Minggu, 18 April 2021

Gorengan

 


GORENGAN

TIADA KESAN TANPA KEHADIRANMU


Aku dan Ahmad baru saja pulang mengaji dan berjalan bersama teman-teman. Udara sudah terlihat mendung, Aku mengajak Adik Ahmad agar cepat berlari karena hujan sudah mulai turun. Langkah kecil Ahmad tak dapat menandingi hujan yang turun dengan cepat. Aku mengajak Adik berteduh di rumah yang terdekat. Sedangkan teman-teman sudah memakai jas hujan dan berlari kencang tanpa menungguku. Tak lama ada anak yang berlari juga mendekatinya, tampaknya dia ingin berteduh juga. Kalau tidak salah ini rumah Pak Dahlan, beliau pedagang pakaian di Pasar Cicurug. Kalau bulan Ramadan biasanya pulangnya setelah Magrib. Jadi rumahnya terlihat kosong. Pikirku dalam hati.

“Ah nyesel tadi disuruh membawa jas hujan sama Bunda, tidak nurut.” Gumamku lirih.

“Eh kamu mau kemana, sepertinya kamu bukan orang sini?” Tanyaku pada anak yang ikut berteduh.

“Eh Aku Dani dari kampung sebelah. Aku sedang jualan gorengan.” Kata Dani sambil memperlihatkan isi keranjang plastik yang dibawanya.

“Memang kamu tidak ngaji?” Tanyaku ingin tahu.

“Aku ngajinya sesudah Isya, kalau siang Aku membantu Nenek berjualan gorengan.” Jawabnya pelan. Kepalanya menunduk terlihat raut wajah sedih.

“Memang orang tua kamu kemana?” Tanyaku lagi.


Dani tak langsung menjawab, agak lama hanya menatap kakinya yang kurus dan dekil dengan sendal jepit biru yang sudah mulai pudar warnanya.


“Orang tuaku sudah lama meninggal karena kecelakaan, aku di rumah hanya berdua sama Nenek. Kalau tidak dibantu kasihan Nenek kecapean.” Katanya lirih matanya berkaca-kaca.


“Hari ini sudah dapat berapa?” Aku bertanya kembali mengalihkan kesedihan Dani.

Dani tersenyum kecil tak lama tangannya masuk ke saku celananya lalu keluar lagi kini ditelapak tangan kananya ada uang dua ribuan selembar. Sedangkan tangan kirinya hanya mengeluarkan sakunya yang kosong.


“Bunda !” Tiba-tiba Adik berteriak. Aku tersentak lalu melihat ke arah jalan, terlihat Bunda berjalan memakai patung tampaknya tidak mendengar terikan Adik.

“Bunda, Bunda.” Aku kembali memanggil Bunda. Bunda sudah melewati kami tampaknya air hujan menyamarkan suara kami.

“Bunda! Bunda !” Dani membantu berteriak memanggil Bunda dengan suara lebih keras.

Bunda berhenti lalu menengok mencari kearah suara kami. Aku melambaikan tangan agar Bunda melihat dan mendekat. Benar saja Bunda melihat lambaianku. Lalu berjalan mendekati kami.



Bunda mengeluarkan dua jas hujan dalam body bag yang dibawanya. Ketika mau diberikan padaku, Bunda melirik ke arah Dani dan bertanya.

“Ini siapa?” Tanya Bunda sambil melirik Dani.

“Saya Dani Bu, sedang berjualan gorengan.” Jawabnya sambil memperlihatkan dagangannya.

“Oh, kalau begitu begini saja. Adik pakai jas hujan yang Adik yang kecil. Ini yang Kakak dipakai oleh Dani, Kakak sama Bunda pakai payung berdua.”Bunda mengatur pemakaian jas hujan.

“Nggak usah Bu, biar saya nunggu reda saja di sini.” Tolak Dani merasa sungkan.

“Eh bukan begitu, ibu mau beli gorengannya tapi tidak membawa uangnya jadi kamu ikut dulu ke rumah Ibu ya.” jelas Bunda meyakinkan Dani.

Tanpa berpikir panjang Dani menerima jas hujan dari tangan Bunda. Lalu memakainya dan Kami pun berjalan beriringan pulang ke rumah.



Sesampainya di rumah Aku membersihkan diri. Adik mengajak Dani ke kamarnya, memberikan baju dan celana untuk Dani berganti pakaiannya yang basah. Adik dan Dani bermain di depan televisi. Aku ke dapur membantu Bunda menyiapkan untuk berbuka.

“Bun ! kasihan si Dani masih kecil sudah ditinggalkan kedua orang tuanya karena kecelakaan. Sekarang dia tinggal hanya berdua bersama neneknya. Dia berjualan gorengan membantu neneknya. Hari ini dia baru dapat dua ribu pas Kakak tanya tadi.” Aku bercerita tentang Dani pada Bunda.



“Menurut Kakak Kita harus bagaimana?” Tanya Bunda bernada menguji.

“Emmm bagaimana kalau begini, Bunda beli semua dagangan Dani, lalu gorengannya disumbangkan ke Musola untuk berbuka yang salat berjamaah di Musala.” Kata Kakak memberikan pendapatnya.

