GORENGAN
TIADA KESAN TANPA KEHADIRANMU
Aku dan Ahmad baru saja pulang mengaji dan berjalan bersama teman-teman. Udara sudah terlihat mendung, Aku mengajak Adik Ahmad agar cepat berlari karena hujan sudah mulai turun. Langkah kecil Ahmad tak dapat menandingi hujan yang turun dengan cepat. Aku mengajak Adik berteduh di rumah yang terdekat. Sedangkan teman-teman sudah memakai jas hujan dan berlari kencang tanpa menungguku. Tak lama ada anak yang berlari juga mendekatinya, tampaknya dia ingin berteduh juga. Kalau tidak salah ini rumah Pak Dahlan, beliau pedagang pakaian di Pasar Cicurug. Kalau bulan Ramadan biasanya pulangnya setelah Magrib. Jadi rumahnya terlihat kosong. Pikirku dalam hati.
“Ah
nyesel tadi disuruh membawa jas hujan sama Bunda, tidak nurut.” Gumamku lirih.
“Eh kamu mau kemana, sepertinya kamu bukan orang sini?” Tanyaku pada anak yang ikut berteduh.
“Eh Aku
Dani dari kampung sebelah. Aku sedang jualan gorengan.” Kata Dani sambil
memperlihatkan isi keranjang plastik yang dibawanya.
“Memang
kamu tidak ngaji?” Tanyaku ingin tahu.
“Aku
ngajinya sesudah Isya, kalau siang Aku membantu Nenek berjualan gorengan.”
Jawabnya pelan. Kepalanya menunduk terlihat raut wajah sedih.
“Memang
orang tua kamu kemana?” Tanyaku lagi.
Dani tak
langsung menjawab, agak lama hanya menatap kakinya yang kurus dan dekil dengan
sendal jepit biru yang sudah mulai pudar warnanya.
“Orang tuaku sudah lama meninggal karena kecelakaan, aku di rumah hanya berdua sama Nenek. Kalau tidak dibantu kasihan Nenek kecapean.” Katanya lirih matanya berkaca-kaca.
“Hari
ini sudah dapat berapa?” Aku bertanya kembali mengalihkan kesedihan Dani.
Dani tersenyum kecil tak lama tangannya masuk ke saku celananya lalu keluar lagi kini ditelapak tangan kananya ada uang dua ribuan selembar. Sedangkan tangan kirinya hanya mengeluarkan sakunya yang kosong.
“Bunda
!” Tiba-tiba Adik berteriak. Aku tersentak lalu melihat ke arah jalan, terlihat
Bunda berjalan memakai patung tampaknya tidak mendengar terikan Adik.
“Bunda,
Bunda.” Aku kembali memanggil Bunda. Bunda sudah melewati kami tampaknya air hujan
menyamarkan suara kami.
“Bunda!
Bunda !” Dani membantu berteriak memanggil Bunda dengan suara lebih keras.
Bunda
berhenti lalu menengok mencari kearah suara kami. Aku melambaikan tangan agar
Bunda melihat dan mendekat. Benar saja Bunda melihat lambaianku. Lalu berjalan
mendekati kami.
Bunda
mengeluarkan dua jas hujan dalam body bag yang dibawanya. Ketika mau diberikan
padaku, Bunda melirik ke arah Dani dan bertanya.
“Ini
siapa?” Tanya Bunda sambil melirik Dani.
“Saya
Dani Bu, sedang berjualan gorengan.” Jawabnya sambil memperlihatkan
dagangannya.
“Oh,
kalau begitu begini saja. Adik pakai jas hujan yang Adik yang kecil. Ini yang
Kakak dipakai oleh Dani, Kakak sama Bunda pakai payung berdua.”Bunda mengatur
pemakaian jas hujan.
“Nggak
usah Bu, biar saya nunggu reda saja di sini.” Tolak Dani merasa sungkan.
“Eh
bukan begitu, ibu mau beli gorengannya tapi tidak membawa uangnya jadi kamu
ikut dulu ke rumah Ibu ya.” jelas Bunda meyakinkan Dani.
Tanpa
berpikir panjang Dani menerima jas hujan dari tangan Bunda. Lalu memakainya dan
Kami pun berjalan beriringan pulang ke rumah.
Sesampainya
di rumah Aku membersihkan diri. Adik mengajak Dani ke kamarnya, memberikan baju
dan celana untuk Dani berganti pakaiannya yang basah. Adik dan Dani bermain di
depan televisi. Aku ke dapur membantu Bunda menyiapkan untuk berbuka.
“Bun !
kasihan si Dani masih kecil sudah ditinggalkan kedua orang tuanya karena
kecelakaan. Sekarang dia tinggal hanya berdua bersama neneknya. Dia berjualan
gorengan membantu neneknya. Hari ini dia baru dapat dua ribu pas Kakak tanya
tadi.” Aku bercerita tentang Dani pada Bunda.
“Menurut
Kakak Kita harus bagaimana?” Tanya Bunda bernada menguji.
