GUBUG
TERPENCIL
Gadis
cilik itu bernama Alisa Nurindriyani baru berusia 5 tahun. Dengan badan kurus
yang kurang makan. Rambut hitam terlihat kusut tak terawat. Hidung mancung dan bibir mungil tidak bisa
menyembunyikan kecantikan aslinya. Bajunya yang banyak noda dan kumal. Kakinya
yang mungil tak beralas. Menelusuri pasar sayuran membawa kresek di tangan.
Sesekali memunguti sayuran yang berjatuhan. Setelah kreseknya berisi beberapa
sayuran hasil pungutannya dia berjalan perlahan meninggalkan pasar yang mulai
sepi.
Kaki-kaki
kecil melangkah menapaki jalanan kotor dan becek tanpa alas. Panas menyengat
seakan matahari ada di ubun-ubun. Dia terus berjalan tak takut kulitnya kusam
karena sinar mentari. Ketika rumahnya terlihat dari kejauhan dia mempercepat
langkahnya ingin segera sampai di rumah.
“Assalamualaikum,”
ucapnya sambil membuka pintu.
“Waalaikum
salam.” ada jawaban lirih dari dalam.
“Ibu,
aku bawa sayuran.” kata Alisa sambil memperlihatkan kantong kresek yang
dipegangnya.
Sambil
tersenyum lirih ibunya bertanya ”Dapat sayuran dari mana?”
“Dapat
mungut dari pasar Bu,” jawabnya polos.
“Alisa
bilang dulu tidak pada yang punya sayuran?” tanya ibunya lagi.
“Bilang
begini, Bang sayuran yang jatuh ini boleh nggak buat aku? kalau di jawab boleh
baru Alisa pungut, kalau tidak menjawab Alisa tinggalkan saja dan mencari lagi
yang lain.” terang Alisa pada ibunya.
Sudah
hampir satu tahun Alisa merawat ibunya sendiri. Ayahnya sering pulang malam dan
dalam keadaan mabuk. Pagi-pagi berangkat lagi tak pernah peduli pada anak dan
istrinya.
Di
Gubuk kecil yang terpencil itu Alisa tinggal bersama ibunya. Dinding yang
terkelupas dan kusam, atap yang sudah banyak terlepas, dan pintu yang tak
pernah dikunci. Lantai yang beralaskan tikar yang sudah lusuh, dengan bantal
yang sudah kumal. Sebagai alas tidur ibu dan Alisa. Ibunya yang sakit-sakitan
sejak melahirkan Alisa membuat tubuhnya tak dapat bergerak jauh. Hartanya
perlahan habis dipakai berobat dan keperluan hidup sehari-hari. Diperparah lagi
oleh ayahnya yang suka mabuk-mabukan.
Fahmi
Alpiansyah adalah nama yang tertera dalam KTP ayahnya. Tapi sejak diketahui
bayinya perempuan, Fahmi tidak menganggap Alisa anaknya. Dia kecewa karena yang
lahir perempuan, sedangkan impiannya menginginkan anak laki-laki. Terlebih
diketahui istrinya tak dapat melahirkan lagi karena mengidap suatu penyakit.
Fahmi menganggap istrinya tak berguna dan Alisa sebagai pembawa sial.
Suatu
ketika pagi-pagi sekali Alisa menangis meraung-raung memanggil ibunya.
Menggoyang-goyangkan badan ibunya yang bergeming. Alisa meraung-raung sambil
sesenggukan tak ada yang mendengar karena rumahnya terpencil jauh dari
tetangga. Untung saja bibinya yang rumahnya agak jauh datang hendak mengantar
makanan untuknya.
“Assalamualaikum,”
Bibi mengucap salam. Tak ada jawaban dari dalam. Dengan sedikit curiga Bibi
terus masuk ke dalam karena pintunya tak pernah dikunci.
“Astagfirullahaladzim,
lailahaillah.” Bibi mengucap istigfar mengatupkan tangan ke mulutnya, badannya
gemetar merinding, tangannya berkeringat dingin.
Apa
yang Bibi temukan? Apa yang terjadi pada ibu dan anak itu? ikuti cerita
berikutnya...
Bersambung....
ooooooooooOOOoooooooo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar