Minggu, 25 April 2021

Kolak


KOLAK

PISANG, SINGKONG DAN SEGENGGAM CINTA

 

“Assalamualaikum” ucapku dan Adik ketika turun dari ojek.

“Waalaikum salam” Jawab ibu yang muncul dari pintu dapur.

“Heh kok naik ojek, sudah dibayar belum?” Tanya Bunda tak biasanya Aku pulang dari rumah Kakek naik ojek.

“Iya Bun, Kata Nenek takut Aku keberatan bawa pisang, sama ubi juga kolang-kaling. Sudah dibayar tadi, Nenek yang bayarin.” Jelasku pada Bunda.

“Terima kasih Bang.” Kataku dan Bunda ketika Abang ojek meninggalkan rumah.

“Banyak sekali bawaannya. Wah berat ini” Kata Bunda sambil menjinjing tas plastik ke dapur.

“Iya kata nenek tolong buatkan kolak yang banyak terus nanti bagikan ke Masjid untuk jemaah yang berbuka di Masjid”. Kataku menjelaskan pada Bunda.

“Wah kalau begitu harus cepat dong.” Kata Bunda sambil membuka tas plastiknya.

“Kakak bantuin deh supaya cepat selesai, sebentar menyimpan tas dulu ke kamar.” Kataku lalu berjalan ke kamar mau menyimpan tas. Tak lama kembali lagi ke dapur.

“Eh ambil dulu baskon plastik ukuran sedang tiga buah dan pisau” Pinta Bunda setelah aku kembali ke dapur. Aku menurut, lalu mengambil baskom di rak, dan pisau di tempat sendok.  Dan membawanya kehadapan Bunda.

“Kakak cuci dulu tangannya.” Perintah Bunda lagi.

“Sudah, barusan sebelum mengambil baskom.” Jawabku menjelaskan.

“Bagus kalau begitu. Ini kolang-kaling di potong tiga seperti ini, dan simpan di baskom yang ini.” Bunda memberi contoh.

“Bunda mau mencuci ubi jalar dan mengukusnya.” Kata Bunda sambil membawa ubi jalar ke tempat cucian.

“Semuanya Bun?” Tanyaku masih sambil memotong kolang-kaling.

“Ya, kalau sudah selesai kasih ke Bunda.

 

Tak perlu waktu lama kolang-kaling yang aku potong pun sudah selesai.

“Nih Bun sudah selesai,” Kataku sambil membawa kolang-kaling yang sudah dipotong ke hadapan Bunda.

“Ehmm Bunda lagi mengangkat rebus ubi, panas ini. Tolong Kakak langsung cuci saja kolang-kalingnya lalu tiriskan.” Aku mengerti lalu melakukan apa yang Bunda intruksikan.

“Sudah Bun apalagi” tanyaku lagi.

“Sekarang iris pisangnya sebesar ini bulat-bulat tempatnya yang ini.” Kata Bunda memberi petunjuk apa yang harus lakukan. “Sambil menunggu ubi jalarnya dingin.” Bunda mengambil ubi jalar yang sudah dikukus dan menyimpannya dihadapanku.

“Terus sekarang apalagi?” Tanyaku  pada Bunda kala sudah selesai memotong pisang.

“Itu ubinya dikupas kulit tipisnya dibuang, setelah itu dihaluskan supaya lembut.” Kata Bunda lagi. Aku pun menurut mengikuti intruksi Bunda.

“Bun sudah selesai nih.” Aku memberikan ubi yang sudah dihaluskan.

“Simpan dulu disitu biar nanti Bunda yang menguleni, Sekarang Kakak tolong ambilkan daun pandan di pojok halaman empat lembar saja.” Pinta Bunda padaku.

Aku berjalan keluar mengambil daun pandan sesuai petunjuk Bunda. Lalu kembali lagi dan memberikan empat embar daun pandan.

“Nah sekarang Kakak bentuk adonan ubi ini jadi bulat-bulat seperti kelereng. Hasilnya nanti seperti ini” Bunda memberi contoh cara membulatkan adonan. Kedua tanganku pun sibuk mengerjakan apa yang dicontohkan Bunda. Membuat bulatan-bulatan adonan ubi sebesar kelereng.  

“Bun apa sih awalnya hapalan Kakak yang hari ini? suka lupa lagi awalnya.” Tanyaku.

“Lihat saja catatannya” Perintah Bunda tak langsung memberitahuku.

“Iih kan catatannya ada di saku Bun, tangannya kotor ini lagi megang adonan ubi.” Sesalku agak sedikit muram.

“Wata aaman ...” Bunda tidak melanjutkan bacaannya.

“Aku tahu, aku tahu, Wata aman daa gushhatin waa aadaban aliiman” Aku memotong perkataan Bunda dan melanjutkan menghapal ayat ke tiga belas surat Mujjamil. Dan Aku terus mengulang-ulang hapalanku.

“He he he” Bunda tersenyum melihat ku.

“Aku mau bantu, aku mau bantu.” Adik Ahmad lari setelah mematikan televisinya. Mungkin bosan nonton televisi atau acaranya tidak ada yang menarik.

“Eh cuci tangan dulu” Kataku mengingatkan. “Jangan lupa pakai sabun” Kataku lagi.

Adik menurut mencuci tangannya dengan sabun, dan membilasnya ditempat cuci piring.

Baru juga tangannya mau mengambil adonan. “Baca Bismillah dulu Dek !” kataku lagi. Setelah membaca bismillah Adik bergabung denganku membulat-bulatkan adonan ubi hingga selesai.

“Bun sudah selesai nih, terus mau dibagaimanakan ini.” Tanyaku pada Bunda.

“Pertama-tama panaskan air dalam panci, setelah mendidih masukkan bulatan tadi sedikit-demi sedikit dan pelan-pelan. Setelah bulatannya mengapung angkat dan tiriskan sampai semuanya matang.”

“Langkah kedua rebus kolang-kaling yang tadi sudah diiris sampai airnya mendidih, lalu masukkan gula merah asli yang sudah diiris berikut daun pandang yang sudah dicuci.”

“Setelah gula larut baru masukkan pisang yang tadi sudah diiris, tunggu sebentar, lalu masukkan bulatan ubi yang tadi disisihkan, sambil terus diaduk supaya bulatan ubinya tidak menyatu dan gulanya menyerap.”

“Setelah itu baru masukkan santannya sambil diaduk supaya santannya tidak pecah. Jangan lupa beri sedikit garam. Setelah mendidih matikan kompornya. Selesai deh”

 

“Yah ini centongnya ketinggalan nanti susah di sana membaginya.” Teriakku pada Ayah yang sudah berangkat ke Masjid membawa kolak untuk buka bersama.

“Dik ambil centongnya tuh.” Pinta Ayah pada Adik yang belum jauh dari rumah. Adik kembali lagi mengambil centong dan Aku masukkan centong ke dalam tas plastik yang di dalamnya ada gelas dan sendok plastik untuk kolak nanti di Masjid.

Selamat berbuka

 

#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#Kolak 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...