupa pakai sabun” Kataku lagi.
Adik
menurut mencuci tangannya dengan sabun, dan membilasnya ditempat cuci piring.
Baru
juga tangannya mau mengambil adonan. “Baca Bismillah dulu Dek !” kataku lagi.
Setelah membaca bismillah Adik bergabung denganku membulat-bulatkan adonan ubi
hingga selesai.
“Bun
sudah selesai nih, terus mau dibagaimanakan ini.” Tanyaku pada Bunda.
“Pertama-tama
panaskan air dalam panci, setelah mendidih masukkan bulatan tadi sedikit-demi sedikit
dan pelan-pelan. Setelah bulatannya mengapung angkat dan tiriskan sampai
semuanya matang.”
“Langkah
kedua rebus kolang-kaling yang tadi sudah diiris sampai airnya mendidih, lalu
masukkan gula merah asli yang sudah diiris berikut daun pandang yang sudah
dicuci.”
“Setelah
gula larut baru masukkan pisang yang tadi sudah diiris, tunggu sebentar, lalu
masukkan bulatan ubi yang tadi disisihkan, sambil terus diaduk supaya bulatan
ubinya tidak menyatu dan gulanya menyerap.”
“Setelah
itu baru masukkan santannya sambil diaduk supaya santannya tidak pecah. Jangan
lupa beri sedikit garam. Setelah mendidih matikan kompornya. Selesai deh”
“Yah
ini centongnya ketinggalan nanti susah di sana membaginya.” Teriakku pada Ayah
yang sudah berangkat ke Masjid membawa kolak untuk buka bersama.
“Dik
ambil centongnya tuh.” Pinta Ayah pada Adik yang belum jauh dari rumah. Adik
kembali lagi mengambil centong dan Aku masukkan centong ke dalam tas plastik
yang di dalamnya ada gelas dan sendok plastik untuk kolak nanti di Masjid.
Selamat
berbuka
#KMP4diarpus
#KMP2021
#abadidalamfiksi
#NyiHeni
#Kolak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar