Minggu, 15 September 2019

JODOHKU DI DIARPUS




JODOHKU DI DIARPUS
Aku baru saja duduk sambil membaca buku di ruangan pertemuan gedung Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Sukabumi tempat diadakannya kelas menulis. Ruangan yang sejuk ber AC dan kedap suara itu ruangan satu-satunya tempat diadakannya berbagai pelatihan. Tak lama ada yang mengetuk pintu dan sesosok wajah putih dengan pakaian rapi tapi santai muncul dibalik pintu.
“Assalamualaikum.” Siempunya wajah mengucap salam sambil menyodorkan kedua tangan mengajak bersalaman.
“Waalaikum salam.” Aku menjawab salam sambil menerima ajakan bersalaman, tapi tanganku tak bersentuhan, sambil tersenyum dan mengangguk.
“Ikut pelatihan juga?” tanyanya mengawali percakapan.
“Iya” jawabku singkat mengalihkan pandangan dari buku bacaan menatap wajahnya.
“Dug ach” dadaku berdegub kencang ketika tatapanku bertemu pandang. Secepatnya kualihkan pandangan kembali ke buku bacaan. Tapi konsentrasiku sudah tidak pokus lagi ke bacaan. Untuk mengurangi getaran-getaran tak karuan dihati ku buka-buka buku bacaanku.
“Tok...tok..tok...Assalamualaikum” muncul lagi seorang laki-laki yang datang dengan kaos dan celana jins masuk dan bersalaman, aku menerimanya tanpa menyentuh tangannya. Tapi hatiku tak seperti yang tadi dengan yang ini biasa saja tak ada rasa apa-apa aneh.

Satu demi satu bermunculan yang akan ikut pelatihan menulis yang sebelumnya sudah daftar melalui media whatsApp. Dan akhirnya sekitar pukul 10.00. WIB pelatihan pun dimulai. Dengan riang dan renyah Bu Nani membuka pelatihan dan mengemukakan tujuan pelatihan.  “Dinas Kearsipan dan Perpustakaan mengadakan berbagai palatihan bertujuan mendekatkan program perpustakaan pada masyarakat umum tidak hanya anak sekolah dan mahasisiwa saja. Tidak hanya sekedar membaca dan meminjam buku, tapi manfaatnya agar lebih besar lagi bagi masyarakat umum. Dan juga agar manfaat Dinas Kearsipan dan Perpustakaan lebih dirasakan oleh masyarakat secara luas. Setelah pelatihan diharapkan menghasilkan satu produk yang dapat diberikan ke Dinas Kearsipan dan Perpustakaan sebagai pertanggungjawaban terhadap program yang digulirkan untuk masyarakat.” Demikian sekelumit pembicaraan Bu Nani yang dapat ku simak.

Setelah itu dilanjutkan dengan perkenalan dengan menyebutkan nama dan asal tempat tinggal. Walaupun dalam grup WA sudah melakukan perkenalan dengan cara unik yakni dengan menyebutkan nama dan asal tempat tinggal dalam bentuk cerita menggunakan kata kunci sendal jepit, patromak dan kucing.
“Oh Abdul Halim.” Gumamku dalam hati sambil sesekali mencuri pandang. Ketika giliran laki-laki yang membuat hatiku berdebar berbicara.
“Baiklah teman-teman dan juga adik-adik, karena disini masih ada yang masih sekolah di SMP jadi materinya diambil dari yang paling mudah bla...bla...bla....” Bu Mutia menjelaskan dengan panjang lebar sehingga peserta mengerti apa yang harus dilakukan sampai tiba waktunya istirahat salat.

Setelah istirahat salat materi dilanjutkan lagi hingga selesai dan pulang.
“Pulangnya ke mana” tiba-tiba Abdul sudah ada dibelakangku dan bertanya.
“Ke Salabintana” jawabku singkat sambil terus berjalan dan Abdul Halim mengejar sehingga kami berjalan berdampingan menuju angkutan perkotaan. Tak lama angkotnya datang aku langsung naik.
“Duluan ya” pamitku pada Abdul dan langsung naik angkot.
“Nanti aku japri ya.” Abdul Halim setengah berbisik tapi masih aku dengar. Aku tak menjawab terus saja naik angkot dan duduk hingga sampai di Pesantren.

Setelah berbuka dengan air putih dan kurma, para santriwati salat magrib lalu kembali makan hingga waktu salat Isya tiba. Kumandang azan menggema dari menara masjid menggetarkan jiwa-jiwa yang khusu untuk menyerahkan diri pada yang hakiki. Para santriwati kembali bersiap mengambil air wudu, selesai azan dan membaca doa setelah azan ada sebagian santriwati melaksanakan salat qobla Isya sambil menunggu imam memulai salat berjamaah.
Jam di kamarku menunjukakan pukul 22.00 WIB ketika perlahan mau merebahkan tubuh yang mulai letih setelah seharian beraktivitas. Notifikasi di  gawai berbunyi “Jangan-jangan dari dia” harap-harap cemasku. Aku tak terlalu berharap banyak aku tak ingin menunjukkan ketertarikanku padanya aku tak ingin kecewa nantinya. Tapi dihati yang paling dalam ada harapan dan keinginan dia menjadi jodohku. Ku buka gawaiku dan ternyata ada WhatsApp dari dia. Isinya

Boleh kenalan lebih jauh?
(Tidak boleh sebelum ada izin dari orang tua) jawabku pura-pura ketus.
Ada yang marah nggak kalau aku wapri kamu?
(Ada, orang tuaku dan ustadhah di tempat aku mondok pasti marah} masih dengan ketus
Boleh nggak kalau aku jadi pacarmu
(Tidak boleh pacaran kecuali kalau sudah jadi suami istri) jawabku masih ketus
Kalau begitu mau nggak kamu menjadi istriku?
(Jangan bertanya padaku kalau serius mintalah pada orang tuaku di Pesantren Annidzom Salabintana maaf Assalamualaikum) jawabku menutup WhatsApp malam itu.

Aku tak bisa tidur malam itu takut benar-benar dia datang meminta pada orang tuaku dan orang tua tidak setuju. Juga takut hatiku sudah berharap tapi dia hanya main-main saja. Setelah beberapa lama kantukku tak kembali malah kegelisahan yang mendera dalam dada. Bulak-balik guling yang ku dekap malah terasa panas, ku paksakan menutup mata sambil membaca doa dan ayat-ayat Al quran yang kuhapal dalam hati, masih juga tidak membawa mata ini terlelap dalam mimpi.

Ku lirik jam di dinding menunjukkan pukul 02.00 pagi dari pada terus-menerus dalam kegelisan. Akhirnya ku geser guling yang kudekap dari tadi, kusingkapkan selimut yang tadi membungkus tubuh ini, kulangkahkan kakiku mengambil wudu, ku tundukkan semua ego dalam diri ini disujud salat tahajud, ku tumpahkan semua kegelisahan dan kehawatiran hatiku dalam jeritan doa, ku titipkan harapan dan keinginan yang terdapat dalam lubuk hati yang paling dalam pada malaikat-malaikat yang berjaga diwaktu malam. Dan tak terasa ku tersungkur dalam lelap di atas sajadah dengan masih mengenakan mukena.

Sore itu awan putih dilangit bersih, sinar mentari masih mendominasi cakrawala, warna keemasan diufuk barat menambah indah lukisan Sang Maha Pencipta. Seperti Biasa jadwal hari Jumat sore aku membimbing para santriwati untuk membaca selawat. Ketika sedang membaca selawat ada santriwati masuk dan memberi kabar ada tamu yang ingin bertemu. Aku tak bertanya siapa, karena sudah sering tamu yang datang biasanya orang tua atau saudara santriwati yang menanyakan kabar atau menitipkan keperluan santriwati asuhanku.

Dug... jantungku berhenti sejenak, darahku seakan berhenti mengalir sesaat, ketika kulihat Kang Abdul ada diantara tamu yang duduk di ruang tamu. Aku tak bisa menghindar atau untuk sekedar berbenah diri, karena semua pandangan sudah mengarah dan menanti kedatanganku. Ku salami semua tamu yang hadir, lalu duduk dikursi kosong yang sengaja disediakan untukku.
“Nak Abdul betul Marisa yang ini yang kamu maksud, yang kamu pinta untuk menjadi istrimu?” tanya ustaz melanjutkan pembicaraan setelah tadi terpotong dengan kehadiranku.

“I..iya ustaz” jawab Abdul sambil menganggukkan kepala.
“Nah Neng Marisa, Abdul dan orang tuanya sudah berbicara banyak pada Abi, intinya kedua orang tua Abdul memintamu untuk dijadikan istri, bagaimana kamu siap?” tanya Abi padaku.
Aku tak dapat menjawab mulutku seakan terkunci, tenggorokanku seakan kering tak dapat mengeluarkan suara. Kepalaku tertunduk malu, tak kuasa aku mengangkat kepala sedikitpun, seakan dibebani puluhan karung beras di pundakku. Samar ku dengar Abi menyimpulkan diamnya wanita yang dilamar menandakkan jawaban iya.

Pembicaraan-pembicaraan selanjutnya aku sudah tak dapat menyimak. Namun kesimpulan besar yang akan merubah hidupku dan mudah-mudahan ini terjadi hanya sekali dalam hidupku. Sehari setelah Idul Fitri Kang Abdul dan keluarganya akan datang kembali untuk secara resmi melamarku dan seminggu setelahnya akan diadakan akad nikah.
Setelah selesai berbuka dan salat magrib dilanjukan salat Isya dan tarawih Abdul Halim dan keluarganya berpamitan. Diantar oleh Abi dan Umi sampai pintu gerbang Pesantren. Aku kembali membimbing santriwati memberikan materi tajwid.

7 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...