Senin, 23 September 2019

Membalas kebaikan




MEMBALAS KEBAIKAN



Masih cerita yang tercecer kali ini menceritakan seekor tikus dengan kucing ayo kita simak !


Seekor tikus sedang bermain dengan riang. Ia melompat kian kemari sambil bernyanyi dan tertawa. Ia memperhatikan ke dua belas anaknya yang baru lahir. Induk tikus merasa sangat bahagia.

Entah dari mana datangnya tiba-tiba ada seekor kucing belang tiga dan menegur tikus.
“Telah lama kucari engkau baru kali ini aku berhasil menemukanmu. Ada sesuatu yang perlu aku bicarakan.” kata kucing belang tiga.

“Apakah yang akan dibicarakan penting sekali sampai engkau mencariku kemana-mana? Kurasa tak ada hubunganya antara engkau dan aku. Sebelum ini kita tak pernah berkenalan. Aku tidak yakin niat mu baik !” tanya tikus pada kucing penuh curiga.

“Jangan lekas buruk sangka, benar selama ini kita tidak saling kenal. Tapi nenek moyangku pernah ada perkara dengan nenek moyangmu sampai hari ini tidak selesai karena nenek moyang mu selalu menghindar tidak mau berhadapan langsung dengan nenek moyangku.” kucing menjelaskan apa maksudnya.

“Jadi untuk itukah kau mencariku? ” tanya tikus tak sabar.
“ Apakah nenek moyangku punya utang pada nenek moyangmu? kalau ada berapa jumlahnya? bekas keperluan apa? berapa bunganya? mana buktinya? Apakah benar nenek moyangmu kaya sehingga mampu memberi utang? tanya tikus bertub-tubi.

“Bukan soal utang, engkau telah menuduh keluargaku tukang melepas uang. Hati-hati kawan, jangan bicara seenak mulutmu, bicara asal bunyi. Aku bukan keturunan litah darat. Seperti beberapa orang lainnya. Keluarga ku baik-baik saja, yang hendak ku persoalkan adalah Sisa perkara yangharus kita selesaikan.

“Bicaralah aku bersedia berunding dengan engkau. Aku tak mau nenek moyangku selalu kau umpat. Biarlah nenek moyangku bebas dari segala tuntutan. Kewajibanku adalah berusaha agar mereka mendapatkan kedamaian di akherat. Ayo katakanlah apa persoalannya?” tanya tikus penasaran.

“Terima kasih, sekarang kita bisa bicara baik-baik ku harap engkau tidak marah.” Jawab kucing dengan tenang.

“Aku jamin selama tidak ada yang menyinggung perasaanku. Dan selama tuntutanmu itu masuk akal aku berjanji akan membereskannya. Kecuali engkau menuntut yang bukan-bukan. Aku harus bertahan, biar apa pun yang hendak terjadi.” kata tikus mengemukakan prinsipnya.

“Kuharap engkau jangan mengancam. Bicaralah dengan pikiranmu, jangan terlalu cepat menuruti perasaanmu aku belum selesai bicara tentang soal sebenarnya.” permintaan kucing pada tikus.
“Ayolah cepat katakan aku ingin segera mengetahui persoalannya.” pinta tikus.
“Ini soal kumis” kata tikus tak melanjutkan kata-katanya.
“Apa soal kumis? Aku tak mengerti apa maksudnya. Ada-ada saja kumis dipersoalkan, turun temurun lagi, sama sekali tidak lucu.”gerutu tikus tak mengerti.

“Lucu tidak lucu tetap menjadi soal, aku tidak ingin kau berkumis, menyamai keluargaku. Engaku tidaktahu diuntung, apakah pantas badan kecil, moncong jelek, memakai kumis. Mau meniru aku tubuh ku kekar, dengan langkah yang tegap. Kamu sungguh menjijikkan.” jelas kucing mengungkapkan ketidak setujuannya.

“Tak salah juga sangkaku, kau anggap hanya engkau saja yang boleh berkumis? kau perintahkan aku untuk menanggalkan kumis ku. Sejak kapan kau diberi kuasa untuk memerintahku, untuk tunduk kepadamu. Semua mahluk sama kedudukannya didepan Allah. Engkau lupa golonganmu adalah penjahat didepan pura-pura baik dibelakang mencuri makanan orang.” kata tikus membela diri.

“Inilah buktinya nenek moyangku terus- menerus menuntut golonganmu. Engkau keras kepala, angkuh, busuk, iri hati, dengki, ingin menang sendiri, tukang menularkan penyakit pada manusia” kata kucing menumpahkan kekesalannya.

Kucing melengkungkan badannya, mengambil ancang-ancang hendak menerkam lawan. Kucing menggeram sambil mengeluarkan kuku kakinya.
Tikus tetap tenang, matanya menantang, melirik ke kiri kekanan. Sambil mengejek seolah-olah berkata “Boleh coba Aku tak gentar”

Kedua makhluk itu saling berpandangan, kucing berteriak.
“Apa terima tamparanku, jangan menyesal, mintalah maaf pada sanak saudaramu sebelum dihancurkan.
“Kejarlah aku jangan anggap remeh. Tikus lari masuk semak dan rumput. Kucing mengejarnya. Tiap kali kucing mendekat tikus meloncat. Kadang sambil menyambar muka kucing, Kucing makin marah ia mengejar lawannya lebih galak lagi.” kata tikus lalu berlari.

Puluhan kilometer mereka lalui, tiba-tiba tikus merasa terkurung, suatu tempat gelap, dindingnya empuk seperti buludru. Awalnya kami tikus cemas, tetapi akhirnya ia merasa lega. Ia terlindung aman, terlepas dari musuh yang mengejarnya.

Melihat harimau dihadapannya, kucing lari dia membatalkan niatnya untuk mengejar tikus. Harimau mengangkat kaki depannya. Tikus melihat cahaya matahari, lalu hendak berlari kembali setelah melihat harimau. Harimau menegurnya.

“Jangan lari aku tak akan mengganggumu, engkau telah menolngku dulu waktu aku terjerat perangkap manusia. Aku telah lama mencarimu, ingin berterima kasih. Kebetulan kau lewat dikejar kucing jadi kututupi dengan telapak kakiku supaya kau aman. Bawalah anak-anakmu kedekat sini pindah kesini biaraku jaga semuanya.” ujar harimau menjelaskan.

“Aduh raja besar terima kasih engkau telah membebaskan aku dari maut.” kata tikus berterima kasih.

Sejak itulah tikus membuat perkampungan baru dekat sarang harimau.

25 komentar:

  1. Sang raja yang membalas budi. Fabel yg keren

    BalasHapus
  2. Suka tulisannya eih.. Apa lagi gambar kucingnya cumiill

    BalasHapus
  3. Bisa kupakai untuk bahan dongeng buat anak-anak ku,, mengandung pesan moral.

    Salam kenal dari grup valetta, Kak

    BalasHapus
  4. kucing kecil takut sama kucing besar

    BalasHapus
  5. Gambarnya seperti kucing semua. Heheee

    BalasHapus
  6. Bagus tulisannya. Fiksi tapi ada hikmah di dalamnya.

    BalasHapus
  7. aku iri kalau ada yang buat cerita fabel atau anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo dong buat cerita anak sudah banyak yang infor yang lokal ....

      Hapus

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...