Rabu, 30 Oktober 2019

GUBUG TERPENCIL




GUBUG TERPENCIL

Gadis cilik itu bernama Alisa Nurindriyani baru berusia 5 tahun. Dengan badan kurus yang kurang makan. Rambut hitam terlihat kusut tak terawat.  Hidung mancung dan bibir mungil tidak bisa menyembunyikan kecantikan aslinya. Bajunya yang banyak noda dan kumal. Kakinya yang mungil tak beralas. Menelusuri pasar sayuran membawa kresek di tangan. Sesekali memunguti sayuran yang berjatuhan. Setelah kreseknya berisi beberapa sayuran hasil pungutannya dia berjalan perlahan meninggalkan pasar yang mulai sepi.

Kaki-kaki kecil melangkah menapaki jalanan kotor dan becek tanpa alas. Panas menyengat seakan matahari ada di ubun-ubun. Dia terus berjalan tak takut kulitnya kusam karena sinar mentari. Ketika rumahnya terlihat dari kejauhan dia mempercepat langkahnya ingin segera sampai di rumah.

“Assalamualaikum,” ucapnya sambil membuka pintu.

“Waalaikum salam.” ada jawaban lirih dari dalam.

“Ibu, aku bawa sayuran.” kata Alisa sambil memperlihatkan kantong kresek yang dipegangnya.

Sambil tersenyum lirih ibunya bertanya ”Dapat sayuran dari mana?”

“Dapat mungut dari pasar Bu,” jawabnya polos.

“Alisa bilang dulu tidak pada yang punya sayuran?” tanya ibunya lagi.

“Bilang begini, Bang sayuran yang jatuh ini boleh nggak buat aku? kalau di jawab boleh baru Alisa pungut, kalau tidak menjawab Alisa tinggalkan saja dan mencari lagi yang lain.” terang Alisa pada ibunya.

Sudah hampir satu tahun Alisa merawat ibunya sendiri. Ayahnya sering pulang malam dan dalam keadaan mabuk. Pagi-pagi berangkat lagi tak pernah peduli pada anak dan istrinya.

Di Gubuk kecil yang terpencil itu Alisa tinggal bersama ibunya. Dinding yang terkelupas dan kusam, atap yang sudah banyak terlepas, dan pintu yang tak pernah dikunci. Lantai yang beralaskan tikar yang sudah lusuh, dengan bantal yang sudah kumal. Sebagai alas tidur ibu dan Alisa. Ibunya yang sakit-sakitan sejak melahirkan Alisa membuat tubuhnya tak dapat bergerak jauh. Hartanya perlahan habis dipakai berobat dan keperluan hidup sehari-hari. Diperparah lagi oleh ayahnya yang suka mabuk-mabukan.

Fahmi Alpiansyah adalah nama yang tertera dalam KTP ayahnya. Tapi sejak diketahui bayinya perempuan, Fahmi tidak menganggap Alisa anaknya. Dia kecewa karena yang lahir perempuan, sedangkan impiannya menginginkan anak laki-laki. Terlebih diketahui istrinya tak dapat melahirkan lagi karena mengidap suatu penyakit. Fahmi menganggap istrinya tak berguna dan Alisa sebagai pembawa sial.  

Suatu ketika pagi-pagi sekali Alisa menangis meraung-raung memanggil ibunya. Menggoyang-goyangkan badan ibunya yang bergeming. Alisa meraung-raung sambil sesenggukan tak ada yang mendengar karena rumahnya terpencil jauh dari tetangga. Untung saja bibinya yang rumahnya agak jauh datang hendak mengantar makanan untuknya.

“Assalamualaikum,” Bibi mengucap salam. Tak ada jawaban dari dalam. Dengan sedikit curiga Bibi terus masuk ke dalam karena pintunya tak pernah dikunci.

“Astagfirullahaladzim, lailahaillah.” Bibi mengucap istigfar mengatupkan tangan ke mulutnya, badannya gemetar merinding, tangannya berkeringat dingin.

Apa yang Bibi temukan? Apa yang terjadi pada ibu dan anak itu? ikuti cerita berikutnya...
Bersambung....

ooooooooooOOOoooooooo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...