DI SURAU
“Din,
Udin....” Abah Husni memanggil Udin. Udin bukannya muncul dan mendekat. Udin
ketakutan setengah mati, badannya semakin bungkuk ke dalam sehingga tidak
kelihatan dari jauh. Baju depannya basah kena air selokan sedangkan bagian
punggungnya basah oleh keringat karena takut. Udin pura-pura tidak mendengar,
tangannya terus saja mengambil sampah yang ada di selokan.
“Angkat
tangan!” Tiba-tiba kepala tentara itu sudah ada didekatnya sambil mengarahkan
laras panjangnya.
“Sa...Saya
Tuan...” Udin dengan terbata menjawab kepala tentara itu.
“Geledah
orang ini.” Perintah kepala tentara pada anak buahnya. Salah satu anak buahnya
menggeledah Udin.
“Tak
ada apa-apa Pak!” Kata tentara yang memeriksa badan Udin yang basah. Setelah
tak menemukan barang-barang yang mencurigakan.
Dan melihat tumpukan sampah yang berjejer di pinggir selokan. Tak ada lagi
alasan kepala tentara itu mencurigai mereka.
“Ayo jalan.” Perintah kepala tentara pada anak
buahnya. Mereka berjalan melanjutkan tugasnya.
Bruuuuukkkkk
Suara
air menghambur karena tertimpa badan Udin yang melorot ke bawah. Kakinya lemas
melonjor dan duduk bersandar pada sisi selokan. Sambil mengambil napas panjang
mengisi paru-parunya yang terasa kosong.
Beberapa menit berada didepan moncong senapan. Terasa sulit menghirup
udara segar.
Badannya
masih terasa lunglai, napasnya pun masih berat ketika Abah Husni mengajaknya
untuk cepat pulang.
“Din
Ayo cepat naik nanti ada yang patroli lagi.” Ajak Abah pada Udin yang masih
duduk selonjor di dalam selokan. Mendengar kakaknya mengingatkan takut ada
patroli lagi, Udin segera beranjak dia tidak mau kehilangan napasnya, bila
terus-menerus berada di bawah moncong senjata. Udin berjalan di belakang
kakaknya yang setengah berlari memburu waktu.
Abah
dan Udin tidak langsung ke rumah, tapi ke MCK pancuran yang ada di Legok
belakang rumahnya.
“Din,
Abah langsung ke Surau ya, tolong bawa ini ke Rumah.” Pintanya pada Udin sambil
memberikan celana dan baju basah yang sudah di cuci.
“Iya
Bah.” Udin mengangguk sambil menerima baju basah yang diberikan Abah.
Abah
Husni dengan memakai kain sarung dan baju koko yang tadi diikat dipingggangnya
berjalan menuju Surau. Di sana sudah banyak anak-anak kecil yang sedang bermain
di halaman Surau, sedang anak-anak yang agak besar masih berkumpul mengelilingi
H. Toha yang baru saja selesai mengucapkan salam menutup pengajian hari itu. Dan
tetangga yang mau salat berjamaah sambil menunggu waktu azan magrib.
H.
Toha adalah pemberi tanah wakaf dan donatur terbesar pada saat pembuatan Surau
dulu. Sekaligus juga Imam inti Surau tersebut. Kalau beliau tidak ada baru Abah
Husni yang menggantikannya. Abah Husni sebagai muazin bila tidak sedang ditugaskan
untuk keluar bergantian dengan Udin.
Sedangkan
Udin pulang dulu ke rumah untuk menyimpan baju basah dan berganti pakaian yang
tadi basah kuyup. Setelah berganti pakaian Udin baru menyusul ke Surau. Belum
juga sampai Surau, suara Abah Husni sudah terdengar mengumandangkan azan magrib.
Diterangi
oleh cempor (lampu berbahan bakar
minyak) yang apinya selalu bergerak ketebak angin. Karena memang Surau itu
hanya tertutup setengah badan. Setelah selesai salat Isya dan anak-anak yang
mengaji sudah pulang. Abah Husni, H. Toha dan Udin masih berkumpul.
“Husni
kumaha hasil rapat tadi? (bagaimana
hasil pertemuan tadi)” H. Toha sudah tidak sabar ingin tahu informasi hasil
pertemuan Husni dan Udin tadi di Parungkuda.
“Begini
Kang Haji, Informasi yang saya terima akan ada konvoi tentara NICA yang akan membawa
tawanan Jepang yang ada di daerah Sukabumi dan sekitarnya. Tujuan mereka akan ke
Bandung yaitu akan memberi bantuan pada militer yang ada di Bandung. Rencananya
Tentara Keamanan Rakyat, akan melakukan
penghadangan terhadap sekutu. Mulai dari Cigombong Bogor sampai Ciranjang
Cianjur. Pimpinan Tentara Keamanan Rakyat meminta agar organisasi masyarakat
seperti Laskar Rakyat Sukabumi, Pasukan
Hizbullah, dan yang lainnya untuk ikut bergabung menghadang sekutu.” Abah Husni
menghela napas sambil menegakkan badannya sesaat lalu memperhatikan keseliling
takut ada yang mengintip pembicaraan mereka.
H.
Toha manggut-manggut sambil menunggu kelanjutan informasinya.
“Setelah
diketahui siapa saja yang siap dan berapa jumlah personilnya baru nanti disusun
siapa yang memimpin dan tugas di pos mana dan berapa jumlah persnilnya.” Abah
Husni melanjutkan.
“Baiklah
kalau begitu, Udin besok setelah subuh ikut saya berkeliling kita data seberapa
besar kekuatan kita. Dan kamu Husni coba cek semua kebun dan leuit (tempat penyimpanan padi) seberapa
banyak persediaan makanan yang kita punya. Kita harus tahu apa yang dapat kita
bawa dan apa yang untuk di rumah.” H. Toha memberi intruksi.
“Baik
Kang!” Abah Husni dan Udin keduanya menjawab serempak. Setelah bersalaman
ketiganya membubarkan diri. H. Toha ke rumahnya pinggir Surau, sedang Abah dan
Udin ke depan agak jauh dari Surau. Udin mengambil obor (penerangan terbuat dari banbu bersumbu kain bekas berbahan
bakar minyak tanah) yang disimpan dipinggir Surau lalu menyalakannya sebelum
meniup cempor yang tadi menerangi
mereka di Surau itu.
Wah
temen-teman ternyata masih bersambung, yang masih penasaran ikuti terus Peristiwa
di Bojong Kokosan ...
oooooOOOooooo
Mohon masukannya
BalasHapusSiap bu ππ
BalasHapusTerima kasih telah berkunjung πππ
Hapus