“Oke Bunda setuju. Nah sekarang coba tanyakan dagangannya ada berapa lagi. Kemudian hitung jadi berapa?” perintah Bunda.



“Dan.. Dani dagangannya mana?” Tanyaku pada Dani yang asik nonton televisi.

“Ini disimpan disini” tunjuk Dani mendekati keranjang dagangannya.

“Yo kita hitung ada berapa? sebentar Aku ambil dulu wadahnya.” Aku kembali ke dapur mengambil wadah untuk gorengan dagangan Dani.

“Bun ada 28 buah jadi semuanya Rp 28 000.” Kataku pada Bunda sambil membawa wadah tempat gorengan ke dekat Bunda.

“Simpan di piring lima buah untuk berbuka di sini. Sisanya tutup dan tempatkan di body bag.

Lalu ambil satu body bag lagi untuk bubur sumsum dan sayuran buat Dani.” Perintah Bunda lagi.

“Oke” Tanpa banyak tanya aku langsung melaksanakan perintah Bunda. Sementara Bunda masuk kamar sepertinya mau mengambil uang untuk membayar dagangan Dani.



Tak lama ada suara motor berhenti. Ibu langsung ke depan menyambut Ayah yang baru pulang. Setelah mencium punggung tangan Ayah dan mengambil tas kerjanya.

“Yah jangan dulu dibuka jas hujannya, tolong antarkan dulu Dani ke rumahnya kasian sudah sore neneknya pasti khawatir.” Pinta Bunda pada Ayah. Kening Ayah sedikit berkerut menandakan tak mengerti siapa Dani.

“Ceritanya nanti, sudah terlalu sore nanti keburu Magrib.” Tambah Bunda menjawab ketidakmengertian Ayah.

“Mana anaknya?” Tanya Ayah.

“Sebentar dipanggil dulu.” Bunda kembali ke dalam mendekati Dani yang masih asik nonton televisi.

“Dani ini uang gorengannya 30 ribu tidak usah dikembalian dan ini buat buka bersama nenek nanti. Sekarang Dani pakai lagi jas hujan yang tadi, pulang diantar sama Ayah, kasihan neneknya akan khawatir bila pulang terlalu sore.” Jelas Bunda pada Dani.

Tanpa banyak tanya Dani langsung memakai jas hujan yang tadi digantung dipaku. Mengambil body bag yang diberikan Bunda.

“Ahmad Aku pulang dulu.” Dani Pamit pada Ahmad sambil beradu tangan di atas tos.

“Besok dagang ke sini lagi ya.” Pinta Ahmad

“Oke” jawabnya sambil berjalan membawa body bag dan keranjang dagangannya yang sudah kosong.

“Bu, terima kasih, maaf sudah merepotkan.” Pamitnya pada Bunda. Lalu mencium punggung tangan Bunda.

“Tidak merepotkan, jangan sungkan besok dagang lagi ya.” Jawab Bunda memberi semangat.

“In Sya Allah mudah-mudahan Nenek bisa membuat lagi dagangannya.

“Aamiin” Serempak Aku dan Bunda mengaminkan.

“Kak Aku pulang dulu terima kasih.” Pamit Dani sambil mengangguk ke arahku.

“Oke hati-hati, salam buat neneknya.” Balasku sambil melambaikan tangan.

Kami berjalan keluar mengantarkan Dani. Di luar Ayah masih mengenakan jas hujan dan helm. Motornya pun sudah parkir menghadap keluar.

“Yah ini Dani rumahnya katanya dari rumah Kakek lewat sedikit. Dan ini nanti sepulangnya dari rumah Dani mampir ke Musala, ini untuk yang berbuka di Musala.” jelas Bunda pada Ayah sambil memberikan body bagnya.

“Oke” jawab Ayah santai sambil mengambil body bag yang diberikan Bunda dan menyimpannya didepan.

“Ayo naik” Perintah Ayah pada Dani. Tak menunggu perintah lagi dengan cepat Dani naik motor dibelakang Ayah.

“Sudah siap” Tanya Ayah pada Dani.

“Oke Om” Jawab Dani

“Bismillahi Majriha Wamusahaa Innarrobbi Lagofururrohim” gumam Dani lirih nyaris tak terdengar.

“Hati-hati” Pesanku dan Bunda.

“Bismillahirrahmaanirrohim, Bismillahi Majriha Wamusahaa Innarrobbi Lagofururrohim, Assalamualaikum.” Salam Ayah lantas menjalankan motornya.

“Waalaikum salam” Jawabku dan Bunda sambil masuk lagi ke dalam rumah. Kembali mempersiapkan untuk berbuka. 


#KMP4diarpus

#KMP2021

#abadidalamfiksi

#NyiHeni

#Gorengan


1 komentar:

”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?”

  ”MASKER DARI KAIN PERCA, EMANG BISA?” (Part 2 tamat) Seminggu telah berlalu. Peserta didik kelas delapan kini kembali bertemu. Mereka memb...