Jumat, 18 Oktober 2019

PERISTIWA DI BOJONG KOKOSAN 5




DI SURAU 

“Din, Udin....” Abah Husni memanggil Udin. Udin bukannya muncul dan mendekat. Udin ketakutan setengah mati, badannya semakin bungkuk ke dalam sehingga tidak kelihatan dari jauh. Baju depannya basah kena air selokan sedangkan bagian punggungnya basah oleh keringat karena takut. Udin pura-pura tidak mendengar, tangannya terus saja mengambil sampah yang ada di selokan.

“Angkat tangan!” Tiba-tiba kepala tentara itu sudah ada didekatnya sambil mengarahkan laras panjangnya.

“Sa...Saya Tuan...” Udin dengan terbata menjawab kepala tentara itu.

“Geledah orang ini.” Perintah kepala tentara pada anak buahnya. Salah satu anak buahnya menggeledah Udin.

“Tak ada apa-apa Pak!” Kata tentara yang memeriksa badan Udin yang basah. Setelah tak menemukan  barang-barang yang mencurigakan. Dan melihat tumpukan sampah yang berjejer di pinggir selokan. Tak ada lagi alasan kepala tentara itu mencurigai mereka.

“Ayo jalan.” Perintah kepala tentara pada anak buahnya. Mereka berjalan melanjutkan tugasnya. 

            
Bruuuuukkkkk


Suara air menghambur karena tertimpa badan Udin yang melorot ke bawah. Kakinya lemas melonjor dan duduk bersandar pada sisi selokan. Sambil mengambil napas panjang mengisi paru-parunya yang terasa kosong.  Beberapa menit berada didepan moncong senapan. Terasa sulit menghirup udara segar.

Badannya masih terasa lunglai, napasnya pun masih berat ketika Abah Husni mengajaknya untuk cepat pulang.

“Din Ayo cepat naik nanti ada yang patroli lagi.” Ajak Abah pada Udin yang masih duduk selonjor di dalam selokan. Mendengar kakaknya mengingatkan takut ada patroli lagi, Udin segera beranjak dia tidak mau kehilangan napasnya, bila terus-menerus berada di bawah moncong senjata. Udin berjalan di belakang kakaknya yang setengah berlari memburu waktu.

Abah dan Udin tidak langsung ke rumah, tapi ke MCK pancuran yang ada di Legok belakang rumahnya.

“Din, Abah langsung ke Surau ya, tolong bawa ini ke Rumah.” Pintanya pada Udin sambil memberikan celana dan baju basah yang sudah di cuci.

“Iya Bah.” Udin mengangguk sambil menerima baju basah yang diberikan Abah.

Abah Husni dengan memakai kain sarung dan baju koko yang tadi diikat dipingggangnya berjalan menuju Surau. Di sana sudah banyak anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman Surau, sedang anak-anak yang agak besar masih berkumpul mengelilingi H. Toha yang baru saja selesai mengucapkan salam menutup pengajian hari itu. Dan tetangga yang mau salat berjamaah sambil menunggu waktu azan magrib.

H. Toha adalah pemberi tanah wakaf dan donatur terbesar pada saat pembuatan Surau dulu. Sekaligus juga Imam inti Surau tersebut. Kalau beliau tidak ada baru Abah Husni yang menggantikannya. Abah Husni sebagai muazin bila tidak sedang ditugaskan untuk keluar bergantian dengan Udin.

Sedangkan Udin pulang dulu ke rumah untuk menyimpan baju basah dan berganti pakaian yang tadi basah kuyup. Setelah berganti pakaian Udin baru menyusul ke Surau. Belum juga sampai Surau, suara Abah Husni sudah terdengar mengumandangkan azan magrib.

Diterangi oleh cempor (lampu berbahan bakar minyak) yang apinya selalu bergerak ketebak angin. Karena memang Surau itu hanya tertutup setengah badan. Setelah selesai salat Isya dan anak-anak yang mengaji sudah pulang. Abah Husni, H. Toha dan Udin masih berkumpul.

“Husni kumaha hasil rapat tadi? (bagaimana hasil pertemuan tadi)” H. Toha sudah tidak sabar ingin tahu informasi hasil pertemuan Husni dan Udin tadi di Parungkuda.

“Begini Kang Haji, Informasi yang saya terima akan ada konvoi tentara NICA yang akan membawa tawanan Jepang yang ada di daerah Sukabumi dan sekitarnya. Tujuan mereka akan ke Bandung yaitu akan memberi bantuan pada militer yang ada di Bandung. Rencananya Tentara Keamanan Rakyat,  akan melakukan penghadangan terhadap sekutu. Mulai dari Cigombong Bogor sampai Ciranjang Cianjur. Pimpinan Tentara Keamanan Rakyat meminta agar organisasi masyarakat seperti Laskar Rakyat Sukabumi,  Pasukan Hizbullah, dan yang lainnya untuk ikut bergabung menghadang sekutu.” Abah Husni menghela napas sambil menegakkan badannya sesaat lalu memperhatikan keseliling takut ada yang mengintip pembicaraan mereka.

H. Toha manggut-manggut sambil menunggu kelanjutan informasinya.  

“Setelah diketahui siapa saja yang siap dan berapa jumlah personilnya baru nanti disusun siapa yang memimpin dan tugas di pos mana dan berapa jumlah persnilnya.” Abah Husni melanjutkan.

“Baiklah kalau begitu, Udin besok setelah subuh ikut saya berkeliling kita data seberapa besar kekuatan kita. Dan kamu Husni coba cek semua kebun dan leuit (tempat penyimpanan padi) seberapa banyak persediaan makanan yang kita punya. Kita harus tahu apa yang dapat kita bawa dan apa yang untuk di rumah.” H. Toha memberi intruksi.

“Baik Kang!” Abah Husni dan Udin keduanya menjawab serempak. Setelah bersalaman ketiganya membubarkan diri. H. Toha ke rumahnya pinggir Surau, sedang Abah dan Udin ke depan agak jauh dari Surau. Udin mengambil obor (penerangan terbuat dari banbu bersumbu kain bekas berbahan bakar minyak tanah) yang disimpan dipinggir Surau lalu menyalakannya sebelum meniup cempor yang tadi menerangi mereka di Surau itu.

Wah temen-teman ternyata masih bersambung, yang masih penasaran ikuti terus Peristiwa di Bojong Kokosan ...

oooooOOOooooo

3 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...