“Emmm
bagaimana kalau begini, Bunda beli semua dagangan Dani, lalu gorengannya
disumbangkan ke Musola untuk berbuka yang salat berjamaah di Musala.” Kata
Kakak memberikan pendapatnya.
“Oke
Bunda setuju. Nah sekarang coba tanyakan dagangannya ada berapa lagi. Kemudian
hitung jadi berapa?” perintah Bunda.
“Dan..
Dani dagangannya mana?” Tanyaku pada Dani yang asik nonton televisi.
“Ini
disimpan disini” tunjuk Dani mendekati keranjang dagangannya.
“Yo kita
hitung ada berapa? sebentar Aku ambil dulu wadahnya.” Aku kembali ke dapur
mengambil wadah untuk gorengan dagangan Dani.
“Bun ada
28 buah jadi semuanya Rp 28 000.” Kataku pada Bunda sambil membawa wadah tempat
gorengan ke dekat Bunda.
“Simpan
di piring lima buah untuk berbuka di sini. Sisanya tutup dan tempatkan di body
bag.
Lalu
ambil satu body bag lagi untuk bubur sumsum dan sayuran buat Dani.” Perintah
Bunda lagi.
“Oke”
Tanpa banyak tanya aku langsung melaksanakan perintah Bunda. Sementara Bunda
masuk kamar sepertinya mau mengambil uang untuk membayar dagangan Dani.
Tak lama
ada suara motor berhenti. Ibu langsung ke depan menyambut Ayah yang baru
pulang. Setelah mencium punggung tangan Ayah dan mengambil tas kerjanya.
“Yah
jangan dulu dibuka jas hujannya, tolong antarkan dulu Dani ke rumahnya kasian
sudah sore neneknya pasti khawatir.” Pinta Bunda pada Ayah. Kening Ayah sedikit
berkerut menandakan tak mengerti siapa Dani.
“Ceritanya
nanti, sudah terlalu sore nanti keburu Magrib.” Tambah Bunda menjawab
ketidakmengertian Ayah.
“Mana
anaknya?” Tanya Ayah.
“Sebentar
dipanggil dulu.” Bunda kembali ke dalam mendekati Dani yang masih asik nonton
televisi.
“Dani
ini uang gorengannya 30 ribu tidak usah dikembalian dan ini buat buka bersama
nenek nanti. Sekarang Dani pakai lagi jas hujan yang tadi, pulang diantar sama
Ayah, kasihan neneknya akan khawatir bila pulang terlalu sore.” Jelas Bunda
pada Dani.
Tanpa
banyak tanya Dani langsung memakai jas hujan yang tadi digantung dipaku.
Mengambil body bag yang diberikan Bunda.
“Ahmad
Aku pulang dulu.” Dani Pamit pada Ahmad sambil beradu tangan di atas tos.
“Besok
dagang ke sini lagi ya.” Pinta Ahmad
“Oke”
jawabnya sambil berjalan membawa body bag dan keranjang dagangannya yang sudah
kosong.
“Bu,
terima kasih, maaf sudah merepotkan.” Pamitnya pada Bunda. Lalu mencium
punggung tangan Bunda.
“Tidak
merepotkan, jangan sungkan besok dagang lagi ya.” Jawab Bunda memberi semangat.
“In Sya
Allah mudah-mudahan Nenek bisa membuat lagi dagangannya.
“Aamiin”
Serempak Aku dan Bunda mengaminkan.
“Kak Aku
pulang dulu terima kasih.” Pamit Dani sambil mengangguk ke arahku.
“Oke
hati-hati, salam buat neneknya.” Balasku sambil melambaikan tangan.
Kami
berjalan keluar mengantarkan Dani. Di luar Ayah masih mengenakan jas hujan dan
helm. Motornya pun sudah parkir menghadap keluar.
“Yah ini
Dani rumahnya katanya dari rumah Kakek lewat sedikit. Dan ini nanti sepulangnya
dari rumah Dani mampir ke Musala, ini untuk yang berbuka di Musala.” jelas
Bunda pada Ayah sambil memberikan body bagnya.
“Oke”
jawab Ayah santai sambil mengambil body bag yang diberikan Bunda dan
menyimpannya didepan.
“Ayo
naik” Perintah Ayah pada Dani. Tak menunggu perintah lagi dengan cepat Dani
naik motor dibelakang Ayah.
“Sudah
siap” Tanya Ayah pada Dani.
“Oke Om”
Jawab Dani
“Bismillahi
Majriha Wamusahaa Innarrobbi Lagofururrohim” gumam Dani lirih nyaris tak
terdengar.
“Hati-hati”
Pesanku dan Bunda.
“Bismillahirrahmaanirrohim,
Bismillahi Majriha Wamusahaa Innarrobbi Lagofururrohim, Assalamualaikum.” Salam
Ayah lantas menjalankan motornya.
“Waalaikum
salam” Jawabku dan Bunda sambil masuk lagi ke dalam rumah. Kembali
mempersiapkan untuk berbuka.
#KMP4diarpus
#KMP2021
#abadidalamfiksi
#NyiHeni
#Gorengan
Berikan masukannya dong
BalasHapus