Minggu, 22 September 2019

Jembatan Darurat


JEMBATAN DARURAT



            Hari Minggu saatnya ada di rumah, untung hari ini tidak ada jadwal keluar seperti pergi undangan atau keperluan lain yang mengharuskan keluar. Bisa seharian di rumah rasanya sesuatu banget. Selain mengerjakan pekerjaan harian di rumah, kadang aku merubah posisi perabotan rumah dan aksi bersih-bersih sehingga tampak seperti suasana baru.

            Ketika memindahkan buku-buku koleksi yang ada di lemari. Ada buku lama yang tak berjilid halamannya sudah bercecer tidak utuh lagi, sudah banyak halaman yang hilang. Aku simpan di meja belajar dan sekarang aku ketik ulang inti ceritanya.

            Ada seekor kancil yang kehausan. Ia pergi ke tebat di dalam hutan. Seperti yang selalu ia lakukan setiap hari. Kebetulan di tepi tebat ada seekor harimau yang mau minum juga. ketika keduanya berpandangan haus mereka menjadi hilang. Harimau menjadi lapar, sedangkan kancil menjadi takut.

            Mata harimau bersinar-sinar, ia ingin segera menerkam kancil. Melihat keadaan demikian kancil sadar bahwa ia dalam bahaya. Cepat-cepat ia berbalik dan lari. Perdu disuruk, bukit di daki, lembah dituruni dan jurang dilompati. Harimau mengejar dengan geramnya. Karena tubuh harimau besar terpaksa harimau harus mencari jalan lain. Akibatnya jarak mereka semakin jauh.

            Tibalah kancil ditepi sungai, sungainya lebar dan dalam. Terlihat di dalam sungai ada buayanya. Sambil berjalan kancil berpikir ‘apa yang harus aku lakukan’. Kancil berada dalam posisi ‘lepas dari mulut harimau sekarang jatuh ke mulut buaya’.

            Buaya yang ada dalam air menyembulkan kepalanya dan berkata, “Pucuk dicinta ulam tiba. Dari tadi aku menunggu barangkali ada katak lalu, sekedar penghilang laparku, sekarang kancil datang, sungguh adil Tuhan.”

Mendengar kata-kata buaya kancil bersikap tetap tenang, laluberkata,” Benar sekali apa yang kau katakan, aku datang ke sini untuk kamu. Karena aku tahu kamu perlu makan. Aku telah merasa cukup hidup di dunia ini.   Aku berdoa agar aku segera mati. Supaya matiku bermanfaat. Aku pun datang padamu. Tapi aku ragu engkau di sini tanpa teman.”

            “Terima kasih kau berniat baik. Apa kau ragu karena aku tak berteman? Aku akan merasa senang dengan gadingmu. Engkau akan ku anggap pahlawan karena berjasa menghilangkan ku dari lapar.” jawab buaya.

“Dengar dulu baik-baik, aku rela kau makan sekarang juga, tetapi bagaimana dengan sisa tubuhku? Itulah sebabnya aku bingung. tubuhku ini tampaknya kecil, tetapi boleh kau saksikan nanti kau makan bersama temanmu berpuluh-puluh ekor, aku belum yakin dagingku akan habis” jawab kancil membuat siasat.

“Jangan membual kawan, sekali ku ngangakan mulutku, lenyaplah engkau ke perutku” buaya memberikan alasan.

“Silahkan coba, tetapi tanggung jawab sendiri akibatnya. Begitu tubuhku terluka, begitupula tubuhku membesar. Makin dilukai makin bertambah besar. Kuanjurkan kau tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Panggillah teman-temanmu sebanyak-banyaknya, lima puluh,seratus atau lebih, aku tak peduli. Asal kau tahu, buatlah luka sebanyak-banyaknya agar dagingku banyak juga dan cukup untuk seberapa banyak teman-temanmu” kancil menyakinkan buaya.

Mendengar cerita kancil buaya semakin yakin. Teringat pula pada teman-temannya di dasar sungai yang jumlahnya cukup banyak. Buaya pun berkata pada calon mangsanya.
“Baiklah akan ku panggil teman-temanku sebanyak-banyaknya biar kami makan besar kali ini.”

            Buaya menyelam ke dasar sungai, tak lama bermunculan buaya-buaya di atas air. Berpuluh-puluh jumlahnya. Sementara kancil dengan tenang berdiri di tepian sungai.

“Tidak ada lagi temanmu? Biarlah kukira cukup segini juga. Sekarang aku ingin tahu berapa jumlah kalian. Berjejerlah selebarsungai ini agar aku mudah untuk menghitungnya.” perintah kancil.

            Buaya menuruti perintah kancil, mereka berbanjar dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Sedangkan sisanya berbanjar di belakangnya.
“Kami telah siap silahkan hitung” pinta buaya yang sudah berbanjar.

              Kancil melompat dari punggung buaya, dipukul-pukulnya kepala buaya dengan kakinya kuat-kuat. Kancil melompat dari punggung buaya yang satu ke punggung buaya lainya sambil berteriak.
“Satu, dua, ... dua puluh ... tiga puluh...... dan seterusnya.” hingga sampai ke seberang sungai lalu melompat ke tanah dan naik ke atas lalu berpaling dan berkata.
“Cukup banyak juga kalian, aku senang, sekarang aku sudah sampai darat, ayo siapa yang berani kejar aku sampai dapat” ujar kancil sambil berlari meninggalkan buaya yang bengong mendengar kata-kata kancil.
“Wah kita ditipu, dasar penipu, bagaimana kita bisa mengejar dia” kata seekor buaya. 

                 Ketika buaya sedang membicakan kancil. Datanglah seekor harimau bertanya.
“Adakah kalian melihat kancil? Aku ingin memakan dia.” ujar harimau dengan kesal.
“Itu dia mengapa kami berkumpul di sini, kami disuruh berbaris, ternyata kami dibuatnya jembatan dengan punggung kami, sekarang dia aman di seberang sana” jelas buaya pada harimau.
Harimaupun tak menjawab. Ia kembali masuk ke hutan rimba.

Sekian
ooooooooooooooooOOOoooooooooooooooooo

5 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...